Chapter - 29: Terlepas

6.4K 1K 148
                                    

***⚠⚠WAJIB BACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
⚠⚠
WAJIB BACA

Terimakasih sudah sabar menanti. Ini chapter terakhir yang saya unggah di bulan Juli. Karena saya nggak yakin Agustus nanti bisa unggah karena saya full schedule di kegiatan KKN. Tapi kita bikin kesepakatan saja. Saya pasti akan tetap mengusahakan untuk unggah. Dengan catatan saya butuh waktu lebih lama. Dan sepertinya waktunya cukup ya kalau chapter ini menembus 300 votes baru saya unggah chapter 30.

Anggap saja saya lagi istirahat. Kalian nggak perlu nagih2 chapter karena begitu udah sampai 300 Votes insya Allah chapter 30 sudah siap. Sok kalian patungan votes.

***

Chapter ini sangat spesial. Karena ini chapter terakhir dari masa remajanya Rea dan Nafis. Setelahnya kalian akan menemui mereka yang sudah dewasa sebab sisa chapter tinggal -/+ 10 chapter lagi.

Dan chapter ini sangat panjang. Yaitu 5.300 kata sebagai perpisahan masa remajanya. Jangan sungkan untuk berkomentar. Siapkan hati.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

🎸Nafis🎸

***

Gue tidak begitu mengingat bagaimana cara manusia berdatangan dalam kehidupan gue. Dan saat harusnya gue fokus dengan seseorang yang ada di masa sekarang, justru yang terbayang dan menjerat perasaan adalah ingatan mengenai kepergian seseorang. Dan apakah bisa gue menerima, ketika bahkan gue tumbuh dewasa dengan patah hati seperti Ayah?

...

Badan gue sedang meninggi suhunya ketika Bunda menyelinap ke kamar. Dia tiba sore tadi dan tentu tanpa membiarkan dirinya beristirahat langsung memeriksa gue dan memberi perlakuan layaknya pasien.

“Aduh, aduh,” gugupnya setelah memegang kening gue. Badan gue melemas. “ko tinggi begini.”

Sejurus kemudian sudah ada dua selimut tebal yang Bunda bentangkan di badan gue. Sempat ada sedikit perdebatan karena gue nggak mau disuntik sejak sore. Tapi malam itu Bunda meninggi nada bicaranya sehingga gue cuma bisa pasrah waktu Bunda menancapkan jarum itu di daging gue. Ayah juga ada di sana, dan dia menutup mata untuk jarum itu.

THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang