TIGA BELAS

968 49 10
                                    

"... sudah mau magrib, kita pulang ya nduk..." Simbok bangkit, namun tiba-tiba tangan Dinda menahannya, Simbok terperangah.

"M... Mbok..." Dinda memanggil lemah.

"Nduk ... alhamdulillah yaa Allah ..." Simbok memeluk Dinda erat.

Dinda memaksa tersenyum, walau sulit.

"A ... Aruna Mbok ... Mmm Mas Aruna, Aku Kkangen Di... a ..." ucap Dinda terbata. "Ppingin ... kett ...temmu ..."

Simbok segera membawa Dinda pulang, Ia tidak sabar memberitahukan kabar bahagia ini kepada Aruna.

Namun Simbok dan Dinda harus kecewa, karena di garasi, mobil Aruna sudah tidak terparkir, menandakan Aruna sedang pergi.

***

"Mau dianter ke kafe atau mau pulang langsung?" Tanya Aruna sambil serius mengemudikan mobilnya.

"Di kafe aja, kerjaan Gue belom kelar." Jawab Hana.

Ponsel Aruna berdering.

Aruna menepikan mobilnya.

"Halo Shel, kenapa?" SapaAruna.

"Ketemu? Kapan? Oh bisa... Sejam lagi Gue kesana, di tempat biasa ya ..."

Telepon terputus.

"Siapa?" Tanya Hana.

"Bukan siapa-siapa." Aruna menjawab singkat.

Hana mengerutkan keningnya, shel? Seperti panggilan nama perempuan. Selidik Hana.

Mereka pun sampai di depan kafe.

"Ya udah, cepet turun! Gue masih ada perlu."

Hana menatap Aruna tajam, kemudian melepas seat beltnya dan segera turun dari mobil Aruna.

Sedetik kemudian Aruna sudah melesat menjauh.

Hana menggelengkan kepalanya.

Ketika memasuki kafe, Yossy menghampiri Hana.

"Mbak, ada yang mau ketemu."

"Siapa?"

Yossy menunjuk ke arah coffee bar. Di sana sudah ada perempuan anggun dengan rambut tergerai, Ia melemparkan senyum kepada Hana, tentu saja bukan sebuah senyuman ramah.

Hana segera menghampiri tamunya yang Ia kenal sebagai teman baik Dinda.

"Ada apa? Lo kesini bukan karena ada urusan bisnis sama Gue kan? Gue ngga bisa lama-lama. Gue sibuk." Tanya Hana sinis.

Livi tertawa, "tentu bukan. Hmm ... sepertinya berkuasa sekali ya Anda ... memangnya Anda nyonya pemilik kafe ini? Hah!"

"Apa maksudnya? Maaf kalau Lo mau ngajak ribut, Lo salah orang! Karena Gue ngga pernah punya masalah sama orang."

"Oh ya? Sepertinya Anda ini ngga sadar diri ya, trouble maker!"

Alis Hana bertaut.

"Lo lagi mabuk atau salah orang? Ah! Gue tau, Lo gila?"

"Jangan sok kecakepan deh, Anda harusnya ngaca! Anda itu siapa? Udah syukur Lo bisa hidup layak, hidup enak, punya penghasilan pula! Sekarang ngelunjak Lo ya! Lagi belajar jadi bibit pelakor, hah!"

"Jangan sembarangan tuh mulut! Maksud Lo apa?"

Livi merogoh tasnya, kemudian Ia mengambil ponsel dan menunjukan sebuah foto kepada Hana.

"Liat ini! Dinda itu lagi sakit, tega Lo ya main belakang!"

"foto apa ini?" Hana masih tidak mengerti.

ADINDA (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang