Pukul 19.00. Amabel bangun dari tidur cantiknya itu. Membuka matanya pelan. Serontak mengambil posisi duduk, terkejut seketika melihat ini bukan di sekolah ataupun kamarnya. Jelas saja penampilan kamar ini seperti bukan kamar seorang cewek tapi seperti kamar cowok. Dengan cat berdominan warna hitam dan putih.
Gue dimana?
Terdengar suara pintu terbuka, itu ternyata Rayfan yang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dengan tatapan yang dingin dan datar Ray menghampiri Amabel.
"Ray," Panggil Amabel, pelan. Rayfan menoleh, menatap Amabel puas, membelai pelan rambut amabel.
"Gue puas sama lo, Bel" sembari mengusap bibirnya yang lembab
"Puas? Apa maksud lo? gue ada dimana?"
"Lo ada di rumah gue,"
"What, dirumah lo!, apa ini kamar lo Ray?" Tanya Amabel, Amabel mulai panik.
Rayfan menggeleng, "bukan, ini kamar abang gue, yang sudah almarhum,"
Oh, tak mungkin dia berani, melakukan itu di kamarnya sendiri.
"Tadi maksudnya puas apa, lo jangan macam macam ya," Amabel mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan Ray.
"Apaan sih, orang gue puas sama pekerjaan matematika lo kok,"
"Serius, kok lo ngusap bibir lo gitu, tadi waktu bilang,"
"Oh tadi gue baru selesai makan malam, ya gue takut cemong aja, jadi gue ngusap bibir," jelas Rayfan. Sungguh sungguh, itu alasan yang benar.
"Oh,"
"Turun yuk, lo belum makan, lo harus makan!"
"Nggak ah, gue mau pulang,"
"Iya tapi lo makan dulu," kata Rayfan. Tiba tiba Amabel memegangi perutnya yang sakit,
"Aaww,"
"Tuh kan bener nanti lo sakit, lo harus makan dulu, biar perut lo gak sakit,"
"Gue mau pulang bukan makan, lagian ini jam berapa,"
"Jam 7 malam,"
"Malam? Gue mau pulang Ray, nanti orang tua gue cariin gue gimana," Amabel mencari cari alasan, sambil menahan sakit yang terus menerus.
"Enggak tuh, orang tua lo gak cariin lo, mereka aja gak nelfon lo atau mengirim pesan di ponsel lo," Rayfan memperlihatkan ponsel Amabel, di hadapanya. Memang tak ada satu komunikasipun dari orang tua Amabel, itu karena Rayfan sudah meminta izin untuk membawa sweat queen nya ke rumahnya.
"Ponsel gue, sini balikkin,"
"Eh," Rayfan menariknya kembali, disaat Amabel berusaha meraihnya.
Ya ampun, sekarang apa lagi...
"Lo harus makan dulu, baru gue kembaliin," ucap Ray, kembali mengantongi ponsel Amabel di sakunya.
"Bener ya habis makan, lo kembalin ponsel gue plus anterin gue pulang," ucap Amabel
"Iya,"
"Bener, janji. Nanti lo ph...,"
"Sstt...," Rayfan menutup bibir Amabel, dengan jari telunjuknya. "Gue bukan cowok seperti itu," ucapnya serius. Rayfan membawa Amabel turun, ke maja makan. Di bawah terlihat sepi, rapi, menawan. Ya gue tau dia juga orang kaya.
"Lo duduk di sini aja dulu,"
"Lo mau kemana Ray,"
"Bentar," Ray pergi menuju dapur. Kembali membawa makanan, yang terlihat spesial, mungkin.
"Apa itu Ray?"
"Makanan buat lo, spesial nasi goreng," sudah gue duga.
"Gak ah, pedes"
"Siapa bilang, gue tau lo nggak suka pedas, jadi gue buat nasi goreng ini nggak pedas,"
"Lo tau dari mana gue nggak suka pedas," Amabel meraih piring itu, mulai menyantapnya.
"Bibir lo aja terasa manis," jawab Ray, lirih. Tapi cukup terdengar jelas di telinga Amabel. Tak sengaja Ambel tersedak.
Amabel terbatuk batuk. Batuk yang cantik. Rayfan yang sedari tadi menatap Amabel, membantu menepuk nepuk punggung Amabel.
"Piiss, pis, ini minum,"
"Apaan sih gue bukan bocah," Amabel membersihkan mulutnya dengan tisu.
"Tadi maksud lo bibir gue manis apa hah!" Ucap amabel. Rayfan memandang jari telunjuknya, yang terkena bibir Amabel yang lembut itu, waktu membuat Ambel terdiam. Lalu menjilatinya, menghisapnya.
"Apaan sih Ray, jijik tau gak," Amabel beranjak dari tempat duduk, berniat pergi.
"Bel!"
"Ada apa ini, kenapa sayang," tiba tiba mama Rayfan datang, bak hantu yang menampakkan wujudnya.
"Enggak mah, gak-papa, biasa" ucap Ray santai, langkah Amabel terhenti. Amabel berjalan menuju mama Ray, menunduk, lalu bersalaman.
"Maaf tante kalau saya buat keributan,"
"Nggak masalah sayang, jaga baik baik ya hubungan kalian," mama Ray mengusap rambuat Amabel, sayang.
Amabel bloon, hubungan?
"Hubungan apa tante?" Tanya Amabel polos"Loh, kalian pacaran bukan," kata kata itu tak habis membuat Amabel berfikir. Amabel menoleh, memandang Rayfan yang duduk di meja makan sembari menunjukkan pose dua jarinnya.
Oh jadi Rayfan bilang ke orang tuanya kalau gue pacarnya, kita liat aja, gue akan ikuti permainan lo Ray, sampai kapan lo betah sama gue. Hanya permainan
"Ya udah tante pergi dulu,"
"Kemana mah,"
"Ke butik baju!" Seru tante, lalu pergi.
Amabel kembali menuju meja makan, kembali meneguk air yang tersisa.
"Ayo anterin gue pulang,"
"Nggak di habisin makananya,"
"Nggak ah, buat lo aja, lo suka mulut gue yang maniskan, anggap aja ciuman tidak langsung," Amabel menyampirkan tasnya.
Apaan sih bel, jijik, batin Ray.
Sudah Amabel bilang, permainan ini sudah di mulai. Rayfan beranjak dari tempat duduknya. Menuju teras bersama Amabel, menaiki mobil Hitamnya.
"Mau gue pasangin sabuknya," Amabel menawarkan itu. Rayfan yang mendengarnya, membulatkan matanya.
Dia terlalu manis, aku takkan kuat untuk adegan itu, batin Rayfan
"Nggak, gue bisa sendiri," jawab Rayfan tegas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Goodbye
Teen FictionCinta memang butuh pengorbana, Butuh kepastian, Butuh dukungan, dan yang paling penting dari cinta itu sendiri adalah bagaimana kita menjaganya dengan baik. Jangan sampai terluka, katanya. Semesta mengajarkan aku bahwa dia adalah masa laluku yang ba...