PART. 11 - THE BRIBE

39.4K 2.9K 131
                                    

Since many of you were asking about Uncle Liam, here it is!

Happy reading. 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Dasar cowok aneh! rutuk Chelsea untuk kesekian kalinya. Sisa hari itu dihabiskan Chelsea untuk merasa dongkol dan kesal karena sikap Liam yang sangat keterlaluan. Tidak ingin berpikir, tapi semakin dipikirkan, dan menjadi tidak habis pikir atas sikap pria tua yang tidak tahu berterima kasih.

Sama seperti halnya dirinya memasak untuk para pekerja baik di resto atau rumah perkebunan itu, dia hanya ingin berbagi dan memberi sedikit kebahagiaan bagi yang menerima. Sesederhana itu. Tapi Liam? Niat baiknya dianggap sebagai tindakan ikut campur dalam urusan pribadi. Shit! Chelsea kembali menggeram sambil mencengkeram kuat setir kemudinya saat mobil sudah memasuki area perkebunan.

Masih berusaha untuk menenangkan diri dan berdamai dengan keadaan sejak Liam menginginkan ketenangan yang membuatnya hampir gila, kejadian siang tadi membuatnya bertambah geram dan tidak terima dengan tindakan Liam yang sudah semakin parah. Rasanya ucapan Tiffany tentang kakaknya yang memiliki kebaikan adalah salah besar, sebab sampai hari ini, Chelsea tidak bisa melihat sekecil apapun kebaikan yang dimaksud tapi kejahatan yang dilakukan tidak terhitung malah.

"Bu, makanannya mau diapain?" tanya Marsih dengan senyuman lebar padanya setelah Chelsea menaruh dua buah paperbag berisi makanan di atas meja pantry.

Terbiasa untuk membawa sesuatu di setiap pulang kerja, Chelsea menyempatkan diri untuk membeli pizza di rest area. Dia berpikir untuk membagikannya kepada para pekerja yang bekerja di sore hari karena pulang lebih awal.

"Dibagikan ke orang yang kerja shift sore aja," jawab Chelsea kemudian.

"Baik, Bu, nanti saya bagiin," balas Marsih senang.

Chelsea mengangguk. "Saya naik dulu, sebentar lagi mau berenang."

"Saya siapin handuk di bangku kolam ya, Bu."

Chelsea kembali mengangguk sebagai respon sambil berjalan untuk menaiki tangga menuju kamarnya. Sudah menempati rumah itu selama sebulan, tidak membuat Chelsea merasa seperti di rumahnya sendiri. Dia selalu berpikir jika dirinya hanya tinggal sementara dan akan segera keluar dari rumah itu.

Tersenyum miris, Chelsea membuka pintu kamar dengan perasaan tidak menentu oleh karena pikiran skeptisnya. Suasana rumah itu begitu sunyi dan terlalu tenang yang selalu membuatnya tidak nyaman. Bukan termasuk orang yang menyukai keramaian, tapi Chelsea tidak bisa berada di lingkungan yang terasa seperti tidak ada kehidupan.

Bahkan, untuk memiliki hubungan sosial yang normal dengan mengobrol apa saja atau bertukar cerita dengan para pekerja seolah kejahatan yang tidak boleh dilakukan olehnya. Chelsea tidak merasa hidup selama sebulan ini, yang dilakukannya adalah menjalani hidupnya sehari demi sehari. Itu saja.

Dirinya yang berusaha untuk berdamai, tapi Liam yang selalu berusaha untuk membuat peperangan. Hal itu membuatnya lelah dan memilih untuk menjauhinya sebagai jalan terbaik bagi ketenangan diri di saat masih belum menerima kenyataan bahwa sudah menikah dengan pria dingin itu.

Tentang kencan seminggu sekali pun hanya dilakukan satu kali saat piknik di tengah danau. Karena sejak saat itu, baik Liam dan Chelsea saling menarik diri. Chelsea yang pergi bekerja atau mengunjungi Claire, sementara Liam yang pergi entah kemana dan baru kembali tengah malam.

Enggan untuk meratapi nasibnya, juga menolak untuk menangisi hidupnya, Chelsea menggelengkan kepala sambil melepaskan pakaiannya untuk berganti pakaian renang. Setidaknya, Chelsea mengalihkan perhatian dengan melakukan hobi lamanya yaitu berenang.

UNWANTED BRIDE (REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang