Aku mencarimu. Bahkan untuk saat ini aku sendiri tak percaya bahwa kau ada didepanku. Menatapku. Tersenyum dan menggemgam tanganku.
Are you
Real?— (Y/n)
☁
Tahun ketiga. Tak ada perkembangan sama sekali. Aku merasa lelah kini. Tapi aku tak mau berhenti. Mencari seseorang yang menggantikanmu.
Kau. Terkutuklah engkau. Karena aku masih belum melupakanmu. Apakah melupakan sesusah ini? Lalu mengapa aku selalu melupakan istilah-istilah dibidang kuliah ku?
Namja terkutuk itu menghilang dan meninggalkanku begitu saja. Bagaimana mungkin?
Tiga tahun berlalu dengan cepat dan kenangan itu masih terasa nyata
"(Y/n), kau fokuslah. Atau nilaimu akan turun lagi"
"Nde Saem"
Sudah 3 kali aku ditegur oleh dosenku hari ini. Aku menghela nafas kesal lalu mulai membaca buku materiku. Terfokus pada pelajaran dan pendidikanku, masih terbesit dirinya.
Lorong universitas ini sangat sesak dengan manusia. Memang ini jam istirahat, ada pula ini jam pulang mereka. Aku menggemgam buku cetakku dan mulai melewati beberapa orang itu.
Aku tak berniat untuk pulang, mengingat aku ada skripsi yang harus ku selesaikan, aku berjalan menuju perpustakaan. Begitu masuk, aku mencari beberapa buku yang menjadi referensi ku dan duduk di salah satu meja itu.
Aku mengeluarkan laptopku dengan beberapa stiker tidak jelas yang tertempel dan memulai aktivitasku.
Aku mulai membaca buku-buku itu dan mulai mengetiknya."Kau sedang membuat skripsimu (Y/n)"
"Iya, kenapa?" Aku menjawab tampa menatap seseorang yang bertanya kepadanya.
"Kau tidak ada waktu untuk segelas teh atau kopi?"
"Hm? Mungkin bisa. Maukah kau menunggu... "
Aku menatap dia. Namja yang sedari tadi berbicara
"sepuluh"
Dia tersenyum manis kepadaku. Senyuman yang membuat jantungku sangat tak karuan.
"menit"
☁
"Bagaimana kabarmu?"
"Biasa" aku meminum cappuccino ku berusaha menghilangkan gugupku.
"Bagaimana dengan mu, Sungwoon-ssi?"
"Ah, aku merasa sangat senang bisa bertemu denganmu" kau tersenyum kecut menatapnya. Sementara dia tersenyum sumringah.
"Kenapa kau menemuiku? Bukankah kau sudah bertunangan?" Aku tak berniat untuk menatapnya. Antara kecewa, sakit hati, dan marah bercampur aduk.
"Aku tidak pernah bertunangan dengan siapapun (y/n). Berhenti omong kosong"
Aku smirk, lalu menatapnya. Untuk kedua kalinya aku berani menatap matanya. Wajahnya tak banyak berubah. Semakin tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WannaOne IMAGINE
FanfictionTidak semua imajinasi itu tak berguna. Hanya saja terkadang seseorang menghancurkan imajinasi. Bagaimana jika kau bertemu dengan orang yang mendukung imajinasi mu? (Open Req)