Sheliu lagi ngegas banget be lyke... 🤣
Ciyeeee yang hepi kek yang nulis.
Halu itu emang enak ya.
Pas balik ke kenyataan, langsung mual.
😌😌😌😌🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Sesuai dengan yang diinginkan, Chelsea menarik napas dan mengembuskannya dengan perasaan yang cukup senang. Pemandangan indah, udara yang segar, danau yang tenang, juga berdiri di atas rerumputan dengan bertelanjang kaki. Sungguh, kesemuanya itu adalah kesukaannya dalam mengeksplorasi, meski teman pikniknya bukanlah orang yang menyenangkan.
Liam yang menginginkan ketenangan benar-benar seperti patung berjalan. Tidak ada pembicaraan, tidak ada musik yang menyertai mereka di dalam mobil, meski Chelsea bersikeras untuk naik sepeda tapi Liam menolak mentah-mentah dan hanya memberi respon dingin lewat wajahnya yang tidak pernah ramah.
Meski demikian, rasa dongkol Chelsea menguap begitu saja saat sudah tiba di tepi danau, dimana sepertinya area itu masih menjadi bagian dari rumah perkebunan Liam karena tidak adanya orang lain selain mereka berdua. Sementara itu, terlihat perbatasan dari area danau dengan hutan yang masih terlihat oleh Chelsea dari posisinya berdiri.
"Kamu suka alam?" tanya Liam dengan nada malas.
Chelsea menoleh dan mendapati Liam sudah berdiri disebelahnya sambil menatap sekeliling dengan sorot mata tajam, berbanding terbalik dengan Chelsea yang antusias.
"Yes," jawab Chelsea dan Liam pun menoleh padanya.
"Anak muda kayak kamu suka beginian," ujarnya dengan nada mengejek.
"I'm an old soul, Uncle," sindir Chelsea ketus. "Anggap aja poin lebih buat kamu karena ada keseimbangan antara om-om dengan anak muda."
"I'm not sugar daddy," balas Liam dengan nada tidak terima.
"And I'm not sugar baby," tambah Chelsea santai. "I'm just a poor girl who got stuck with you."
Tidak ingin melanjutkan perdebatan karena sepertinya Liam akan membalas, Chelsea segera berbalik untuk mengambil keperluan piknik yang sudah tersedia dan segera mempersiapkannya. Dia melebarkan alas kain bermotif kotak-kotak merah sebagai alas duduk, meletakkan keranjang rotan yang berisikan makanan, lalu mengeluarkannya untuk disajikan selagi hangat.
"Tangannya masih sakit?" tanya Liam sambil duduk di sisi kosong yang sudah beralaskan kain.
"Nggak usah pake tanya, kalau mau bantu, ya bantu aja," jawab Chelsea sambil melirik judes pada Liam tanpa berhenti melakukan apa yang dilakukannya.
Kedua tangan diperban dan dibebat begitu kuat oleh Liam, seolah pria itu pernah memenangkan piagam dalam melakukan pertolongan pertama di sekolahnya dulu. Begitu apik, bahkan Chelsea tidak merasakan sakit meski terkadang ada sedikit rasa nyeri tapi itu tidak seberapa.
"Aku tanya untuk mastiin kalau kamu butuh bantuan. Kalau memang nggak, ya udah, lanjutin aja sendiri," ujar Liam santai dan sukses membuat Chelsea kembali merasa dongkol.
Seolah tidak mempedulikan dirinya, Liam menaruh dua tangan ke belakang sebagai penyangga tubuh sambil berselonjoran untuk melihat sekitarnya dalam diam. Tidak ada yang bisa dilakukan Chelsea selain mengumpat dalam hati sambil menyiapkan makanan dengan banyaknya pikiran yang memenuhi isi kepala.
Chelsea menyukai kehidupan. Dia selalu memiliki semangat baru saat membuka matanya di pagi hari, dan tidak menyukai kalau malam tiba di saat dia harus menutup mata. Ada begitu banyak yang harus dilakukan, juga begitu banyak yang harus direncanakan. Seolah-olah waktu tidak cukup untuk dirinya menyelesaikan sesuatu yang ingin dikerjakan. Dan dengan pribadinya yang seperti saat ini, hal yang paling sulit dipahami dirinya adalah bahwa Liam adalah orang yang tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNWANTED BRIDE (REVISION)
RomanceThis is Liam's story: "Kita sama-sama merasa sial dan dipaksa, yang artinya kita berdua nggak setuju dengan pernikahan hari ini. Jadi, kita bisa kerja sama untuk kabur sekarang!" ucap Chelsea dengan penuh penekanan. Pria itu tersenyum sinis sambil m...