982 132 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Renjun Hyung..."

"Ya?"

"Dingiiin..."

Tumben saja, pada malam di musim panas kali ini, hujan mengguyur bumi hingga menimbulkan suara tik tik tik tik dan menciptakan udara yang sejuk namun dingin. Hawa tersebut terasa hingga ke kamar Chenle, padahal ia sudah menutup rapat jendela dan tidak menghidupkan pendingin ruangan.

Malangnya, ia tidak memiliki mesin penghangat ruangan.

Renjun, yang mendengar rengekan dari pemuda tersebut, memakaikan selimut tebal hingga menyisakan kepalanya yang besar.

"Hyung, masih dingin..."

"Sudah pakai selimut setebal bantal pun masih dingin?"

Chenle mengangguk-angguk lengkap dengan bibirnya yang mengerut lucu.

Tidak kehabisan akal, Renjun membawa tubuh pemuda imut itu ke dalam dekapan hangatnya. Agar semakin hangat, ia mengeratkan pelukan tersebut.

"Masih dingin?"

"Masih," jawab Chenle pelan.

Astaga... Apa tidak kepanasan rasanya jika sudah dibaluti selimut tebal bahkan dipeluk erat-erat?

"Tapi badanmu tidak kelihatan menggigil..."

"Bukan badanku yang dingin, hatiku yang dingin."

Ya, dingin, beku, dan terlalu sensitif.

Renjun termangu untuk sementara waktu, mencerna makna sebenarnya dari perkataan Chenle beberapa detik yang lalu. Tak beberapa lama kemudian, ia mengetahui maksud dari ucapan sosok yang dicintainya itu. Ia tahu, Chenle masih belum begitu pulih dari depresinya, terlebih setelah pertengkarannya dengan ayahnya beberapa hari silam.

"Hatimu... masih dingin?" tanyanya dengan hati-hati.

Terdengar helaan napas dari yang ditanya. "Ya, begitulah."

Renjun tersenyum, kemudian memberi sedikit jarak antara wajahnya dengan wajah Chenle.

"Akan kuhangatkan hatimu, sayang. Sekarang, tutup matamu."

Chenle, dengan wajah yang sedikit murung karena pikirannya yang masih kalut, mengikuti instruksi yang diberikan oleh sosok bukan manusia itu. Beberapa detik kemudian, ia merasakan udara yang hangat di sekitar leher bagian kirinya. Hembusan napas tersebut ia rasakan, diikuti oleh benda kenyal yang terasa hangat pula yang menempel di permukaan kulit mulusnya.

Mau tak mau, jantung Chenle berdetak cepat. Pipinya mulai menghangat. Rasanya menggelitik, namun ia menyukainya.

Di sisi lain, Renjun mengecup leher yang lebih muda perlahan, tanpa menghisapnya maupun mengigitnya. Ia bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan jarak yang cukup pendek dan dengan luas yang tidak begitu besar. Ia bergerak dari pundak bagian atas, menuju perpotongan leher, hingga mendekati telinga dan pipi.

One of These Nights [RenLe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang