LIMA BELAS

1.3K 70 16
                                    

Aruna menunggu dengan cemas di depan ruang operasi, wajahnya penuh dengan penyesalan.

Ferdi menepuk bahu Aruna.

"Sorry baru kesini ..." ucap Ferdi

Aruna mengangguk lemah.

Ketika mendengar kabar tentang Dinda, semua kakak Aruna segera datang ke rumah sakit.

"Sorry juga, mungkin kalau waktu itu Lo ngga ngurusin masalah Gue, ngga akan terjadi seperti ini." Sesal Ferdi.

Aruna terdiam, suasana menjadi hening.

"Bukan salah Lo A, udah jalannya begini. Mungkin setelah ini Gue bakal belajar jadi suami yang lebih bertanggung jawab, ada penyesalan di hati Gue, tapi semua itu udah ngga berguna lagi."

Ferdi mengusap punggung Aruna.

"Mama marah?"

Aruna mengangguk sambil melirik Mamanya yang terlihat cemas mondar-mandir di depan pintu.

Akhirnya pintu ruang operasi terbuka, dua orang perawat mendorong bed beroda, Dinda masih tertidur akibat obat bius.

Aruna menghampiri dokter yang turut keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana dok?"

"Alhamdulillah semuanya lancar tanpa hambatan, seharusnya pasien sudah sadar, mungkin masih ada efek dari obat bius. Oh iya pasien tidak boleh diberikan makan dan minum dulu sampai dua jam ya!"

"Baik Dok, terimakasih."

Aruna dan yang lainnya mengekor perawat yang menuju ruang perawatan Dinda.

***

"Makan dulu, Una!" Kata Papa.

"Nanti aja, Pa. Una mau nungguin Dinda sampe bangun."

"Biar Papa dan Mama yang jagain Dinda, kamu makan dulu sana! Dari semalem kamu belum makan kan?"

"Jangan keras kepala Una!" Kata Mama dengan nada datar.

Aruna masih memperhatikan wajah Dinda dan mengelus kepalanya dengan sayang.

Mama tidak bisa membiarkan ini, Mama segera keluar ruangan.

"Ma, mau kemana?" Tanya Papa.

Tak ada jawaban dari Mama, sepertinya Mama memang benar-benar sedang kesal pada Aruna. Papa pun mengejar Mama.

Bola mata Dinda tiba-tiba bergerak, Aruna mengerjap-kerjapkan matanya apakah barusan Ia baru saja berhalusinasi?

"Hmmh ..." terdengar erangan dari Dinda.

Senyum Aruna merekah.

"Dinda ... sayang ... kamu udah sadar?"

Dinda mulai membuka matanya. Ia tersenyum ketika pertama kali membuka mata, yang Ia lihat adalah sosok yang Ia rindukan.

Aruna tersenyum haru, diciuminya Dinda tanpa henti.

"I really miss you, honey ..." Aruna mendekatkan wajahnya pada wajah Dinda, berusaha meyakinkan bahwa Dinda benar-benar ada dihadapannya.

Seketika senyuman Aruna memudar ketika mengingat bahwa Dinda telah keguguran. Apa yang harus Ia katakan pada Dinda? Apakah Dinda akan kembali depresi ketika mengetahui apa yang terjadi padanya.

"Mas Aku haus."

Aruna tersadar dari lamunannya, dan segera mengambilkan minum untuk Dinda.

"Hayuk, bangun dulu!" Aruna menolong Dinda untuk duduk.

ADINDA (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang