Pembodohan itu
Kebohongan itu
Hanya demimu"(Y/n)? Apa kau yakin?" Aku menoleh kearahnya sambil tergelak. "Aigoo. Ya! Aku ini lee (y/n) . Kenapa harus takut?" Aku kemudian mulai memanjat pohon yang berada di depanku.
Aku sudah berada di atas dan mulai mengecek kebawah. "Ayo pergi Bang Ch-" Aku terdiam menatap seseorang yang tengah menangkap basahku.
"Turun. Sekarang"
"Kau sudah kubilang untuk tidak bolos kan?! Apa kau tak bisa berada di sekolah? Tak bosankah kau bolos?" Aku menunduk mendengar omelan laki-laki itu.
"Ya.. Lagi pula.. Aku tak suka de-"
"Dengan siapa? Kau hanya tak suka belajar. Mau jadi apa kau nanti?"Aku terbelalak mendengar ucapan abangku itu. "Ya! Jika kau hanya mau membuat hatiku sakit memang lebih baik aku tak pernah lahir" Aku berdiri dari tempat ku dan pergi keluar.
"Ha! Dasar namja. Apa semua akan selalu bersikap seperti itu padaku?! Ah kau 임마!!" aku mengomel sepanjang perjalanan menuju kelas
Yang tadi memarahiku itu adalah... Sebut saja sepupu. Karena aku tak mau memiliki seorang "oppa" yang seperti dia.
"Hei jangan seperti itu. Dia bermaksud baik melakukan itu. Apa kau mau dimarahi lagi oleh nenekmu?" Aku mengendus kesal mendengar nasihat baejin.
"Aku saja tak peduli dengan omelan nenek. Kenapa harus dia peduli?" Baejin menggeleng mendengar ucapanku. Lalu duduk didepanku.
"Jangan kekanakan (y/n) dia baik. Aku yakin" Aku berdecak dan menoleh kearah pintu. Terlihat dia bertanya dengan teman sekelasku. Aku memalingkan wajahku tidak melihat dia
"Hai daehwi. Bagaimana patrolinya?" Aku membuat wajah kesal begitu mendengar basa basi baejin kepada daehwi.
"Tak ada yang spesial. Oh iya, bisa aku bicara dengan (y/n) sebentar?" Baejin langsung bangkit dan pergi. Aku sangat tidak berniat untuk menatapnya. Daehwi menghela nafas melihat tingkahku.
"Maaf. Tapi aku harus menjagamu" Aku menoleh kearahnya sambil membuat ekspresi muak. "Aku tak peduli jika harus berurusan dengan nenek. Kenapa kau harus peduli?" Aku berdecak kesal lalu keluar dari kelas. Kali ini tujuan utamaku adalah perpustakaan. Tempat paling strategis untuk membolos. Aku juga tak peduli dengan panggilannya sedari tadi.
Begitu aku sampai dan mencari tempat bersembunyi, aku langsung saja mengomel. "Apa yang ada dipikirannya. Apa dia pikir aku istrinya yang akan menuruti perintah nya? " aku langsung menenggelamkan kepalaku bertumpu dengan lenganku. Aku menghela nafas "kenapa aku harus menyukai sepupuku?" Aku kemudian menutup mataku "Anehnya kenapa harus daehwi?" dan aku terhanyut dalam tidurku.
Aku menggeliat. Entah mengapa rasanya sangat nyaman. Tunggu. Akukan di perpustakaan. Bagaimana mungkin kursi perpustakaan bisa senyaman ini? Apa aku masih bermimpi?
Aku membuka mataku. Hal pertama yang kulihat adalah wajah damai daehwi. Aku terdiam sambil mengamati wajah itu. Kenapa harus daehwi (y/n)? Aku kemudian menyentuh pipi anak itu pelan. Tidak bermaksud membangunkannya. Entah kenapa aku memeluk erat tubuh itu.
"Daehwi, aku minta maaf. Aku tau aku sangat kasar padamu. Apa lagi karenaku kau menjadi sangat repot" Aku semakin mempererat pelukanku padanya dan menenggelamkan wajahku di lehernya. "Aku hanya berusaha menghilangkan perasaanku denganmu karena kau akan menikah." Aku terkekeh miris "Aku bahkan tidak tau siapa calonmu. Karena itu aku harus merelakanmu" aku merasa sesak dengar penuturanku sendiri.
"(y/n)" Aku terbisu dan mematung sambil melonggarkan pelukkanku. Daehwi kini membalas pelukanku. "Kau tak perlu minta maaf. Aku tau kau akan kesal. Tapi aku melakukan itu bukan hanya sekedar perintah nenek" Dia menarik ku lebih keatas. Membuat wajahku langsung bertemu wajahnya. "Aku melakukan nya demi mu" Aku terdiam menatap matanya.
"Kau mendengar semua perkataanku daehwi. " Aku langsung memeluk lehernya menutupi wajah merahku. "Iya aku tau. Tapi (y/n) aku adalah suamimu" Aku kembali terdiam
"Itu tidak lucu daehwi" Daehwi menjauhkanku. Dan menatap dalam mataku. Aku tak melihat kebohongan darinya. "Aku tidak bercanda. Aku suamimu" Aku hanya diam.
"Tapi kalian berbohong. Kau berbohong padaku. Kau bilang kau hanya sepupuku! Bibi bilang kalian menemuiku karena kau akan menikah jadi aku harus datang. Kenapa harus bohong sih?!" Aku memukulnya pelan sambil terus mengoceh.
"Itu permintaanku" Dia menahan lalu menarik tanganku membuatku berhenti memukulinya lalu menaruh lenganku dipinggangnya. Aku langsung terdiam dan menatap matanya yang sedari tadi menatapku penuh arti.
"Aku ingin mengejarmu sebagai seorang kekasih, bukan sebagai sepupu" Aku merasa sangat tersanjung tapi juga malu. Dengan sigap aku menoleh mengalihkan pemandanganku tapi lagi-lagi daehwi menarik daguku menatapnya.
"Aku tidak memaksa kau mencintaiku tapi kumohon, biarkan aku mencoba membuatmu jatuh padaku" Aku menunduk kembali menutupi wajah maluku.
"Kau tak perlu mencoba lagi daehwi" Aku memberanikan diri menatapnya lalu menunjukkan senyum terbaikku kemudian mengacak rambutnya pelan. "Kau sudah berhasil sejak dulu" Aku kemudian tertawa melihat rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh pelan lalu menarikku kepelukkannya.
"Maaf berbohong padamu. Semua pembodohan dan kebohongan itu hanya demimu"
*꿑*
KAMU SEDANG MEMBACA
WannaOne IMAGINE
FanfictionTidak semua imajinasi itu tak berguna. Hanya saja terkadang seseorang menghancurkan imajinasi. Bagaimana jika kau bertemu dengan orang yang mendukung imajinasi mu? (Open Req)