TIGA

1.1K 58 4
                                    


"Dulu kita pernah ketemu di TSM, Mbak pernah nolongin anak Saya yang waktu itu hilang." Ucapnya.

Dinda terkejut, "Mamanya Maudy?"

"Iya betul, Mbak. Saya Aisyah."

Dinda memaksa untuk tersenyum ramah dan menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Oh iya apa kabar?" Sapa Dinda.

"Alhamdulillah baik, Mbak." Kata Aisyah sambil menyalami Dinda dan Livi.

"Ikut duduk disini Mbak." Kata Livi.

Aisyah tersenyum sambil menggeser kursi untuk Ia duduki.

"Maudy-nya ngga ikut?" Tanya Dinda.

"Ikut, tadi lagi beli es krim di depan sana sama Papanya, bentar lagi juga nyusul kesini." Jawab Aisyah.

Papanya? Berarti Ardo?

Dinda masih belum siap untuk bertemu Ardo, Ia masih muak dengan ketidakjujuran Ardo.

Bagaimana pun caranya, Ia harus segera meninggalkan tempat ini sebelum Ardo datang, Dinda melihat piring Livi hampir kosong, sisa suapan terakhir.

"Mbak, maaf bukannya ngga mau ngobrol lama-lama, tapi kita tadi udah keburu pesan taksi, barusan supir taksinya chat katanya udah di depan."

Livi mengernyitkan dahi.

"Wah sayang banget ya, padahal Maudy sering banget nanyain Mbak. Katanya pengen ketemu lagi sama Kakak yang nolongin Dia tempo hari."

"Salam aja deh buat Maudy, kasian juga supirnya kalau mesti di cancel.

Aisyah mengangguk tanda setuju. "Oh iya, kalau boleh tau namanya siapa Mbak dan kalau boleh, saya mau minta nomor handphonenya?"

Dinda kaget.

"Oh, nama saya Livi. Saya minta nomor Mbak aja, nanti Saya hubungi duluan." Ucap Dinda berbohong.

"Oh boleh." Aisyah pun mulai menyebutkan nomor ponselnya

Sementara itu Livi melotot Dinda berbohong menggunakan namanya.

Setelah berpamitan, Dinda pun segera meninggalkan mall tersebut dan Livi hanya mengekor keheranan.

"Ngapain bohong segala sih, Din?" Tanya Livi ketika mereka sampai di mobil Livi.

"Sorry deh Liv, Gue ngga mau Dia tau identitas asli Gue, Gue nggak mau berurusan lagi sama mereka." Jawab Dinda sambil menggunakan seat belt.

"Mereka? Maksud Lo?"

"Jadi Gue pernah nolongin anaknya, dan ternyata Dia itu anaknya mantan Gue?"

"Serius Lo?"

Dinda mengangguk, "Gue tau itu belom lama ini, Gue ngga mau ketemu sama mantan Gue itu, rasanya udah muak sama semua yang dia tutup-tutupin ke Gue."

"Wait, maksud Lo, Lo pernah selingkuh dari Aruna? Secara Lo kan udah pacaran lama sama Aruna."

"Hampir."

"Ceritain ke Gue!"

"Waktu itu Gue lagi gamang, Aruna keukeuh nyuruh Gue resign, padahal waktu itu Gue lagi naik jabatan, dan secara tiba-tiba keluarga Aruna datang ngelamar Gue, waktu itu Gue belum siap untuk menikah dan meninggalkan semua yang udah Gue raih."

"Lalu?"

"Ya Gue minta break. Dan pada saat bersamaan, Ardo mantan Gue waktu SMA dimutasi dari kantor cabang ke kantor Gue, Kita jadi deket lagi. Sampai akhirnya Gue tau yang sebenernya." Ucap Dinda sambil menghela nafas, rasanya Ia menyesal, sempat menyia-nyiakan Aruna dan berharap lebih kepada Ardo, masa lalunya.

"Oh, Gue inget! Ardo yang dulu tiba-tiba ninggalin Lo itu kan?" Tebak Livi.

Dinda mengangguk.

"Oke Gue ngerti. Jadi sekarang Kita mau kemana?"

"Langsung pulang aja, udah hampir malem. Laki Gue nyuruh pulang sebelum malem."

"Iya-iya deh yang udah punya laki." Nyinyir Livi.

"Sirik? Makanya buruan nyusul." Ledek Dinda.

"Eh, ngeledek Lo! Mau nyusul gimana? Cowok aja ngga punya."

Dinda terkekeh melihat ekspresi Livi.

***

Pukul delapan malam, Aruna belum juga pulang ke rumah. Dinda mengambil ponselnya bermaksud untuk menelepon Aruna.

"Halo sayang, sudah di rumah?" Tanya Aruna lewat teleponnya.

"Harusnya Aku yang tanya, Kamu kenapa belum sampai rumah juga?" Jawab Dinda ketus.

"Aku lagi di jalan, Sayang... Ini mau pulang ke rumah."

Dinda terdiam.

"Tunggu Aku ya! Nanti Aku beliin Kamu makanan." Rajuk Aruna.

"Ya udah, hati-hati di jalan ya!"

"Iya."

Telepon terputus.

Dinda segera ke dapur untuk menghangatkan makan malam.

***

"Siapa? Dinda?" Tanya Hana yang tengah duduk di samping pengemudi.

"Iya." Jawab Aruna.

"Kenapa?"

"Nanyain Gue lagi dimana?"

Hana tersenyum kecut, "protektif banget. Baru juga jam segini udah ditanya-tanyain."

"Maklum lah, Han... pengenten baru." Goda Aruna.

"Ihh." Hana mencibir.

"Lo mau turun dimana? Gue anter ke kost atau di depan gang aja?" Tanya Aruna.

"Temenin Gue makan dulu, Ar."

"Ngga ah, Gue harus cepet pulang."

"Bentaran doang kok, di tenda pecel ayam sana."

"Ya udah Gue turunin Lo disana aja ya, Gue langsung cabut."

"Lo ikut turun, kan lumayan jauh dari kostan Gue, nanti anterin pulang."

"Dibungkus aja kalo gitu." Ucap Aruna.

"Ngga!"

Aruna menoleh sejenak kepada Hana. "Oke, sebentar aja ya"

Hana mengangguk senang.

***

Terdengar suara mobil memasuki garasi rumah, Dinda menengok kearah jendela. Benar saja, suaminya baru pulang.

"Dinda!" Aruna memanggil dari lantai bawah.

Dinda memilih untuk berbaring di tempat tidur dan menyelimuti seluruh tubuhnya.

Aruna membuka pintu kamar, Ia mendekati Dinda.

"Sayang..." Aruna mengelus kepala Dinda dari balik selimut.

Dinda tidak bergeming.

"Aku bawa nasi pecel nih."

Tidak ada jawaban.

Aruna beranjak dari duduknya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Di balik selimut Dinda terdiam, meneteskan bulir air matanya, Ia merasa kesal karena hampir tengah malam begini Aruna baru pulang.

Bersambung...

Nah loh Dinda marah!

ADINDA (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang