1

36.3K 4.2K 389
                                    

"Permisi! Kami butuh obat!" seru seorang pria sambil menarik gerobak kayu.

Gerobak kayu itu sudah lapuk, biasanya mereka menggunakannya untuk mengangkut jerami kering dan menjualnya untuk bertahan hidup. Di dalam gerobak itu, seorang wanita terbaring dengan lemas. Juga ada seorang anak kecil yang menatap ibunya dengan cemas, karena sang Ibu tidak kunjung menjawab panggilannya.

"Ibu ... Ibu baik-baik saja?"

Ibunya masih sama seperti sebelumnya, tidak bisa memberikan anggukan atau gelengan. Tubuh wanita itu menggigil, di tengah siang bolong seperti ini. Suami dan putrinya bahkan sudah dibasahi keringat karena berlari terburu-buru menuju tempat berobat yang seharusnya sudah dibuka, namun tidak ada tenda kain ataupun baskom untuk meramu.

Pria itu melepaskan pegangan pada gerobak, lalu mengetuk pintu kayu dengan tergesa-gesa.

Seorang wanita keluar dari rumah mewahnya—kenyataan bahwa hanya rumah merekalah yang paling layak dan besar di antara pemukiman lusuh ini—wanita itu berdengus, "Ada apa ini?"

"Di mana Tabib Zuan?" tanya pria itu dengan napas terputus-putus.

"Oh, suamiku? Dia mendapat undangan ke Istana Cahaya," jawabnya dengan angkuh.

"Lalu siapa yang akan menggantikannya? Istriku sedang sakit keras," ucap pria itu menahan geraman, apalagi saat melihat Nyonya Zuan sama sekali tidak terlihat peduli.

"Memangnya hal apa yang bisa kulakukan untukmu, Tuan Shin?" tanyanya lagi, dengan nada tidak bersalah, "Suamiku sedang di Istana Cahaya, berbincang dengan Raja Matahari, kalau raja menobatkannya menjadi tabib istana, mungkin kami sekeluarga akan pindah ke sana. Jadi, mulailah belajar untuk tidak bergantung kepada keluarga kami."

"Kau—"

"Mengapa kau tidak menyuruh putrimu untuk mencari tanaman herbal di hutan? Selagi aku masih berbaik hati bersedia menunjukkan tanaman herbal yang mana."

"Ryena masih kecil! Tidak mungkin aku membiarkannya ke hutan sendirian!"

Gadis itu--Ryena--sudah tidak kuat dengan perdebatan antara ayahnya dan juga Nyonya Zuan yang memang terkenal pelit itu, padahal suaminya sangat ramah dan baik hati. Semua orang yang ada di desa pastilah juga menyayangkan Tuan Zuan yang bijaksana bisa menikah dengan wanita iblis sepertinya.

"Yang mana?" tanya Ryena sembari menghampiri mereka.

Nyonya Zuan tersenyum miring, lalu masuk kembali ke rumahnya dan mengeluarkan sebuah buku berisi banyak daun yang telah dikeringkan, catatan obat milik Tabib Zuan yang sering digunakannya setiap meramu.

Dibukanya halaman ke sekian dari buku itu, lalu menunjuk satu daun yang cukup mencolok, coklat tua dengan daun gelombang ombak di setiap sisinya.

"Ini mungkin bisa menyembuhkan istrimu, walaupun aku tidak tahu penyakitnya," ucapnya, langsung menutup buku.

"Di mana aku bisa menemukan daun ini?"

Nyonya Zuan langsung memberikan perlototan. "Apa-apaan anakmu ini, Tuan Shin?! Apa kau tidak mengajarinya tata krama?"

Ayah Ryena menoleh sejenak untuk memeriksa gerobak kayu di belakangnya, istrinya tampak baik-baik saja.

"Aku tidak merasa bahwa kata-kata yang Ryena ucapkan ada salahnya," bela ayahnya sambil menahan geram yang sebenarnya sudah menjalar sejak Nyonya Zuan keluar dari rumahnya dan menatap mereka dengan tatapan merendahkan dan tidak tertarik.

"Pakai 'saya'. Kau berbicara dengan orang yang lebih tua."

Ryena menatap ke mata Nyonya Zuan sejenak, lalu mengangguk pelan, membuat Nyonya Zuan mengangguk puas.

"Maafkan saya, Nenek Zuan," ucapnya sambil membungkukkan badan.

Nyonya Zuan langsung menoleh histeris ke arah Ryena yang kini menatapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Kenapa, Nek? Bukankah kita memang harus memanggil seseorang dengan sebutan Nenek, saat melihat wanita yang sangat tua?" tanyanya lagi.

"Panggil aku nyonya," ucap Nyonya Zuan buru-buru.

"Baiklah, Nek—eh maksud saya Nyonya."

Nyonya Zuan sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, langsunglah dia menutup pintunya dengan keras.

Ayah Ryena menatap datar ke arah putrinya, "Ryena, kau tidak boleh begitu."

"Habisnya, dia berlagak tinggi seolah-olah raja benar-benar akan menobatkan suaminya menjadi Tabib Istana," jawab Ryena sambil memutar bola matanya.

Ayah Ryena kini menatap ke arah istrinya yang masih berbaring dan menggigil. Tampaknya selimutnya tidak cukup untuk membuatnya tetap merasa hangat.

"Sekarang, Nyonya Zuan tidak mau membantu kita lagi," ucap ayahnya agak kecewa.

Ryena sebenarnya merasa bersalah, namun dia tidak ingin mengakuinya. Dia benar-benar tidak tahan dengan sikap istri dari Tabib Zuan yang sangat angkuh itu dan suka pamer itu. Apalagi kalau sampai menantang ayahnya seperti itu.

"Terpaksa kita bawa dulu ke Tabib Fue. Semoga saja mereka tidak meminta kita membayarnya dengan harga mahal."

Tabib Fue tidak sebaik hati Tabib Zuan. Dia senang menarifkan harga yang mahal untuk orang-orang yang ingin berobat kepadanya. Ryena ingat sekali, dulu saat ingin mengobati ibunya dan mereka membawanya ke Tabib Fue, tabib tak tahu malu itu mengatakan bahwa dia bersedia mengobati ibu Ryena hingga sembuh, asalkan Ryena bersedia menikah dengannya.

Ryena hampir saja memakinya, kalau saja Tabib Zuan tidak ada di sana dan menawarkan tawaran yang jauh lebih baik lagi daripada si Tabib Mesum itu. Tabib Fue sangat ingin meminang Ryena dan dia pasti pura-pura melupakan fakta bahwa Ryena hanya seorang gadis tiga belas tahun saat itu. Selisih dua puluh lima tahun! Hampir dua kali dari umur Ryena.

Menjijikkan!

Ryena menghela napas panjang lagi saat memikirkan bahwa Tabib Fue akan menawarkan hal yang sama lagi saat mereka datang nanti, "Apakah Dewi Penyembuh sedang tidur sekarang? Mengapa Ibu tidak cepat sembuh?"

Ayahnya sama sekali tidak menegur Ryena yang mengatakan hal seperti itu, karena sesungguhnya dia juga sedang ingin mengeluh kesah dengan nasib yang membeliti keluarga kecilnya.

"Kalau begitu kau kembali saja, biar ayah yang bawa ibu ke Tabib Fue," ucap ayahnya pada akhirnya.

Ryena mengangguk patuh karena sejujurnya dia juga tidak ingin melihat senyuman mesum dari Tabib Fue. Tidak, terima kasih. Ryena jelas lebih memilih tidak makan selama seharian daripada harus bertemu dengannya.

"Aku akan mencari kayu bakar atau tanaman layak makan," sahut Ryena.

"Hati-hati, jangan sampai kau memakan tanaman beracun." Ayahnya mengingatkan.

Ryena mengangguk lagi, lalu dia dan ayahnya berpisah dia dua jalan yang berlawanan. Ayahnya kembali menarik gerobak kayu, sedangkan Ryena berjalan sambil menjinjing keranjang dengan anyaman bambu untuk membawa kayu bakarnya nanti.

Sedikit pun, Ryena tidak mencurigai bahwa ada yang tengah mengawasinya dari atas langit.

Tbc

5 Juli 2018

a/n

Anggap aja aku istirahat selama empat hari wkwkk. Makasih sudah mau menunggu.

Chapter satu di sini basicly hanya untuk memperkenalkan karakter Ryena dan keluarganya.

Apakah vibenya berbeda dengan vibe cerita sebelumnya?

Iya, soalnya gara-gara pergantian vibe ini, aku jadi bingung harus mulai cerita ZEMBLANITY dari mana, dan untungnya aku sudah menemukan opsi jejak yang lumayan bagus. Dengan menceritakan dari sisi ini, aku mencegah chapter cerita ini semakin banyak.

Semoga setelah ini bisa lancar, yaaa.

Cindyana🐳

ZEMBLANITY - The Kingdom of Light [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang