19

162 9 0
                                    

Happy reading and don't be silent readers :)
-----------
Begitu Angga pergi, Alden keluar dari persembunyiannya. Menghampiri Naura yang tengah menangis di jalan setapak cafe. Alden turut merasakan sedih yang dialami Naura.

"Alden, kenapa dia tiba-tiba begini? Gue gak tahu apa-apa," eluh Naura, kemudian meletakkan kedua tangannya di wajah. Menutupi dirinya yang sedang menangis.

"Sudahlah, Ra. Lo gak bisa apa-apa lagi. Udah malem, kita pulang, ya." ajak Alden. Kemudian menuntun Naura ke pinggir jalan untuk mencegat taksi.

------------------
Sebenarnya, Angga tak berniat sama sekali mengatakan itu. Ia sudah berjanji. Jika dia bertemu Naura, ia akan mengatakan bahwa dirinya tak sayang dengan Naura lagi. Lalu melamarnya dengan tiba-tiba.

"Lo bodoh banget sih, Ngga! Lo mau bikin surprise melamar Naura gitu?" kritik Lena, pada suatu hari.

Ia tahu hal itu memang bodoh. Cara berfikir nya memang sedangkal ini.

"Naura nganggap lo itu serius, Ngga! Sampe nangis gitu! Hati-hati aja, Ngga." ucap Lena. Memandang Angga dihadapannya dengan sinis.

Angga dan Lena sedang bertemu di sebuah restoran. Angga menceritakan kejadian malam kemarin ketika ia membentak Naura.

"Cuma itu yang bisa gue lakuin, Len."

"Gak segitunya juga, kali. Kalau tiba saatnya lo lamar dia kemudian dia nolak gara-gara kejadian itu gimana? Lo sih, gak mikir!"

Angga terdiam. Tatapannya kosong. Dia merasa dunia sudah hampir hancur. Rasanya semua yang ia lakukan itu hanya penyesalan.

"Kalau udah begini, Ngga. Gue gak bisa bantuin elo. Biarlah waktu yang menjawab sikap lo tadi malam. Apakah lo bakal berjodoh dengan Naura atau tidak? Semua tergantung usaha,"

"Ya, Len." jawab Angga, singkat dan datar.

"Dasar cowok." umpat Lena, lalu menyeruput jus jambu nya.


Setelah kejadian malam itu, Naura membereskan pakaian nya dari lemari kamar. Ia berniat keluar dari Bandung. Misinya sudah selesai dan berakhir menyedihkan.

Alden yang berdiri di ambang pintu kamar Naura, menatapnya sedih. Ia tahu apa yang dirasakan oleh Naura. Ketika lo datang mengejar cinta dan berakhir patah hati. Menurut Naura, ia sedang mengalami patah hati terbesar.

Setelah semua barang masuk ke dalam tas besarnya. Ia keluar dari kamar. Menguncinya. Tak menghiraukan Alden yang terus mengikutinya. Dengan cepat Naura menuruni tangga, memberi kunci kamarnya ke resepsionis. Lalu pergi.

"Naura!" panggil Alden.

"Apa, Al?" jawab Naura. Tanpa menoleh ke arah Alden.

"Aku temenin kamu ke stasiun, ya,"

"Gak usah, Al. Makasih. Aku bisa sendiri,"

Naura lalu memasuki taksi hitam yang sudah menunggunya di depan penginapan. Alden hanya diam. Membiarkan Naura kembali ke Jakarta.

Semakin bertambahnya patah hati, justru Naura mendapat inspirasi untuk bukunya. Mungkin ia tak perlu takut patah hati. Karena dari patah hati itu, ia bisa memperoleh inspirasi untuk cita-citanya.

Perjalanan darat yang dirasakan Naura terasa cepat. Ketika ia melihat Jakarta, hatinya terasa tenang. Mencium aroma kampung halamannya. Di Jakarta ini pula, ia mengenal Angga.

Di dalam kereta berdesak-desakkan. Naura terpaksa harus mendesak yang lain agar ia cepat keluar dari kereta. Banyak ibu-ibu yang mengumpat kepadanya berkali-kali karena terus mendesak.

Setelah turun dari kereta, ia tak perlu menaiki taksi. Ayah dan Ibunya sudah menunggu di stasiun menjemputnya.

"Naura!" jerit Ibunya, sambil melompat-lompat.

Master Malak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang