"Pah, apa yang terjadi pada rumah kita, pah" mama terkejut disaat melihat rumahnya yang sungguh berantakan itu, dari lantai atas.
Ambel berjalan menuruni tangga, tanpa seragam sekolah. Ya seharusnya Amabel sekolah hari ini. "Amabel, ada apa nak semalam, sehebat inikah pestamu dengan Reza,"
"Udah ah mah itu udah basi, kita udah putus." Jawab Amabel, terus saja berjalan meninggalkan rumah.
"Eh, sayang mau kemana, nggak sekolah?" Tanya mama
"Nggak" jawabnya singkat.
Amabel pergi meninggalkan rumah, tanpa tujuan yang jelas, entah kemana. Yang pasti itu mengarahkan ke daerah dataran tinggi. Perasaannya hancur, kemarahannya tak kunjung mereda. Amabel mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tak perlu lama untuk sampai ke dataran tinggi itu.
Sampai disana, Amabel menghirup udara segar, bermaksud menghilangkan fikirannya yang stres karena kejadian semalam. Melamun melihat pemandangan dari atas. Dengan tatapan yang kosong. Fikirannya entah apa. Amabel perlahan maju mendekati jurang.
"Eh, lo mau ngapain?" Teriak cowok dari kejauhan. Terdengar di langkah terakhir, sebelum ia benar-benar jatuh ke jurang. Cowok itu berlari kencang, mendekat menarik tangan Amabel, menjauh dari jurang.
"Lo gila apa gimana sih,"
"Iya gue gila, gue emang udah gila, karena terlalu percaya pada cowok bre*sek itu,"
"Lo, Amabel? Kelas 12 ipa 3" iya aku kelas 12 dengan jurusan ipa yang sebentar lagi akan lulus
"Tunggu, lo siapa? Kok kenal gue," tanya Amabel menyibakkan rambutnya yang panjang
"Oh, gue Rayfan Nanda Greynathan dari kelas 12 ipa 2," jawab Rayfan, walaupun kami satu angkatan tapi kami beda kelas. Rayfan memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya. Amabel menerima, berjabatan tangan. Rayfan memandang jari Amabel aneh.
"Lo udah tunangan?" Tanyanya, yang sebenarnya tak pantas untuk orang yang baru dikenal.
"Ih apaan sih, ini cicin mainan kok," Amabel melepaskan jabatan tangan itu, termasuk cincin tunangan dari Reza. Dan melemparnya ke jurang
Iya mainan, cincin itu sudah mainin perasaanku. Dan segala kepercayaanku selama ini.
"Ih gue gak bego kali ya, gue tau itu cincin emas asli, cincin tunangan. Tapi kenapa lo buang,"
"Emang kenapa, gue gak peduli, lagian siapa yang tunangan coba, udah dibilang itu mainan, cuman bongongan" jawabnya tegas.
"Iya terserah lo dah,"
"Dih emang gue siapa lo, baru kenal juga,"
"Iya, by the way lo gak sekolah,"
"Lha, lo sendiri ngapain disini?"
"Oh, gue mah bebas lah," kata Rayfan, sok ganteng banget. Gila
"Ya udah sama dong gue juga,"kata Amabel yang sok cantik juga
"Emang lo siapa, gue kan anak yang punya sekolah, itu maksud gue,"
"Dih, sombong, bisa gue beli kali sekolah lo itu, berapa sih berapa"
"Ih apaan, sekarang siapa yang sombong coba. Lagi pula ya walaupun lo bisa beli sekolah gue. Lo gak akan bisa beli hidup gue,"
"Ngomong apa sih, gak jelas banget. Udah ah gue pergi," ucap Amabel ketus, berjalan menuju mobil merahnya itu.
"Mau kemana?"
"Bukan urusan lo,"
"Kesekolah ya" Rayfan terus berjalan mengikutiku dari belakang
"Gak, gak akan"
"Ih kenapa?"
Aku melihat jam tangan pink milikku
"Lo gak tau apa kalau ini udah pukul 10.00 pagi"
"Apa masalahnya, kan ada gue, pasti gak akan kena hukum lah. Ayo berangkat sama gue." Langkah Amabel terhenti. Sebenarnya ia ingin ke sekolah. Lumayanlah bisa tidur di kelas. dari pada berpergian gak jelas, cuman habisin bensin dan uang orang tua juga.
"Terus mobil gue gimana?"
"Udah tenang aja di sana banyak temen gue kok yang akan jaga mobil lo," Rayfan menunjuk kearah tenda kecil. Ada banyak orang disana.
"Ya udah, tapi janji ya jangan sampai rusak mobil gue, pokoknya jangan sampai tergores sedikitpun" jelas Amabel
"Katanya orang kaya, tapi kok gitu amat,"
"Iya sih, tapi gue kasihan juga sama orang tua yang cari duit susah payah,"
"Nah itu lo tau,"
"Sorry ya gue bukan bocah," kata Amabel sinis. Amabel masuk ke mobil hitam Rayfan yang terparkir tidak jauh dari mobilnya.
Saat perjalanan kami saling diam. Pasti selalu Rayfan yang memulai obrolan.
"Hmmm..., tadi lo kenapa, bener mau bunuh diri gitu," kata Rayfan dengan nada bertanya.
"Ih siapa yang mau bunuh diri gue cuman mau lihat pemandangan dari jarak deket, lagi pula gue gak selemah itu kalik ya, sorry sorry aja,"
"gue cuman nanya kalik, lo kenapa sewot banget, jangan bilang kalau lo tumpahin amarah lo karena mantan lo itu ke gue," sahut Rayfan yang mulai kesal
"Kalau iya kenapa," tanya Amabel, yang sebenarnya secara otomatis aja kalau ngobrol sama cowok emang gitu, entah kenapa. Yang pasti ia begitu sejak malam itu.
"Oh, ya gakpapa sih,"
"Dih, dasar aneh"
Rayfan sehat engak?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Goodbye
Teen FictionCinta memang butuh pengorbana, Butuh kepastian, Butuh dukungan, dan yang paling penting dari cinta itu sendiri adalah bagaimana kita menjaganya dengan baik. Jangan sampai terluka, katanya. Semesta mengajarkan aku bahwa dia adalah masa laluku yang ba...