14

146 8 0
                                    

Happy reading and don't be silent readers 😊
----------
Sepulang sekolah, Angga mencoba berbicara dengan Naura. Angga berhasil mencegat Naura di dekat gerbang sekolah.

"Ra, lo kenapa sih?"

Naura mendengus, tak mau menjawab pertanyaan Angga.

"Ra, plis jawab,"

"Ck, gue sebel sama lo!" jawab Naura.

"Sebel kenapa?"

"Pertama, lo udah ngebentak gue waktu itu. Kedua, ada cewek cantik yang bantuin lo bebas dari rumor jahat!"

"Cewek cantik itu temen gue, satu kerjaan, Ra,"

"Temen? Yakin?" tanya Naura, tak percaya. Ia cemburu dengan wanita cantik yang membantu Angga.

"Ya Ampun, Ra. Jangan cemburuan, plis. Dia cuma temen gue, sumpah!"

"Gue sebel dia bisa bantuin lo sedangkan gue enggak! Gue gak suka dia lebih bermanfaat buat lo!"

"Naura, kalo lo punya akal sehat, lo seharusnya berterimakasih sama si cewek itu. Dia udah bantuin gue, coba kalo gue gak dibantuin waktu itu, pasti hari ini gue gak ada disini," jelas Angga.

"Oh gitu? Lo anggap dia lebih baik kan dari gue?"

"Dasar cewek, gue gak bilang kayak gitu, Ra. Gue memperjelas, mencoba menasihati lo, oke?"

"Terserah,"

Naura pergi meninggalkan Angga. Tampak sekali wajah marahnya pada Angga. Memang perempuan itu sulit dimengerti.

"Duh, dasar cewek banyak banget maunya," eluh Angga.

----------------
Berhari-hari Naura tak mau bicara. Naura tahu dirinya terlalu berlebihan, tetapi hatinya tak dapat dipungkiri memang cemburu. Merasa cewek cantik itu, Lena, lebih baik darinya.

Walaupun Naura tak mau bicara dengan Angga, Angga tetap menjaganya. Mengikutinya agar sampai rumah dengan selamat walaupun harus terlambat beberapa menit untuk bekerja. Tanpa sepengetahuan Naura tentunya.

Lambat laun, Naura mulai menyapa Angga. Mereka mulai berbicara dan akur kembali seperti biasa. Angga mulai menggunakan kata-kata romantis untuk menghibur Naura. Sayangnya, ada hal lain lagi yang menimpa keduanya.

Saat Angga mengantar Naura di gang, tiba-tiba saja ada yang menyergap Naura dari  samping. Angga bersembunyi, tak mau terlihat oleh penyergap itu. Kalau ia juga ditangkap, ia tak bisa menyelamatkan Naura.

Mulut dan hidung Naura diikat dengan kain hitam. Awalnya Naura memberontak, tetapi nafasnya habis dan ia pingsan. Kemudian tubuh Naura dibawa ke ruangan gelap, tempatnya sama dengan tempat Angga diserang.

Angga mengendap-ngendap, mengikuti penyerang itu yang tak lain adalah Master Malak itu sendiri. Ia sampai di pintu ruangan itu, melihat Naura hanya didudukkan di lantai. Tak seperti Angga yang diikat di kursi.

"Rud," panggil Gilang, "Gue ngerasa, ada yang mengawasi kita,"

Rudy tak menjawab panggilan Gilang, tetapi langsung menoleh ke arah pintu. Angga terkejut dan langsung bersembunyi di balik pintu. Kalau ia berlari, akan terdengar suara derap kakinya.

Angga berkomat-kamit berdoa agar tak tertangkap oleh Rudy.

"Wah wah wah, rencana gue berhasil rupanya," ucap Rudy, berkacak pinggang menatap Angga.

Rudy langsung menarik Angga masuk ke ruangan itu. Ia melihat Naura yang di letakkan di tengah-tengah ruangan.

"Tara, bantu berdiri si Naura itu. Lepas kainnya. Umpan kita berhasil membawa Angga kemari," suruh Rudy, kemudian berbalik menatap tajam ke arah Angga.

Tara melepas kain yang mengikat mulut dan hidung Naura. Kemudian Tara membantu Naura berdiri dengan kasar. Saat itulah, Naura siuman.

"Jadi maksud lo, Naura adalah umpan biar gue datang ke elo?" tanya Angga.

"Iya. Gue masih gak bisa terima, Ngga. Begitu berani si Lena itu nyelamatin elo dari tempat ini," jawab Rudy.

Naura ketakutan. Otot wajahnya kaku. Takut jika hari ini dia mati di tangan tukang malak yang tak kenal ampun. Tara mengaitkan lengannya di leher Naura. Membuat Naura susah bernafas dan menggerakkan kepalanya.

"Oke, Rudy. Tolong lepasin Naura, please," pinta Angga.

"Lepasin dia? Gue bakal lepasin dia, kalau lo bisa balik ke lo yang dulu,"

"Gue gak bakal jadi kayak dulu. Gue sekarang adalah gue yang sebenarnya, Rud. Tolong lepasin Naura,"

"Enggak, Angga! Gak usah pura-pura sok jagoan!"

"Dia bakal kita lepasin, kalau lo kembali seperti dulu. Kalau lo gak mau seperti dulu, Naura ini mati ditangan kita!" timpal Ovi.

"Mati ditangan lo semua?! Gila ya?! Gue gak mau ada pembunuhan disini," tolak Angga, tak kuasa melihat kekasihnya itu mati.

"Lo gak mau kan dia mati? Makanya, lo berubah jadi seperti dulu dan gabung sama kita,"

"Enggak. Gue gak bakal balik ke kalian lagi," jawab Angga, mantap.

Cling!  Suara pisau terdengar, Tara meletakkan pisau itu disamping leher Naura. Naura merasakan dingin, berkali-kali ia menangis tak mau tubuhnya diminta kematian.

"Sekali lagi, kalau lo gak mau balik ke kita, nyawa gadis kecil lo ini ada di tangan kita," ucap Rudy, suaranya mulai dibuat misterius.

"Hitungan ketiga, kalau lo gak bisa menentukan pilihan, siap-siap saja," ancam Rudy.

"Satu.."

Angga berkeringat dingin, bingung. Ia tak mau jadi dirinya yang dahulu lagi, tetapi ia juga tak mau melihat Naura mati.

"Dua..."

Keringat semakin mengalir deras di dahi Angga. Setelah otaknya berpikir, ia punya cara sendiri. Yang penting, Naura bebas dari ujung pisau yang hampir menembus lehernya.

"Tig.."

"OKE! Gue gabung lagi sama lo!" jawab Angga, akhirnya.

"Luar biasa! Selamat datang kembali, Angga," ucap Rudy, sambil bertepuk tangan.

"Tolong lepasin Naura," pinta Angga, lagi.

Rudy mengkode Tara agar melepaskan Naura. Naura bebas lalu langsung berlari ke arah Angga. Sebelum mereka berdua pergi, Angga mengucapkan sesuatu.

"Sori, gue keluar lagi dari kelompok lo," ucap Angga, lalu berlari dari ruangan itu bersama Naura dan membawa Naura kembali ke rumah nya dengan selamat.

"WOY!! SIALAN LO, ANGGA!!" amuk Rudy. Ia bersama Master Malak yang lain keluar dari ruangan itu untuk mengejar Angga. Namun, yang mereka dapat adalah segerombolan polisi yang menodongkan pistol ke arah mereka.

"Angkat tangan!" seru salah satu anggota polisi. Master Malak pasrah mengangkat tangannya. Semua anggota polisi mengeluarkan borgol lalu memborgol mereka berdelapan.

------------
To Be Continued 🤗
Kritik dan saran beserta vote! 👇

Master Malak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang