DUA BELAS

981 60 14
                                    

Aruna melangkah masuk ke dalam kafe, sudah hampir dua pekan Ia tak mengunjungi kafe, bahkan Ia pun tidak mengetahui bagaimana perkembangan bisnisnya, Aruna beralasan akan merawat Dinda di rumah, nyatanya hanya beberapa hari saja Ia sanggup berdiam diri di rumah, hari-hari berikutnya Ia habiskan berkumpul dengan teman-temannya.

Tiba-tiba Ia merasa bersalah.

"Aruna!"

Aruna kaget dan tersadar dari lamunannya.

"Kenapa Lo bengong depan pintu masuk? Ngehalangin customer mau masuk tau!"

Aruna segera menyingkir.

"Kemarin Lo ke rumah?"

"Iya, Lo nya ngga ada." Jawab Hana.

"Ada apa?"

"Masuk dulu!" Ajak Hana

Mereka pun berjalan beriringan menuju back office.

Hana memberikan sebuah amplop cokelat.

"Sorry segelnya udah Gue buka. Gue cuma mau mastiin dokumennya penting atau ngga. Kalau ngga penting-penting amat juga Gue ngga akan nyusulin Lo ke rumah."

Aruna membuka amplop tersebut dan mulai membacanya.

"Ada masalah apa Lo sama Ardi Group? Kok bisa-bisanya dia ngga memperpanjang kontrak kerja samanya sama kita?"

Aruna masih serius membaca isi dokumen tersebut.

"Ar..."

Aruna meremas kertas yang baru saja dibacanya. Kenapa masalahnya makin bertambah. Apa salahnya?

***

Mbok Jum selalu mengajak Dinda ngobrol, walau tak ada tanggapan dari Dinda.

"Mau makan siang dulu, nduk?"

Dinda mengangguk.

Simbok terperangah, Ia senang Dinda bereaksi.

"Simbok bikin cah taoge sama pepes ikan, Simbok ambilin ya nduk ..."

Lagi-lagi Dinda mengangguk. Refleks Simbok memeluk Dinda senang.

Dengan segera, Ia mengambilkan Dinda makanan dan segelas air putih kemudian Simbok menyuapi Dinda.

Sepiring nasi beserta lauknya telah Dinda habiskan, Simbok senang. Biasanya Dinda tak pernah menghabiskan makanannya.

"Jalan-jalan yuk nduk! Bosan kan di rumah terus."

Tak ada reaksi dari Dinda.

Simbok mengambil kursi roda yang disimpan dengan rapi di sisi lemari pakaian, kemudian Ia segera mengendong Dinda dan mendudukannya di kursi roda.

Di depan tangga, Simbok kembali menggendong Dinda, membantunya untuk turun ke bawah.

"Mbok!" Aruna yang baru pulang kaget melihat Simbok menggendong Dinda.

"Den ... Simbok mau bawa Non Dinda keluar nyari angin."

"Sini biar Saya yang gendong."

Aruna pun mengambil alih Dinda, digendongnya istri yang begitu Ia rindukan. Melihat wajah Dinda, Aruna pun iba dan merasa bersalah karena akhir-akhir ini Ia terkesan cuek.

Simbok mengekor Aruna sambil membawa kursi roda.

Langkah Simbok terhenti ketika Ia melihat Hana yang tengah berdiri mematung melihat Aruna dengan sayangnya menggendong Dinda.

"Sore Bi..." sapa Hana.

Simbok mengangguk sopan, "panggil Simbok saja Non ..."

"Oh iya deh Simbok."

ADINDA (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang