10

201 9 0
                                    

Happy reading and don't be silent readers ^^
----------
Seminggu sebelum kembali sekolah lagi, Angga balik ke Jakarta. Untuk mengisi waktu luangnya, ia bekerja sambilan lagi di cafe. Ia membutuhkan banyak uang untuk semester ini, apalagi untuk kuliah.

"Angga, ada titipan surat buat lo," panggil Heder, rekan di cafe nya yang bekerja menjadi pelayan.

Angga menghentikan aktivitas memasaknya sebentar, meraih amplop putih kecil dari tangan Heder.

"Gue balik dulu," ucap Heder kemudian.

Angga membolak-balikkan amplop itu. Tak ada yang mencurigakan dari amplop ini. Di bagian depan amplop juga tak ada nama pengirim.

Ia memasukkan amplop itu kedalam sakunya. Angga tak mau amplop ini menganggu pekerjaannya. Ia harus banting tulang mendapatkan uang untuk kuliah.

-------
Jam 21.00, Angga keluar dari cafe menuju parkiran motor. Sejenak sebelum ia pergi, Angga teringat amplop yang ia dapat dari Heder.

Angga perlahan membuka lem amplop itu, dan ia temukan kertas putih dengan tulisan yang acak-acakan. Jelas ini bukan tulisan Naura. Isinya terkesan mengancam.

Angga, gue bakal hancurin lo. Lo udah berkhianat. Lo udah berbeda. Lo tinggalin aksi malak cuma karena cewek. Lo kira gue gak tau? Bodoh.

Siap-siap aja, orang yang deket sama lo, yang lo sayangi kena akibatnya. Liat aja suatu saat nanti.

Rdy.

Cepat-cepat Angga melipat surat itu lalu disimpan di kantong celananya. Ia memakai helm dan menyalakan motor dengan terburu-buru.

Pikirannya berkecamuk. Gelisah. Ia kira Rudy sudah terima ia berhenti jadi tukang malak. Rupanya Rudy tak terima, tak rela Angga harus berhenti dan melihat perubahan Angga yang begitu tragis. Rudy merasa tersaingi dengan perubahan Angga.

Kenapa orang yang ia sayangi harus jadi taruhannya? Apakah Naura esok tiba-tiba akan menghilang begitu saja lalu Angga diminta uang tebusan? Atau orangtuanya di kampung yang akan diserang oleh geng Master Malak.

Kepalanya memanas, matanya perih ingin mengeluarkan air mata. Tetapi ia adalah laki-laki, tak layak menangis dalam situasi seperti ini. Ia harus mencari solusi. Mencegah para Master Malak menyerang orang-orang terdekatnya.

Merasa khawatir dengan Naura, ia memutar balik menuju jalan ke rumah Naura di dekat sekolah. Kegelisahannya ia lampiaskan pada kecepatan motor. Knalpotnya menderu-deru.

Dalam hitungan menit saja, Angga tiba di rumah Naura yang bercat ungu dengan pagar putih yang mengkilap.

Angga turun dari motor kemudian melepas helmnya. Ia berlari kecil menyusuri jalan setapak di halaman rumah Naura.

Tok! Tok!

Angga mengetuk pintu kayu itu. Tak ada jawaban. Apakah Naura tak ada di rumah?

Tiba-tiba sentuhan dingin menyengat bahu Angga. Dengan cepat Angga menepis sentuhan itu dengan tangannya.

"Ya Ampun, ternyata lo, Ra. Gue kira siapa," ucap Angga, kemudian mengelus dada nya.

Naura tersenyum, ia memasukkan kedua tangannya di saku jaket pink nya.

"Lo ngapain disini, Ngga?" tanya Naura.

"Gue nyariin elo. Btw, mana sih orangtua lo?"

"Lagi keluar kota,"

"Terus lo habis darimana?"

"Habis dari bioskop, sama Lia dan Rio,"

Angga ber-oh mengiyakan. Ia bersyukur Naura sudah pulang dengan selamat. Ia kira Naura akan dicegat di jalan lalu dihabisi. Ia takut sekali.

"Lo gak apa-apa kan, Ra?" tanya Angga, memastikan.

"Gue gak apa-apa, Ngga. Kenapa sih? Khawatir ya? Cieee," ledek Naura.

"Iya, Ra. Khawatir banget."

Naura merasa ada yang janggal, ada yang aneh pada Angga. Suaranya tiba-tiba memelan saat menjawab nya.

"Yaudah, Ra, gue balik dulu. Udah malem," pamit Angga, tersenyum tipis.

"Iya, Ngga. Hati-hati,"

Angga keluar menuju motornya yang diparkir diluar pagar putih. Memakai helmnya lalu menyalakan mesin motornya dan berlalu. Tak lupa ia melambaikan tangannya pada Naura.

------------
Hari masuk sekolah kembali tiba. Semua murid menyambut suka ria hari ini. Tentu saja semua murid SMA Pelita rindu dengan suasana sekolah dan teman-teman dekatnya.

Jika semua murid bahagia menyambut hari pertama sekolah, tidak dengan Angga. Bayangan Rudy menghabisi orang-orang terdekatnya kembali menghantui. Sejak ia membaca surat itu, ia menjaga Naura dengan ketat. Angga memastikan Naura tak pulang sendiri. Kalau Naura pulang sendirian, Angga akan mencari kan seseorang untuk menemaninya pulang.

Berlebihan pasti, tetapi bagaimana lagi. Keamanan Naura terancam. Tapi entah kenapa Angga belum bisa mengungkapkan tentang ini pada Naura. Ia takut Naura akan ikut campur dan malah panik sendiri.

Angga masuk di kelas XII IPA 2, jelas tak sekelas dengan Naura karena berbeda jurusan. Yang membuat Angga khawatir adalah, Naura satu kelas dengan Rudy. Bagaimana jika Naura dihabisi Rudy di kelas itu? Dibuli?

Bel masuk berdentang, Angga masuk ke kelasnya dan kali ini ia memilih tempat duduk di baris kedua dari depan, tetapi di pojok seperti biasa. Agar bisa menerima materi lebih cepat.

Pintu kelas terbuka, masuklah pria bertubuh tambun, rambut setengah botak dan memakai kacamata. Pria itu adalah guru yang akan menjadi wali kelas Angga. Namanya Pak Andang.

"Selamat pagi dan selamat naik kelas dua belas, anak-anakku. Di kelas dua belas ini, kalian harus bekerja keras. Carilah ilmu dimana saja. Karena jalan hidup kalian sebenarnya, dimulai dari kelas ini," sambut Pak Andang, dengan senyum.

"Seperti kalian ketahui, saya menjabat sebagai guru fisika sekaligus wali kelas Anda sekalian. Ada yang belum tahu nama saya?"

Semua anak mengangguk, tentu saja mereka tahu Pak Andang. Namun, ada beberapa kelas yang mungkin tidak kenal Pak Andang karena tak mengajar di kelasnya.

"Panggil saja saya Pak Andang. Saya sudah cukup lama mengajar disini dan saya minta kepada anak-anak sekalian, cobalah mendapatkan nilai fisika sempurna. Di akhir tahun ajaran nanti, siapa yang mendapat nilai sempurna akan mendapat hadiah dari saya," jelas Pak Andang, lalu menepuk saku kemejanya di sebelah kiri.

Angga tersenyum-senyum. Mungkin Pak Andang ini akan menjadi guru favoritnya tahun ini.

----------
To Be Continued 🙌
Jangan lupa kritik dan saran beserta vote nya ya 📣

Master Malak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang