Chapter - 25: Katakan Dan Dengarkan

4.7K 904 51
                                    

🎸Nafis🎸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎸Nafis🎸

“Masuk, Lou,” kata gue membuka pintu. Kami basah kuyup tak terelakkan.

Gue mempersilahkan Louisa duduk sebelum bergegas mencari Mbak Dini di dalam. Andaikan Louisa tahu ada risiko besar ketika gue mengajaknya ke rumah. Ini bukan tentang gue atau Louisa, tapi Ayah yang pasti bakal mengajukan banyak pertanyaan jika gue membawa temen cewek ke rumah. Tapi Ayah sudah kenal  Louisa, hanya saja, tentang Tante Wana yang gue tengarai ada kaitan besar dengan masa lalu Ayah, pasti akan lain lagi ceritanya. Gue belum yakin seratus persen tentang ini. Namun ada beberapa alasan yang membuat gue merasa yakin.

Dan gue membawa Louisa ke sini hanya ada dua tujuan; mencari titik jelas soal buku itu, dan menggali informasi sedalam-dalamnya tentang pacar gue.

“Mbak, saya ada temen di ruang tamu, tolong kasih dia handuk, ya?”

“Temennya Mas Nafis?”

Gue mengangguk, “Pokoknya kasih handuk saja.”

Beberapa saat kemudian setelah gue mengganti pakaian. Gue mencari sesuatu yang sekiranya bisa dipakai buat Louie. Ada satu sweater lama gue yang ukurannya sudah tidak pas lagi, tapi sepertinya pas buat dia. Ketika gue hendak menuruni tangga, gue mendapati Louie baru saja keluar dari arah dapur bersama Mbak Dini. Ternyata dia sudah dipinjami kaos ganti. Gue bimbang antara melanjutkan langkah atau mengurungkan niat. Ternyata gue lebih memilih mengurungkan niat dan berbalik. Tetapi lima langkah berjalan, ada sesuatu yang menggerakkan gue untuk meneruskan ke arah tangga dan meminjamkan sweater itu. Dia membutuhkan ini.

“Sepertinya muat,” kata gue mengulurkan sweater itu dan memilih duduk di kursi yang berbeda.

Tidak menjawab, tapi lekas memakainya dan itu PAS sekali untuknya. Warna cokelat muda tanpa cindung.

“Atau kamu perlu sesuatu yang lain?”
Dia menggeleng. Dan, ya, gue hanya mengangguk. Lalu, “aku ke atas sebentar. Mau ambil, buku itu.”

Lagi-lagi, mungkin kamu bisa menebaknya,  dia mengangguk dan memasukkan kedua tangannya ke saku sweater.

Sebelum menanjaki tangga, gue pergi ke dapur dan berbisik agak memburu supaya Mbak Dini membawakan sesuatu seperti minuman atau apa saja yang bisa menghangatkan. Dan wajahnya sangat meledek. “Bapak bentar lagi pulang loh, Mas,” katanya. Gue mengibaskan tangan lalu ngeloyor mengambil kedua buku itu.

Karena Louisa masih di kursi tamu dan sepertiya bakal nggak pas kalau kita ngobrolin hal PENTING itu di sana, sekembalinya gue lalu mengajak Louie untuk naik ke ruangan itu. Gue menyalakan LED yang terkoneksi dengan jaringan internet dan bergegas mencari channel youtube milik Cloe, seseorang yang gue tahu adalah violinist populer dan memutar deretan karyanya. Karena ketika gue stres dengan suatu masalah, akan jauh lebih baik kalau gue memutar petikan gitar, jadi, gue pikir instrumen biola bisa membuat Louisa lebih baik.

THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang