Tepat pukul sebelas malam, Chenle menyelesaikan seluruh tugas sekolah yang akan dikumpulkan keesokan harinya. Matanya sungguh berat, dan ia ingin cepat-cepat merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Tak lupa, ia menyetel alarm pukul lima pagi agar ia bisa bangun dan tidak telat pergi ke tempat ia menuntut ilmunya.
Tiga, dua, satu, dan ia berbaring tepat di samping Renjun yang kelihatannya sudah tertidur, tidak menghadap Chenle. Dia juga tidak ingin mengganggu sosok yang selalu menemaninya tiap malam itu, jadi ia tidur dengan cukup hati-hati agar ia tidak terbangun. Chenle tidur menghadap dinding, punggungnya menghadap punggung Renjun.
Ia baru saja memejamkan mata selama hampir satu menit, tapi ia merasakan adanya pergerakkan di belakangnya.
Ah, gagal lagi. Biarkan, aku hanya ingin tidur saja.
Namun hal itu sulit untuk dilakukan Chenle saat ini.
Bagaimana tidak?
Renjun memeluknya dari belakang, menarik Chenle hingga punggungnya menempel pada dada yang lebih tua, dan mendekatkan kepalanya di dekat telinga Chenle hingga ia sendiri dapat merasakan hembusan napasnya, yang tentu membuat jantungnya berdegup kencang.
"Tumben baru tidur," katanya dengan suara pelan, tepat di telinga kanan Chenle.
"Tugasnya banyak, Hyung..."
Keheningan pun tercipta kembali, kini diiringi dengan suara degupan jantung mereka berdua.
"Butuh penenang?"
"Hm?"
"Biasanya, kalau tugas yang dikerjakan banyak, kepala akan terasa pusing, kan?"
"Emm, ya... Kepalaku terasa sedikit pusing, sih..." kata Chenle mengaku.
Renjun pun tersenyum, kemudian ia menyuruh Chenle dengan pelan, "Berbaliklah, akan aku obati sakit kepalamu."
Pemuda yang disuruh itu menurut.
Tebak, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Renjun mencium kening Chenle dengan lembut. Yang lebih muda hanya menikmati perlakuan hangat tersebut sambil memejamkan matanya.
Setelah dirasa cukup, Renjun memberi jarak di antara mereka berdua agar ia bisa melihat wajah manis dari sosok mungil itu. Kedua matanya yang lelah dapat ia lihat, sekalipun ia menutup kedua matanya.
"Astaga... Lihatlah, betapa lelahnya dirimu ini," gumamnya.
Kemudian, ia mencium kedua mata Chenle. Kali ini, yang dicium langsung tersenyum lebar.
Setelah itu, Renjun memberi jarak kembali untuk melihat wajah yang lebih muda. Pandangannya langsung tertuju ke arah bibir tipis nan mungil milik Chenle.
Bibirnya... Ah, bibir...
Beberapa hari ini Chenle benar-benar sibuk, bahkan begitu anak ini tidur, ia langsung terlelap. Jadi, Renjun belum memiliki kesempatan untuk mencium bibirnya belakangan ini, dan hanya bisa memeluk erat badannya yang kecil dan memberikan kehangatan untuknya.
Bingung karena tidak ada pergerakkan, Chenle membuka matanya yang sebenarnya sudah berat, dan pipinya langsung terasa memanas. Ya habisnya... Wajah manis namun tampan milik sosok tersebut sedang berada di depan matanya, bahkan terlalu dekat! Begitu ia melihat ke mana mata Renjun memandang, yaitu bibirnya, ia langsung menghapus jarak dan mencium sekilas bibir yang lebih tua itu.
"Aku tahu kalau belakangan ini aku sibuk, sampai aku tidak sempat mencium bibirmu itu," katanya.
Renjun tersenyum kembali, lalu menempelkan bibirnya dengan bibir mungil Chenle.
"Jika kau sudah lelah, lepaskan saja ciumannya, ya? Soalnya kita akan tidur sambil berciuman. Oke?"
Gumaman pelan dari Chenle dianggap Renjun sebagai jawaban 'iya'.
Begitulah, satu malam lagi Chenle lewatkan bersama sosok yang tidak mungkin—kemungkinannya kecil, lebih tepatnya—ada di dunia nyata. Sosok yang begitu meyayanginya, yang begitu perhatian, yang begitu mencintainya. Renjun.
.
.
.
Selamat malam. Tidur yang nyenyak. 🌜
Komen kalau mau ceritanya lagi ya. Hehe.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
One of These Nights [RenLe]
Fanfiction[COMPLETED!] "Aku ingin Hyung ada di dunia nyata..." "Tenang, setiap malam kau akan selalu menemuiku, kan?" "I... iya..." Dan tidur bersama. . . . Ini bukan sebuah cerita tentang kapal tenggelam, ini sebuah kumpulan cerita Renjun dan Chenle di setia...