Selesai menaruh kotak obat dan air hangat. Vebby kembali keruang tengah dimana Davren berada. Dari jarak beberapa meter saja ia dapat melihat Davren yang meneteskan air mata. Dan untuk kedua kalinya dia melihat Davren menangis.
Vebby berjalan pelan tanpa aba-aba dirinya langsung memeluk tubuh kekar Davren dari belakang, membuat sang pemilik tubuh kaget.
"Kenapa menangis?!" tanya Vebby pelan.
Davren buru-buru menyerka air matanya, ia memutar tubuhnya agar menghadap kekasihnya. "Siapa yang menangis, Hm?" tanya Davren balik, tangannya terulur menyelipkan helaian rambut ke telinga Vebby. "Kamu cantik,"
Vebby menatap lekat manik mata Davren, tetapi pria itu justru mengalihkan pandangannya kearah lain. Enggan menatap mata Vebby.
"Tatap aku, Davren."
"Tidak perlu menatap kamu, karena tanpa menatap kamupun aku tahu seberapa cantiknya kamu,"
"Davren. Please look at my eyes."
Davren menggeleng kuat tetap enggan menatap mata Vebby. "Tidak sayang,"
Vebby melepaskan pelukannya, tangannya terulur menangkup kedua pipi Davren yang di tumbuhi oleh bulu-bulu halus.
"Dengar. Menangis adalah suatu hal yang wajar disaat seseorang sedang merasakan titik kelemahannya." kata Vebby lembut. "Menangislah, jangan di tahan apalagi di tutupi."
Davren perlahan menoleh menatap kekasihnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku----"
Vebby menutup mulut Davren, kepalanya menggeleng. "Jangan bicara. Menangislah agar hatimu tenang! Lalu setelah itu cerita kepadaku, atau kalau tidak kepada keluargamu." potong Vebby cepat.
Davren menarik Vebby kedalam pelukannya dengan kedua tangan yang masih ada di mulutnya. Ia menangis pelan didalam tubuh mungil kekasihnya.
Davren menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Vebby, ia menghirup wangi vanilla yang membuatnya nyaman jika berada di pelukan Vebby. Cukup lama ia menangis sampai akhirnya dia melepaskan pelukannya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, yang aku tahu hidup aku dipenuhi oleh masalah-masalah yang selalu hadir." ucap Davren. "Aku ingin seperti orang-orang, yang tidak memiliki banyak masalah."
"Kau tahu, Davren. Setiap orang pasti memiliki masalah. Hanya saja cara mereka menghadapi masalah berbeda,"
"Tapi masalah aku beda sayang, masalah aku dimana-dimana. Disaat masalah yang satu belum selesai, masalah baru datang." Davren berucap frustasi.
"Davren----"
"Aku ingin masalah aku selesai, aku ingin hidup bahagia. Aku lelah dengan masalah yang ada." sela Davren lirih, perlahan ia terjatuh. "Aku lelah."
Vebby menyerka air matanya buru-buru saat menetes, dia berjongkok di hadapan Davren. "Tidak ada masalah yang tidak bisa di selesaikan, Davren. Semua masalah pasti ada jalannya."
"Jalan apa?" teriak Davren. "Apa masih ada jalan disaat keluarga aku berada di hujung tanduk, Hm?"
Vebby terlonjak kaget dengan teriakan Davren dan dengan perkataan yang baru saja di ucapkan oleh Davren.
"Kenapa diam? Kamu bilang ada jalan bukan? Kalau begitu beritahu aku, jalan apa yang harus aku lakukan." sambung Davren mengguncang bahu Vebby.
"A-aku ti-tidak ta-tahu."
Davren tertawa hambar. "Kamu bahkan tidak tahu jalan apakan,"
Vebby terdiam tubuhnya terjatuh duduk. Di hadapannya ada orang yang ia cintai dengan keadaan yang begitu kacau. Tanpa di minta air matanya menetes.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Match [SUDAH DI BUKUKAN]
Romance• DON'T COPY PASTE • My Stories REAL My Imagination!!!! .. Menjadi penerus di perusahaan Axel X Company bukanlah hal yang mudah terlebih satu persatu musuh dari sang Daddy bermunculan ingin membalaskan dendam. Davren, pria yang murah senyum menjadi...