• TPM|20 •

11.7K 490 26
                                    

Axel meminta kedua putranya untuk duduk bersama diruang keluarga. Dirinya tidak bisa membiarkan, Daevon. Terus membenci Davren. Ia tahu kebencian yang ada pada diri, Daevon. Semuanya penyebab dirinya dulu di masalalu. Ia ingin kedua putranya kembali akur dan bersama layaknya seorang kakak dan adik. Bukan seperti orang yang sedang bermusuhan. Mereka kembar tetapi entah mengapa kedua putranya berbeda dari orang kembar lainnya.

Axel menghela nafas kasar, kepalanya terasa pening melihat ketidak akuran kedua putranya. "Mau sampai kapan kau membenci, Davren?!" tanya Axel.

"Sampai aku mati!" jawab Daevon menatap Davren tanpa berkedip. "Dengar Dad, aku kesini untuk meminta fasilitasku kembali."

"Dia kakakmu, kembaranmu! Kenapa kau membencinya?"

"Bukankah semuanya karena Daddy? Aku membenci dia juga karena Dad mengatakan kepadaku bahwa dia yang sudah mendorongku?" Daevon tersenyum sinis. "Dad juga yang mengatakan kepadaku saat itu, bahwa dia pergi meninggalkan rumah setelah mendorongku!"

Axel terdiam apa yang dikatakan oleh, Daevon. Memang benar dulu ia pernah mengatakan bahwa Davrenlah yang sudah mendorongnya lalu pergi entah kemana. Kebencian yang ada pada Daevon, memang karena kesalahannya dulu.

Valya yang mendengar perkataan, Daevon. Terkejut dirinya tidak pernah mengetahui apa yang pernah dikatakan oleh Axel dulu saat pertama kali, Daevon. Tersadar dari kritisnya.

"Tapi itu kejadian sudah lama. Apa kau masih ingin terus membenci kakakmu? Sampai kapan Heh?!"

"Sampai aku lelah membencinya!"

"Kau dan kakakmu itu kembar, apa kau tidak bisa merasakan apa yang kakakmu rasakan? Itu semua sudah berlalu."

"Aku tahu itu semua sudah berlalu. Tapi rasa sakit di hatiku belum berlalu!" ucap Daevon berdiri, sebelum pergi matanya sempat melihat kearah Davren. Sampai akhirnya Daevon meninggalkan ruangan.

Daevon memilih kedapur untuk mengambil air agar hatinya tenang. Jujur saja sejak tadi duduk berhadapan dengan, Davren. Membuat hatinya gelisah tidak tenang. Entah karena apa.

Daevon menungkan air dingin kedalam gelas saat berbalik ia bertemu dengan, Vebby. Gadis cantik yang pertama kali di lihat olehnya.

"Kau sedang apa?!" tanya Vebby kikuk.

"Tidak lihat heh? Apa kau buta?!" tanya Daevon balik. "Tidak lihat aku mengambil minum!"

Vebby menelan salivanya dengan susah payah. "I-iya a-aku li-lihat!"

"Lalu untuk apa kau bertanya?!" Daevon menatap Vebby dari atas hingga kebawah kaki gadis itu.

"Ada apa?!"

"Apa kau benar istrinya dia?" tanya Daevon. "Jika memang benar dimana anak kalian?!"

"A-anak?!"

"Ya anak! Kalian pasti mempunyai anak bukan?!" Daevon tersenyum sinis. "Terkecuali kalian belum menikah!"

"Ki-kita me-memang belum menikah,"

"Benarkah? Lalu untuk apa kau ada disini jika kau dan dia belum menikah?" Daevon kembali tersenyum, tepatnya senyum mengejek. "Apa kau tinggal bersama dengan dia?"

Vebby terdiam lidahnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan pria dihadapannya.

"Kau diam? Apa kau hanya simpanan disini? Atau----" ucapan Daevon terhenti saat tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung karena seseorang memukulnya.

BUGH!!

"Davren?!" pekik Vebby membekap mulutnya karena terkejut.

Davren menarik kerah baju Daevon membuat adiknya berdiri menghadap kearahnya. "Saya sudah menahannya sejak tadi, menahan agar tidak memukul wajahmu." ucap Davren. "Tapi kau menguji saya, membuat saya tidak lagi bisa menahannya!"

The Perfect Match [SUDAH DI BUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang