TUJUH BELAS

643 53 14
                                    

Dinda menonton TV di kamar, setiap pagi ia memang rutin menyaksikan acara berita di channel favoritnya-CTV.

Aruna menggeliat di atas kasur, menandakan ia baru saja terbangun dari tidurnya.

"Volume suaranya bisa dikecilin gak sih, Yang? Aku masih ngantuk." Aruna menutup kepalanya dengan bantal.

"Abis salat Subuh gak baik kalau tidur lagi."

"Dispensasi deh buat ini."

Dinda menyerah, ia mengambil remot TV dan mengecilkan volume suara.

Jadi reporter berita gini, asyik juga kali ya?

Dinda tersenyum membayangkan dirinya menjadi seorang reporter.

Nada dering telepon terdengar sayup-sayup dari laci meja. Dinda merangkak untuk mengambilnya, dan ternyata ponsel Aruna yang berdering.

"Mas, ada telepon."

"Siapa?" tanya Aruna dengan suara serak.

"Hana."

Aruna langsung meraih ponselnya dari sang istri.

"Kenapa, Han? Pagi-pagi gini udah telepon.

Dinda tak mendengar apa yang dikatakan Hana, karena setelah menyapa adik angkatnya itu, Aruna pergi keluar kamar.

Ia pun tak ingin dipusingkan dengan sikap Aruna yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya, ia pun kembali fokus untuk menonton televisi.

Setelah beberapa lama, Aruna kembali memasuki kamar dengan membawa handuk yang disampirkan di bahunya.

"Yank, bikinin aku sarapan ya! Aku mesti pergi ke kafe, ada urusan mendadak," ucap Aruna.

"Pergi sekarang? Bukannya jadwal ketemu kliennya nanti siang?"

"Iya, jam tujuh aku mesti ke kafe dulu, siangnya baru ketemu klien. Masih sempet kan?" tanya Aruna ketika di dalam kamar mandi.

Dinda melihat jam dinding, ternyata baru pukul setengah enam.

"Iya, mau sarapan apa?"

"Apa aja yang penting cepet."

Dengan segera Dinda turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur.

Sesampainya di dapur, Dinda membuka kulkas dan ia pun mengambil dua butir telur, susu cair, butter, wortel dan daun bawang. Dengan cekatan, ia memotong sayuran, mencampur telur dan susu, kemudian mengaduk semua bahan menjadi satu. Dipanaskannya wajan anti lengket dan ditambahkan satu sendok makan butter hingga meleleh, lalu menuangkan adonan di dalam mangkuk ke dalam wajan.

"Wanginya enak," komentar Aruna yang masih berpakaian santai sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

"Spesial aku buatnya, untuk suamiku yang buru-buru pergi, padahal tadi disuruh bangun malah males-malesan," sindir Dinda.

Aruna mengelus punggung Dinda. "Urusan kerjaan, Yang, mana bisa aku tolak."

"Jadi kalau aku, bisa kamu tolak, Mas? Oke, fine."

"Tamu bulanan." Aruna menjentikan jarinya. Dinda memang bisa berubah jutek kalau sedang dapat siklus haidnya.

Dinda tertawa, untungnya Aruna tak mengambil hati dengan sikapnya.

"Kamu baru aja pulang kemarin, sekarang udah harus pergi lagi. Aku tebak, pasti pulang malem." Dinda meletakan piring ke meja makan, kemudian ia kembali ke dapur untuk membuatkan Aruna teh.

"Belum tau, tapi aku usahain pulang cepet."

"Tadi Hana emang bilang apa? Dia kayak sekretaris pribadi kamu ya," kata Dinda.

"Bisa dibilang begitu, dia yang handle kalau urusan sama orang luar, kayaknya aku juga harus nyari orang buat jadi penanggung jawab di kafe. Soalnya Hana kan keluar terus sama aku."

Dinda mengangguk, mencoba memaklumi.

"Kamu mau ngapain?" tanya Aruna sambil menyuap omelet buatan istrinya.

"Nggak ada. Di rumah, nonton, tidur, makan, kayaknya lama-lama aku bakal gendut."

"Bagus dong."

"Bagus apanya? Aku kecil begini aja kamu sering keluar, gimana kalau gendut," ucap Dinda sambil minum air putih.

"Kalau gendut, tandanya kamu bahagia. Nggak kekurangan suatu apapun."

Dinda memanyunkan bibirnya.

"Lagian, kenapa kamu nggak ikut aja sama aku?" tawar Aruna.

"Nggak. Tau sendiri kan sikap Hana ke aku?"

Aruna tersenyum getir. Entah kenapa Hana memang kurang bersahabat dengan Dinda, apa karena dulu ia punya perasaan kepada Aruna?

"Ya udah, lagian nanti kalau ikut kamu juga bete kan? Aku bakal nggak fokus sama kamu."

Dinda mengangguk pasrah.

"Ya sudah, aku mandi dulu. Mas jangan dulu pergi."

Aruna mengangguk sambil mengacak rambut istrinya.

***

"Jadi, bagaimana, Mas Aruna? Apa untuk kontraknya sesuau?"

"Ya, Pak. Sesuai ekspektasi saya. Mungkin, untuk menu makanannya harus saya perbanyak dan disesuaikan dengan selera orang kantoran ya, Pak Fabian."

"Iya, Mas. Mungkin sesuatu yang cepat, lezat dan mengenyangkan."

"Saya setuju!" Kata Aruna.

Hana mengetikan semua inti dari pembicaraan keduanya dalam tabletnya, sesekali ia melirik gadis yang mendampingi kliennya. Berusaha mengawasi agar sekretaris cantik itu tak mencuri pandang kepada kakaknya.

"Untuk rincian biayanya sudah ada di dalam proposal," kata Pak Fabian, "Ay, tolong proposalnya."

"Ah, iya, Pak."

Aruna menerima sebuah map yang berisikan beberapa lembar kertas yang berisikan pejanjian kerjasama antara sebuah perusahaan retail dengan kafe miliknya. Rencananya, kafe Aruna akan buka di lantai dasar kantor tersebut. Tentu saja target pasarnya adalah karyawan perusahaan.

"Terima kasih, Pak Fabian. Senang bekerja sama dengan anda."

Setelah bersalaman, Aruna dan Hana pun pergi dari kantor berlantai tiga belas itu.

"Gue anterin ke kafe ya," kata Aruna sambil menghidupkan mesin mobilnya.

"Oke. Oh iya, lusa ulang tahun Papa kan? Lo mau pulang ke Bogor?" tanya Hana.

"Iya, rencananya sih begitu. Papa mau kumpul keluarga, katanya mau merayakan usianya yang ke-75 tahun."

"Dinda ikut?"

"Ya, iyalah. Masa gue tinggal."

"Ya, kali aja dianya gak mau."

"Kenapa harus gak mau?" tanya Aruna heran.

"Gue aja males sebenernya sih acara keluarga gitu. Pasti ditanyain kapan nikah."

"Terus apa hubungannya sama Dinda?"

"Ya, maksud gue, Dinda pasti juga banyak yang nanyain kapan hamil kan?" ucap Hana.

Aruna terdiam, pernikahannya sudah berjalan lebih dari satu tahun dan setelah keguguran ketika kecelakaan pesawat waktu itu, Dinda belum hamil lagi. Aruna menggeleng, Dinda pasti berbesar hati untuk menghadapi pertanyaan seperti itu.

Bersambung ....

Dikit aja ya😅
Komen dan votenya jangan lupa, biar semangat ngetiknya 😄

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADINDA (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang