"YA!" Kau meneriaki namja yang sedari tadi berlari sambil membawa sebelah sepatu dan juga dasimu. Namja itu berlari sambil tertawa. Kau mengendus kesal lalu berhenti berlari. Dia yang melihatku berhenti berlari juga ikutan berhenti berlari
"Jika kau ingin sepatuku" Aku melepaskan pasangan sepatuku yang lain "Ini. Ambil! Aku tak butuh!" Aku melemparnya kearah Namja itu dan dia tampak terkejut dengan sikapku yang tak biasanya marah.
Aku dengan kesal melangkah ke rooftop dan menangis disitu. "Apa sih yang salah dengan dia? Aku memang tak seharusnya mengatakan bahwa aku menyukainya" Aku melepaskan kaus kakiku dan sekarang kakiku benar-benar tak tertutupi apa-apa. Aku menghela nafas sebelum akhirnya aku mulai beranjak dari rooftop. Ketika aku berjalan menelusuri lorong, tak sedikit orang yang berbisik atau bahkan hanya menatapku kasihan. Aku tak menanggapi hal itu. Dengan langkah tanpa beban, aku berjalan menuju kelasku
"Dimana sepatumu Nona Hyo (Y/n)?" Aku mengendus sebal karena guru itu sangat sengaja menanyakan hal tak penting itu. Aku menatapnya kesal lalu menatap pelakunya
"Guanlin lagi?" Kini semua orang menatap sang empunya nama. Orang tersebut hanya menampakkan wajah polos. Entah mengapa aku sangat kesal padanya hari ini.
Beruntungnya, guru mengadakan rapat sehingga kami mendapat "free class" dan yang kulakukan hanya mendengar musik dan menenggelamkan wajahmu ditanganku. Aku tak memperdulikan kakiku yang sekarang sudah kram karena dingin. Aku menoleh begitu aku merasa jika ada seseorang menggoyang bahuku
Kulepas earphoneku dan menatapnya jengah "Apa?" dia masih menatapku polos "Kau kenapa?" Aku menghela nafas kesal lalu berdiri "Aku ingin ke uks saja. Disini aku bisa darah tinggi" Aku meninggalkan kelas tanpa mengucapkan apapun kepada siapapun.
"(Y/n), aku bingung dengan mu yang menyukai namja sepertinya" Hwachan berkata begitu aku sudah berbaring dikasur uks. Aku menutupi wajahku dengan tanganku
"Aku juga berpikir seperti itu chan-ah" aku berkata kepadanya sambil menutup mataku. Dia tidak menjawabnya. Hwachan adalah dokter kecil di sekolahku. Dia sebenarnya bukan bagian inti dari pengurus uks hanya saja ini adalah jadwal nya untuk berjaga.
"Eh, aku ke kelas dulu ya. Katanya saem sudah masuk" Aku hanya menjawabnya berdeham lalu menutup mataku lagi. Cukup lama aku menutup mataku hingga aku merasakan hawa dingin di pipi kiriku.
"Kakimu tak apa?" Aku menatapnya bingung lalu mengangguk dan dia memberikan satu botol minuman dingin. Aku menerimanya dan menatapnya bingung.
"Ada apa? Pergi sana. Aku mau tidur" Aku meletakkan minuman itu di atas meja dekat kasur lalu menatapnya was-was. Dia menatapku polos
"Kau marah? Aku tak bermaksud seperti itu"
"Sebaiknya kau kembali ke kelas. Aku akan tidur" Aku kembali menutup mataku tanpa memperdulikannya. Aku tak mendengar suatu pergerakan darinya. Lalu aku membuka mataku untuk mengintipnya."Kau menunggu ku kan?" Aku berbalik menyembunyikan wajah maluku. "Pergi"
"Oh ayolah.. Aku tau kau menungguku. Bagaimana jika kita pergi?" Aku menghela nafas gusar. Lalu kembali menutup mataku. "Baiklah.. Aku pergi tapi aku janji akan kembali" Dia kemudian mengelus kepalaku lalu pergi.
Aku langsung duduk tegak dan pergi dari ruangan itu. Aku berjalan menuju toilet. Setelah memastikan toiletnya kosong aku langsung mencuci tanganku. Lalu menatap diriku sendiri di cermin. Wajah merah ku tercermin jelas. Aku kemudian menggengkan kepalaku lalu memutar kran air itu. Ku basuh wajahku, berupaya agar wajahku terlihat seperti biasanya.
"Lai Freakin' Guanlin. Who are you?" Aku kemudian kembali menatap cerminanku. Wajahku yang semula sudah terlihat normal kini kembali merona. "Dang (Y/N) what is wrong with you?" Aku kemudian mengeringkan wajahku, memperbaiki rambutku lalu keluar dari toilet itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WannaOne IMAGINE
Hayran KurguTidak semua imajinasi itu tak berguna. Hanya saja terkadang seseorang menghancurkan imajinasi. Bagaimana jika kau bertemu dengan orang yang mendukung imajinasi mu? (Open Req)