1
Hanya karena mulut diam tanpa berucap, bukan berarti di dalamnya juga lengang tanpa ada rasa yang tertahan. Sekali lagi, panggung singkat itu merubah isi dunia dalam kepala menjadi remang-remang. Dawai dipetik satu-satu, suara Bre melecut dengan tempo yang selalu tepat. Mata ini terpejam, lirik lagu itu benar-benar berhasil membentangkan imaji baru.
Angan gue menayangkan sebuah lorong gelap bekas guyuran hujan. Seperti ada cermin-cermin yang tergeletak, menggenang tenang, terciprat kasar saat injakan pasangan baru itu berjingkat mengejutkan. Airnya kotor, bertebar di sekujur badan, seolah yang terkena menjadi otomatis pecundang. Bersembunyi pada lamatnya waktu, lalu tersakiti saat terlewati.
Gue nggak ingin membahas lagu lagi. Rasanya, konstelasi yang sengaja gue gambar untuk berarah pada harapan kisah cinta baru, agaknya menjadi terbelok. Lintang yang gue kira deretannya kokoh, rupanya harus menjadi payah saat tertiup bayu. Kurang ajar! Gue ingin meludah pada ketidakberdayaan ini. Aahh. Sangat pecundang!
Gue cepat-cepat menuruni panggung setelah puas melihat penonton bertepuk tangan. Konstelasi Rindu mendapat apresiasi yang tak pernah gue duga. Oke, itu cukup menghibur. Sisi lain dari rasa sedih, Tuhan selalu tahu caranya menghibur manusia dengan letusan kembang api kecil bernama penghargaan. Ada yang melukai, ada juga yang bisa menghibur.
Lagu itu gue tulis bersama rindu pada seseorang, yang perlahan membuat gue ingin lupa, lalu beranjak jadi lagu cinta yang ditujukan kepada-, intinya berkesan Dear Somebody, gue menulis dengan getaran hati seperti itu. Ketika seseorang yang pernah melukai, justru memegang penawar dari kesembuhan itu juga. Hanya saja, dia ingin menumbuk lumat penawar itu, ditiupnya sampai lebur di udara, lenyap. Di sini, ditemukan lagi orang baru, yang gue harap punya penawar yang berkhasiat sama. Tapi, nyatanya dia mengandung euforia yang menyakiti tanpa dia sengaja.
Apa ini yang disebut cinta dalam bungkam?
Sepertinya bukan. Gue tidak menyadari sampai akhirnya dia menjadi milik orang lain. Keberadaan yang sepenuhnya terasa ketika hilang dan tercabut paksa.
Mungkin seperti semut di atas batu hitam tengah malam. Berdimik pelan tanpa ketahuan.
Boo ya! Mampus kau patah hati!
2
Gadis itu, tersenyum manis. Menunggu gue dari balik panggung, tangannya bertepuk bangga sambil memeluk buket bunga. Di sebelahnya Pian langsung menerjang gue dengan pelukan.
"You're so sick, dude! Keren banget. Gue bakal beli lagunya kalau lo rekaman." katanya sambil menepuk punggung.
Beralih ke Rea, mengejutkannya dia juga memeluk, namun hanya sesaat. Gue nggak melihat pipi yang merona. Tatapannya berbinar senang seolah dia itu penggemar grup gue yang sangat ingin menemui vokalis cowoknya seketika setelah manggung. Pipi gue juga nggak hangat, tapi sepertinya suhu itu beralih ke hati. Yang seolah tadi menggigil, sekarang dapat dekapan hangat untuk sesaat. Pertama kali pelukan sama cewek.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CRITICAL MELODY [Sudah Dibukukan]
Novela JuvenilSELAMAT MENYELAMI! "This book will change your trouble minded about teenage relationship. Because, being forever is not that simple."