Aku yang sial
Atau kau yang sangat
Beruntung?–(Y/n)
"Ma, aku sudah bilang aku tak mau dijodohkan. Apa lagi jika dia" Kau menggerutu kepada eomma mu yang sedari tadi duduk sambil membaca majalah langganannya tanpa menatapmu.
"Kau sudah wajib menikah. Kau bahkan tidak punya pacar. Dokter terbaik, terkenal dan terpaten tidak punya pacar? " Eomma mu menutup majalah itu dan melemparnya keatas meja lalu menyandarkan bahunya.
"Kau berjanji ketika kau berumur 20 tahun kau akan menikah diumur 25, ingat?"
"Aku tau, tapi eomma, aku saja belum punya-"
"Kau sudah punya semuanya tapi tidak dengan pasangan hidup" kau menghela nafas kesal kepada orangtua mu ini
"Oh, ayolah eomma. Aku dan dia sudah berakhir" Kau berjalan menjauh dari eomma mu yang sedari tadi selalu berdebat dengan mu. Kau memasuki kamarmu dan menutup pintu dengan kasar. Kau melempar jas doktermu diatas kasur dan kau langsung masuk ke dalam kamar mandi, bertujuan untuk membersihkan diri dan mungkin membersihkan dari keputusan orangtuamu itu.
Dengan sebal kau menyalakan air, menampungnya di bathtub.
"Kita pergi jam 8" Teriak eomma mu dari luar. Dan kau dengan wajah sebal memasukkan bathboom dan mulai berendam.Kau hanyut dalam pikiranmu
"Kenapa harus dia? Bukankah ini menjatuhkan harga diriku? Oh ayolah kau seorang dokter hebat. Kau juga seorang Choi mengapa kau sangat tidak beruntung (y/n)?!" Kau merutuki dirimu sendiri di pikiranmu. Cukup lama kau berendam hingga akhirnya kau berinisiatif untuk bersiap.Kau membuka pintu closet mu. "Aku memang orang sial" Kau dengan malas meraih gaun yang sudah disiapkan. Itu bukan gaun yang terbilang jelek. Hanya saja bagimu itu sangat menunjukkan tubuhmu, dan kau benci itu. Setelah memakainya, kaupun dengan terpaksa juga harus berdanda. Mempoles wajah dan bibir, mencatok rambut dan sedikit menghiasnya. "Jika tidak karena nama keluarga, aku hanya akan pergi menggunakan sweater dan celana jeans ku" Kau berkata pada dirimu sendiri ketika kau memandangi dirimu di cermin fullbody. Setelah merasa kau siap, kaupun keluar dari kamar.
"Kemungkinan kalian akan pergi sendiri setelah kalian bertemu" Kau hanya berdeham dan berjalan kearah mobil. Kau merasa hal aneh. Kau tau bahwa kau masih menyukainya, itulah mengapa kau sangat membencinya, kau mengingatnya kembali
Aku berlari kearahnya, dia langsung menoleh kearahku lalu diam ditempat. Aku langsung memelukknya sebelum aku menyapanya.
"Hai, bagaimana kelasnya tadi linie?" Dia tersenyum tipis lalu menampilkan ekspresi berfikir
"Menurutmu bagaimana?" Dia mencubit pipiku dan kau menatapnya kesal. Dia berjalan mendahuluimu dan kaupun mengikutinya.
"(Y/n) noona, aku harus bicara. Bagaimana jika kita ke cafe?" Aku menatapnya bingung lalu menyetujui sarannya. Dia, Lai Guanlin. Adik kelasku dan juga pacarku. Mungkin kami berbeda 2 tahun tapi aku tau persis bahwa dia selalu bersikap dewasa dan juga manja disaat yang tepat denganku. Hubungan kami sudah berjalan 8 bulan dan aku sedikit merasa cemas dengan apa yang akan dia bicarakan nantinya. Aku duduk di seberangnya kini dan dia tampak sedang memilih menu.
"Kentang goreng dan cappucino dingin,kau?" Aku sedikit terkejut dan langsung memesan asal. Setelah pelayan itu pergi, dia mulai menatapmu serius, dan akupun semakin cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WannaOne IMAGINE
FanfictionTidak semua imajinasi itu tak berguna. Hanya saja terkadang seseorang menghancurkan imajinasi. Bagaimana jika kau bertemu dengan orang yang mendukung imajinasi mu? (Open Req)