5 Just do it

147 5 0
                                    

"Nal, gue mau minta ponsel Amabel," Rayfan masuk ke ruang osis.

"Nih, kasihin waktu pulang,"

Semudah itukah?

"Ok," Rayfan keluar membawa ponsel Amabel. Amabel di kerjain seru kalik ya, Rayfan mulai jail.
***

Pukul 15.00
Bel pulang berbunyi, semua murid berhamburan keluar, Amabel berlari menuju kelas Rayfan. Terlihat Adara baru keluar kelas, menggedong tas coklatnya itu.

"Adara, Adara!" Panggilku. Adara menoleh. Berhenti di depan pintu.

"Apa?"

"Rayfan mana?" Amabel kembali bertanya.

"Itu masih didalam," jawabnya datar.

"Ponsel gue udah balik belum?" Tanya Amabel.

"Mana gue tau, tanya aja sendiri. Ok bye," Adara berlari begitu saja. Amabel melangkah masuk ke kelas Rayfan. Dia sendiri. Banyak kertas, buku buku berceceran. Bolpoin ditanganya terus menulis, jari jari tanganya terus menghitung.

Rayfan ngapain, lagi ngerjain matematika kah?

"Ray, mana ponsel gue," Amabel mendebrak meja.

"Ponsel apa?" Rayfan mendongak, memandang Amabel yang datar.

"Ray, ih serius,"

"Iya serius, gue lagi serius kerjain matematika,"

Amabel mulai terlihat kesal.

"Lo mau ponsel lo balikkan, katanya lo harus bantuin gue,"

"Hah, kata siapa?" Amabel mengerutkan dahi

"Ya kata gue lah, cepetan lo kerjain soal matematika gue," kata Rayfan yang sebenarnya pura pura tak bisa. Dia tau meteri ini sering sekali di remehkan, dan banyak siswa siswa yang tak bisa memahaminya untuk bocah seperti Amabel.

"What?"

"Apa nggak mau, ya udah terserah lo," ucap Rayfan, seolah tak peduli.

Amabel tak bisa menolak. Terpaksa Amabel melakukanya. Duduk satu meja dengan Rayfan. Amabel menelan ludah. Menatap setiap nomor soal itu.

Kenapa lo bego sih, Bel di depan Ray, mau aja dikerjain. Amabel meremas jari. Rasanya ingin menerjang Ray saat ini juga. Tapi tak bisa, karena masa depannya di sekolah ini akan terancam, itupun jika Amabel memiliki masa depan.

Hari mulai sore, pukul menginjak 16.00 tepat. Amabel yang sedari tadi menghitung dan menulis, tak sengaja ke tiduran di atas pekerjaanya itu.

Rayfan menunduk, membelai rambut panjang nan legam Amabel, mengatakan sesuatu.

Amabel lo cantik, jangan sampai lo mimpiin gue ya, gue terlalu cakep soalnya Rayfan tertawa kecil.

Mengambil buku buku, kertas, dan alat tulisnya yang berserakan di sekitar amabel, memasukkanya ke dalam tas.

Rayfan membopong Amabel pelan, tanpa menghilangkan mimpinya. Rayfan berjalan ke parkiran. Sekolah saat ini benar benar sudah sepi, hanya tersisa pak scurity sekolah dan beberapa staf lainya.

Rayfan memasukkan Amabel di kursi belakang mobil. Dan mulai menjalankan mobilnya, pergi menuju rumah.

Sore ini terlihat seperti malam, sang raja siang itu tertutup awan putih yang suci. Memandang Amabel tertidur, pulas, seperti seakan memanggil bulan tuk menemaninya tidur. Awan itu seakan membawa mimpimu, jauh ke atas sana. Angin ini seakan terikat di antar kami, itu jelas bisa di rasakan dari luar. Berhembusan tak tau arah.

Berputar putar menyelimuti hangatnya sore, menjadikan dinginnya malam seperti datang tak tau waktu.
***

Rumah Amabel sepi. Sepertinya semua orang sedang pergi.
Lalu Rayfan membawa Amabel kerumahnya untuk sementara waktu. Setidaknya sampai kedua orang tua Amabel sudah pulang.

"Siapa dia Ray?" Tanya mama Rayfan, saat sampai di depan tangga.

"Pacar mah, tanyanya nanti aja ya mah, udah gak tahanni," Rayfan membawa Amabel masuk ke sebuah kamar.

Ray lo ngapain?
***

Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang