Chapter - 28: Reasons Why

6.1K 1.1K 210
                                    

Alo, maaf saya baru unggah lagi karena sedang lumayan padat urusan kampusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alo, maaf saya baru unggah lagi karena sedang lumayan padat urusan kampusnya. Dan mungkin saya akan makin padat lagi ketika Agustus. Ada kegiatan KKN yang jelasnya mempersempit ruang waktu saya.

Biar saya punya jeda juga buat istirahat, saya naikin deh. Chapter 29 akan diunggah kalau chapter 28 udah 260 votes. Saya serius, ini supaya ada jeda buat sayanya saja. ☺ Semoga kalian bisa memahami. Lagian saya yakin ko kalian bisa patungan ngumpulin 260 votes dalam waktu kurang dari seminggu. Kalian mah keren. Kesayangan saya. Minta doanya ya supaya urusan saya bisa terselesaikan dengan lancar. 🙌

Selamat membaca ☺

*tidak perlu komentar tentang typo. Nanti saya akan patroli sendiri. ☺

***
🎻Louisa🎻

***
*Budayakan vote sebelum baca. Sementara kamu dibahagiakan oleh yang bikin cerita dengan unggahan chapter baru, caramu membahagiakan sudah cukup dengan ngasih bintang. Karena kamu tidak tahu apa yang sudah dikorbankan oleh kami untuk bisa mengunggah chapter baru.

10 Tahun Kemudian

"Kamu kapan pulangnya?" tanyaku. Ini kali ketiga aku meneleponnya.

Setelah menikah dan sekarang sedang hamil anak pertama, jujur aku merasa sangat perlu berada di sisinya setiap saat. Bahkan seperti lebih baik dia nggak usah kerja, di rumah saja, atau kerja dari rumah kalau bisa. Tapi dia juga punya tingkat kepanikan yang berlebih semenjak aku hamil. Dia semakin sigap mengangkat panggilan teleponku setiap saat.

"Aku udah di gerbang komplek. Kamu nggak lagi ngerasain sesuatu atau tanda-tanda mau lahiran, kan?"

"Emang acaranya udah selesai?" padahal aku hamilnya baru lima bulan. Mana ada lahiran.

"Kamu gimana sih?" keluhnya, "Tadi minta aku buru-buru pulang, giliran aku udah pulang kamunya malah bersikap seolah khawatir sama pekerjaanku. Kamu itu nggak tahu, ya? Telepon dari kamu itu bisa mengguncang jantungku dalam hitungan detik. Takut kamu lagi ngangkang di lantai mau lahiran, nggak ada orang, dan aku jadi calon ayah yang nggak bertanggung jawab gara-gara istrinya lahiran tanpa pendamping. Ya Allah, ngebayangin aja udah horor banget."

Aku tergelitik mendengar ocehannya, "Nggak, ih. Bawa apa?"

"Bawa apa?"

"Ih, kan aku pingin gulai yang di perempatan itu. Nggak jauh dari kantor kamu malahan, ihhh."

"Astaghfirullah!"

"Oke, pasti lupa! Aku nggak mau buka pintu. Tidur di luar, titik, pakai tanda seru!"

"Galak amat istriku."

THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang