🍯Woojin

76 12 0
                                    

Mataku, Nafasku, Hatiku

menginginkan mu.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Annyeong, namaku (y/n). Aku berharap kita berteman dengan baik"

"Ah, nde.. annyeong (y/n)" Balasku canggung. 

"Kenapa kau duduk sendiri? Kau anak baru juga?" Aku menoleh sambil menunjukkan senyum terpaksaku.

"Aniya~ Aku memang tak punya chairmate sebelumnya" Aku kemudian kembali menoleh kedepan

"Wah.. Senangnya! Aku juga. Sepertinya kita punya nasibnya sama. Oh iya namamu siapa?" Anak perempuan ini terlalu ceria untuk berada di dekatku.

"Woojin"
"Ah.. Woojin kau merasa terganggu dengan keberadaanku?" Aku menoleh cepat lalu menggeleng

"Gwenchana.. Aku hanya tidak terlalu terbiasa mempunyai chairmate perempuan" Anak perempuan itu memiringkan kepalanya.

"Aigoo woojin-ah Kau tak perlu gugup. Kita harus berteman baik ne?! Arrachi?" Anak perempuan itu menunjukkan jari kelingkingnya. Aku dengan perlahan juga mengaitkan jari kelingking ku padanya.

Untuk pertama kalinya, aku merasakan hal baru begitu mengenalmu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

4 bulan tak terasa. Semenjak awal kedatangan (y/n) ia sudah terbilang menjadi anak yang populer. Wataknya yang ramah, ceria dan rendah hati membuat dia menjadi lebih bersinar. Wajahnya cantik tidak seperti tipikal perempuan korea yang cipit, matanya bulat dan hal yang paling kusuka darinya adalah pipinya.

Ketika semua orang berlomba membuat agar pipinya tirus dan mata yang bulat (y/n) akan berkata "Kau itu cantik dengan caramu bukan dengan cara orang lain tau" Dan aku juga suka sifat pedulinya.

Misalnya pagi ini. Seperti biasa, aku datang kesekolah dengan hoodie dan earphoneku. Aku bukan tergolong anak yang populer dan pintar. Menurutku itu hal yang berlebihan. Tapi aku sendiri tak tahu kenapa harus terjebak didalam pertemanan orang populer pertama di sekolahku.

"Woojin!! " Aku menoleh kebelakang ku. Perempuan itu berlari lalu memelukku dari belakang.

"Selamat pagi!! " Dia menyapaku sambil ngos-ngosan kemudian melepaskan pelukannya. Aku hanya berjalan biasa menuju kelasku.

"Ya! Kau tidak mau menyapaku?!" Suara itu sekarang terdengar marah. Aku suka melihatnya marah. Pipinya semakin terlihat lucu.

Begitu aku memasuki kelas akupun menatapnya "Pagi juga (y/n)" Mendengar itu ia langsung tersenyum gembira dan duduk disebelahku.

"Kau sudah sarapan woojin?" Aku yang menenggelamkan wajahku hanya menggeleng "Wae?"

"Euh.. Aku.. Aku membuat bekal. Kau tau? Ibuku menyuruhku membawa bekal. Kau mau memakannya dengan ku?" Aku menoleh kearahnya sementara dia menggaruk tengkuk lehernya. Biasanya dia hanya akan memberikan cemilan dari beberapa fansnya, sedikit aneh.

"Ya tentu saja. Ayo makan. Dan aku harap itu tidak kau racuni" Dia memukulku aku kemudian terkekeh. Lalu ia mengeluarkan kotak bekalnya dan juga sendok sumpit nya. Kelas masih sangat sepi jadi aku bisa bertingkah sesukaku.

"Ayo makan. Aku baru belajar memasak dan aku butuh jurinya" Aku memicingkan mataku.

"Jadi aku kelinci percobaan eoh?" Dia terkekeh

"Aniya woojin.. Aku sayang kepadamu karena itu aku membuatkan nya untukmu"

Aku merasa senang dan sedih disaat bersamaan. Entah seharusnya aku senang dia memperlakukan ku seperti ini atau aku seharusnya sedih karena aku hanya sebatas teman baginya.

WannaOne IMAGINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang