8 Plain

143 5 0
                                    

Sesampainya di sekolah, Amabel merasa mual, entah kenapa. Mungkin karena masuk angin. Amabel berlari cepat menuju toilet.

"Gitu aja langsung sakit, dasar payah lo, Bel," Ucap Rayfan yang berdiri tepat di depan pintu kamar mandi, yang dipakai Amabel. Tak satu katapun keluar dari mulut Amabel, yang terdengar hanyalah, suara Amabel batu batuk.

"Bel, udah bel, jangan dilanjuttin ektingnya," tetap saja Ambel tak menjawab. Kalik ini memang Amabel benar benar sakit.

Amabel keluar dari kamar mandi, dengan wajah pucatnya. Sungguh. Tapi tetap saja terlihat cantik. Rayfan yang berada didepannya langsung merangkul Ambel dengan tangan kanannya, bermaksud membantu.

"Bel, lo serius sakit, ayo ke uks, gue bantu," Amabel menggeleng, menolak.

"Gue nggak mau ke uks membosankan," melihat tingkah Amabel yang seperti anak kecil itu membuat Rayfan geram. Langsung saja, Rayfan membopong untuk ke dua kalinya, untuk Amabel, pergi menuju uks. Itu masih untung di bopong baik baik, tak seperti sedang membawa karung beras.

"Ray, lepasin, nggak enak diliatin orang orang, inget ya Ray pacar hanya di depan nyokap lo, bukan di sini," ucapku pelan, tapi cukup terdengar oleh Rayfan, hanya saja dia pura pura tidak mendengar.

Sampainya di uks, Rayfan menidurkan Amabel di atas ranjang uks.
"Apaan sih Ray gue-" kataku, ingin beranjak duduk, dengan menarik kerah baju Rayfan. Amabel tau kalau dirinya memang bego, bukanya dia duduk tapi  Amabel malah kembali ke posisi semula dan Rayfan berada tepat di depannya ikut tertarik, itu sudah pasti. Jarak diantara kami hanya 3 cm. 3 cm saja.

Mata coklat itu, seketika merebut pandangan Amabel, menjadikannya sebuah objek. Amabel tidak pernah menyadari jika dia memiliki mata yang indah, seindah bulan yang datang pada saat malam, kegelapan.

Amabel menatapnya, bingung. Lalu mendorongya menjauh dari dirinya, ya kalau bisa sejauh mungkin. Tiba tiba, tak ada satu menit, Arya, teman satu kelasnya datang.

"Woooy," ucapnya. Membuat kami menoleh ke arah pintu yang terbuka, bersamaan.

"Hey Ar, gue gak ngajarin gitu ke lo ya," ucap Rayfan.

"Baiklah. Assalamualikum, selamat pagi, para pangeran dan ratu,"

Waalaikumsalam, batin Amabel dan Rayfan. Ih apaan sih? Tambah Amabel, mendengus sebal.

"Kalian pada ngapain disini?, berduaan lagi," tanya Arya, sinis.

"Kepo lo, udah lo pergi sana!" Balas Rayfan. Sambil membetulkan kerah bajunya itu.

"Ih yaudah gue pergi," ucap Arya.

"Gue juga ah," Amabel juga, pergi bersama Arya.

"Eh, bel lo sakit, lo disini aja," ucap Rayfan, yang tak direspon oleh mereka, terutama Amabel.
***

"Hey, Adara..., sini dulu bentar!" Seru Rayfan dari meja duduk, yang berada di kantin.

Adara menghampiri, meja Rayfan yang tak sendiri itu, Rayfan duduk bersama teman teman yang lain.

"Apa?"

"Lo temen akrab Amabel bukan?"

"Iya, kenapa gitu,"

"Amabel di mana gak ke kantin bareng lo,"

"Oh, tadi gue udah ngampiri Amabel ke kelas, tapi dia gak mau kekantin, sakit mungkin dia," ucapnya, dengan nada sedih.

Oh ya, dia mungkin masih tidak enak badan...

"Yaudah sekarang lo mau kemana, lo duduk aja gih, gabung ke temen temen gue nih,"

"Enggak, gue mau ke kelas,"

"Oh, ok,"

Beberapa menit Adara pergi, teman teman Rayfan mulai bicara.

"Amabel sakit tuh Ray," ucap Reza

"Iya, gue bawa bekal gue kekelas dia dulu ya, buat Amabel," Rayfan berdiri, beranjak dari tempat duduknya.

"Ok,"

"Ok, bye gusy," Rayfan pergi, membawa kotak makan siangnya ke kelas Amabel.

Berjalan cepat menuju kelas Amabel. Berjalan menyusuri koridor sekolah Dengan penampilanya yang cool. Membuat para siswa terpukau melihatnya, terutama untuk para wanita, yang terus tidak pernah berhenti memuji Rayfan.

Sesampainya Rayfan di kelas, kebetulan sekali kelas sudah sepi, tapi ada satu murid cewek, yang tadinya menemani Amabel, sekarang pergi meninggalkan kelas, seketika melihat Rayfan datang.

"Eh lo mau kemana Anara?" Ucap sepontan Amabel, melihat teman satu kelasnya itu pergi.

"Udah biarin aja, di juga pasti laper," kata Rayfan berjalan mendekati tempat duduk yang kosong yang berada di dekat Amabel, lalu duduk disana.

"Lo kenapa dateng ke kelas gue?"

"Ya emang kenapa, nggak boleh gitu,"

"Ya..., ok, Ray. Terserah lo,"

"Perut lo masih sakit?"

"Kenapa lo peduli?"

"Ya iyalah ratuku yang paling cantik,"

Diiiihh...

"Apaan sih Ray," Amabel menoleh, memandang Ray serius.

"Iya, iya. Lo makan gih," Rayfan memberikan kotak makannya.

"Itu punya lo?"

Rayfan mengangguk.

"Buat lo, lo pasti telat makan tuh, jadi lo sakit. Apa jangan jangan lo belum makan sama sekali ya dari pagi?"

udah tau nanya lagi, Amabel memang belum makan sedari pagi.

"Ya belum lah, gimana mau makan, lo aja dateng kerumah gue waktu gue mau sarapan, tiba tiba lo ajak gue bareng,"

"Oh, iya gitu. Sekarang lo makan,"

"Enggak ah, takut gemuk,"

"What! Takut gemuk, ya ampun Bel badan lo itu kurus banget, kaya kurang gizi tau nggak,"

"Kurang gizi? Badan goal gini lo bilang kurang gizi, kurus, susah tau jaga berat badan,"

"Tapi lebih susah jaga hidup, Bel ayo makan demi keluarga lo dirumah, kalau nggak demi gue,"

"Tapi Ray-"

"Makan!" Tegas Rayfan sekali lagi.

"Iya gue makan tapi karena keluarga gue lo ya,"

"Iya buru! Gue suapin,"

What! Ray, gue udah gede bukan bocah.

Siapa bilang? Badan lo aja yang gede tapi aslinya lo itu bocah banget.
***





Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang