Pukul 18.00
Rayfan mengeringkan rambut dengan handuk kecil berwarna biru. Lalu menjemurnya kembali.Rayfan menatap bayangan dirinya di cermin, sambil menyisir rambut. Cakep juga ya gue. Batinya.
Rayfan menengok jam dinding miliknya. "Amabel sudah sampai rumah belum ya, seharusnya sudah,"
"Duh kok perasaan gue gak enak gini ya, tiba tiba gak mood makan malam nih gue,"
Rayfan mengambil ponselnya yang tergeletak di meja belajar, berniat menelfon mama Amabel.
"Hallo,"
"Hallo, iya ada apa nak Ray," jawab mama Amabel, yang sedang perjalanan ke rumah sakit dengan menggunakan taxi.
"Ehm..., tante Amabel sudah sampai rumah?"
"Amabel, masuk rumah sakit nak, tadi tante dapat kabar,"
"Apa?? Rumah sakit mana tante?"
"Rumah sakit Pelita Pusat,"
"Tante, aku juga mau kerumah sakit, aku tutup ya tante telfonya," ucap Rayfan panik, menutup telfon. Rayfan mengambil jaketnya yang tergantung di sebalik pintu. Mengambil kunci mobil di meja belajar. Lalu langsung berlari menuruni tangga.
Rayfan menghelai nafas panjang. Entahlah apa yang dia rasakan. Kepanikan itu datang seperti tak biasa. Tak ada hubungan yang sepesial diantara kami, tapi Rayfan sangat takut kehilangannya. Sungguh.
Sesampainya di rumah sakit
"Sus, Pasien Amabel Kirana Ranisa?"
Suster itu tau betul apa yang rayfan maksud.
"Anggrek 5,"
Rayfan berjalan cepat, mencari ruangan itu, setiap lorong rumah sakit dia lewati. Sampai dia jumpai seorang wanita, mama dari Amabel.
Rayfan melihat dia sedang berdepat dengan seseorang.
"Ada apa tante?" Tanya Rayfan, berusaha menghentikan perdebatan ini.
"Kamu ya, sebenarnya apa yang kamu mau disini, uang, harta? Kenapa kamu beraninya ninggalin Amabel!"
"Tante, ini semua gak seperti itu tante," Reza memegang tangan ibu Amabel, memohon.
"Lalu seperti apa? Seperti ini?" Ibu Amabel, menunjuk semua yang terjadi.
"Sudah, sekarang kamu pergi nggak usah kembali lagi, tante muak liat wajah kamu," mama Amabel, mengusaikan cerita di antara Amabel, yang sudah terajut baik selama 4 tahun lalu.
"Tapi tante-"
"Eh lo denger nggak, sekarang lo pergi, ini rumah sakit," Rayfan menghalangi Reza yang ingin menghampiri ibu Amabel.
Reza pergi dengan perasaan yang berat, dia tak ingin ini, tapi kenapa semuanya jadi seperti ini, hancur.
Rayfan menghampiri ibu Amabel, menenangkanya.
Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan Amabel.
Tersontak mama Amabel dan Rayfan berdiri.
"Apa yang terjadi dengan anak saya dok?" Tanyanya, panik.
Rayfan berharap Amabel baik baik saja, tapi,
"Anak ibu menderita penyakit jantung,"
Rayfan memejamkan matanya, itu yang aku maksud. Ibu Amabel mulai meneteskan air matanya, badanya sedikit lemas.
"Dok saya mohon lakukan apapun untuknya, untuk kesembuhannya dok," ucap Rayfan.
"Pasti, saya akan melakukan sebisa mungkin, dari mulai temoterapy dan semacamnya, untuk pasien dan juga berusaha mencarikan pendonornya" Ucap Dokter itu, lalu pergi.
Mama Amabel duduk dengan lemas.
"Tante, tidak usah sedih, Ambel pasti akan baik baik saja, dia tetap akan menjadi wanita yang ceria, dan cantik," ujar Rayfan.
Rayfan merasakannya, perasaan yang aneh, kehilangannya, Rayfan tak ingin itu.
mulai kapan gue memiliki perasaan ini Bel?
Mama Amabel, mengusap air matanya, kami melangkah masuk ke ruang Amabel, terlihat Amabel masih belum sadar dari pingsannya.
"Reza,"
"Za"
"Reza"
Ucap lirih Amabel, dalam pingsannya."Nak, bangun nak,"
Amabel sadar, perlahan membuka matanya
"Di mana gue,"
"Lo ada di rumah sakit," jawab Rayfan
"Iya nak,"
"Loh? Kok bisa gue ada di rumah sakit, Reza mana Reza?"
"Reza udah pulang, nak sekarang lupakan dia,"
"Tapi ma, kenapa, dia datang dengan penuh harapan tadi,"
"Tapi mama sudah menghancurkan harapan itu, sama seperti dia menghancurkan harapanmu,"
"Ma-"
"Udah sekarang lo istirahat," ucap Rayfan
"Gak, gue mau pulang, sekarang!" Amabel beranjak dari tempat tidur.
"Ya sudah, ayo kita pulang,"
"Saya yang antar ya tante?" Tante mengangguk, tersenyum.
Malam ini malam yang jahat, Amabel benci ini. Sore tadi memberikan harapan, tapi malam ini kenapa dia memberikan kehancuran, ya mulai malam ini semua komunikas denganya jadi canggung.
Tapi tidak sebagai teman, kami tetap bisa berteman bukan?
Dia berharap pagi yang akan datang, membawa lembaran hari harinya yang baru, harapannya yang tertulis kembali, yang mewarnai semuanya dengan sebuah bukti dan janji, bukan perkataan kosong yang tak berarti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Goodbye
Teen FictionCinta memang butuh pengorbana, Butuh kepastian, Butuh dukungan, dan yang paling penting dari cinta itu sendiri adalah bagaimana kita menjaganya dengan baik. Jangan sampai terluka, katanya. Semesta mengajarkan aku bahwa dia adalah masa laluku yang ba...