Happy Reading....
"Aku telah salah menilai diammu. Meskipun tak kunjung jua kudengar suaramu. Tapi kudapat pesan darimu dan terjawab sudah tanyaku tentang hilangmu"
Adel menagih tugas kelompok. Dan benar saja pasangan Nuel dan Juan lah yang masih mengerjakan. Ia berdiri di samping meja membiarkan Keduanya menyalin jawaban ke kertas. Karna Biologi itu banyak sekali penjelasan sehingga mereka kerepotan sendiri. Sesekali Adel mengganggu keduanya dengan menarik kertas mereka.
"Sekali lagi gue cium lo Del" ancam Nuel.
Adel langsung melepaskan tangannya dan bersedekap. Nuel tersenyum miring melihatnya. "Nice girl"
"Lagian lo bedua kemana aja sih kemarin? Yang lain udah pada selesai kalian doang yang belum" omel Adel.
"Masa depan tidak ditentukan oleh tugas kelompok" Nuel ber high five ria dengan Juan.
***
Setelah mengantar tugas kelompok ke meja Bu Laila, Adel tak langsung kembali ke kelas karna jam kosong dan memilih pergi ke taman belakang sekolah. Tak sengaja ia melihat Mario seperti sedang mencari sesuatu. "Mario, lagi cari apa?"
Mario tidak bergeming. Adel kembali memanggil. "Mario. Lo lagi cari apa?"
Mario tetap tidak menjawab dengan terus berdiri membelakanginya. Adel menyentuh bahunya. Mario langsung berbalik kaget.
"Lo ngapain? Gue panggil-panggil gak denger"
Mario mencoba mengikuti gerakan bibir Adel namun ia tetap tidak tau apa yang Adel bicarakan. Ia pun mengambil sticky note dan pulpen yang selalu ia bawa kemana saja.
"Sorry gue gak denger lo ngomong apa"Adel mengerutkan kening, ia masih belum mengerti mengapa Mario selalu menulis di sticky note. Namun ia tetap menyimpan pertanyaan itu di dalam kepalanya. Dengan senyuman, Adel meraih pulpen dari tangan Mario dan membalas, "Gak papa. Lo lagi cari apa? Kali aja Gue bisa bantu"
Adel memberikan pulpen kembali pada Mario agar Mario dapat menjawabnya,"Alat bantu dengar"
Sekilas Adel mendapati wajah menyesal Mario, mungkin karena sudah memberitahunya hal ini. Tebakan Adel perihal Mario yang antisosial selama ini salah besar. Adel menatap punggung Mario sambil terus memegang sticky note. Melihat Mario yang seperti itu membuat Adel ikut berjongkok dan menunjukan telapak tanganya pada Mario. "Let me help you :)"
***
Jam kosong sudah habis dan berganti pelajaran Kimia yang dibimbing oleh pak Koko. Pak Koko terkenal akan sifatnya yang humoris namun killer dalam satu waktu. Sungguh menurut Adel lebih mengerikan jika sifat guru seperti itu. Pak Koko suka sekali mengadakan kuis dadakan dan juga ulangan dadakan. Sepertinya guru berusia 40 tahun itu suka hal yang serba dadakan.
Seperti saat ini, tak ada satupun yang dapat menjawab pertanyaan di papan tulis dan terancam tidak bisa istirahat. Jika sudah seperti ini maka hanya ada satu orang yang dapat menyelamatkan mereka semua.
"Mario, maju ke depan" panggil Pak Koko.
Mario yang dipanggil hanya diam. Cowok itu tampak menulis sesuatu entah apa. Adel yakin Mario tidak mendengar karna alat bantu dengarnya belum ketemu. Pak Koko terus memanggil. Adel memberi kode pada Ibob. Ibob menyenggol sikut Mario lalu berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
"Lo dipanggil pak Koko maju ke depan kerjain soal di papan tulis"Mario mengangguk dan berterimakasih dengan bahasa isyarat pada Ibob. Lalu maju ke depan menjawab soal di papan tulis. Jujur ia tidak yakin dengan jawabannya, karna sejak awal pelajaran dimulai ia tidak dapat mendengar penjelasan pak Koko. Mario pun menjawab sebisanya lalu mengembalikan spidol ke tempat semula dan berjalan kembali ke tempat duduknya tanpa memperdulikan tatapan dari teman-temannya.
Pak koko meneliti jawaban Mario dan sedikit terkejut mengetahui Mario tidak dapat menjawab pertanyaannya padahal ia sangat yakin bahwa murid kebanggaannya itu dapat menjawab. Akhirnya Pak Koko pun segera membubarkan muridnya agar dapat istirahat.
Melihat Mario yang tidak berhasil menjawab soal, ada rasa kesal dalam diri Adel. Ia ingin segera menemukan alat bantu pendengaran milik Mario, hingga sebuah nama terlintas di pikirannya.
***
Setelah pulang sekolah Adel pergi ke parkiran motor. Berjalan menghampiri Malven berserta kedua temannya yang asik bercanda di atas motor masing-masing. "Malven" panggilnya.
Malven langsung duduk tegap dan menepuk pundak kedua temannya, "udah gue bilang kan, suatu hari nanti Adel bakal minta antar pulang sama gue"
Adel tersenyum sinis, "bukan, gue ke sini mau nanya"
Malven menyerahkan helm pada Adel, "sambil jalan mau?"
Adel menolak helm pemberian Malven."Lo ada liat alat bantu pendengaran Mario?" Tanyanya to the point.
"Maksud lo telinga dia? Ya ada di dia lah" sahut Kevin dan tertawa.
"Gue serius" tegas Adel.
Rian menepuk pundak Malven, "minta diseriusin tuh"
"Mana dia? Kok lo yang ke sini? Lo disuruh sama si pembawa sial?" Malven bertanya dengan wajah angkuh khasnya dan Adel kesal dengan pilihan kalimat tanya Malven barusan. Tak sengaja ia melihat alat bantu dengar berwarna putih yang ada di saku jaket Malven, yang ia yakini milik Mario.
"Gue tau alat itu ada di lo Malven. please balikin, Mario butuh alat itu" Adel menengadahkan tangan."Oh ya? Kalo gitu biarin dia tuli selamanya"
Bugh
Habis sudah kesabarannya. Ia menonjok Malven dan membuatnya jatuh mundur mengenai belakang motornya sendiri. Adel segera mengambil alat bantu dengar yang ada di kantong jaket Malven secara paksa.
Kevin dan Rian menahannya pergi dengan menghalangi jalannya. Bukan Adel namanya jika ia tidak bisa menaklukan cowok. Hanya dalam hitungan menit Adel berhasil menjatuhkan Kevin dan Rian ke tanah sama seperti Malven. "Jangan ganggu gue. Gue lagi PMS tau! Dasar para cowok gak peka" omel Adel.
Semua orang yang masih berada di parkiran melihat semua kejadian itu bahkan beberapa dari mereka mengabadikannya lewat video. Adel tak peduli lagi ia berjalan santai dan memasukan alat bantu dengar milik Mario ke dalam tasnya.
"Sial. Gue ketinggalan bus" Adel berjalan membelah kerumunan murid yang menatapnya takut karna berhasil menonjok Malven.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Us (Tersedia di play store)
Ficção Adolescente[longlist Wattys 2018] Mario, katakanlah ia manusia termalang di dunia. Menjalani kepahitan hidup sendirian. Sampai sebuah takdir mempertemukannya dengan Adel, gadis itu telah mengubah hidupnya menjadi lebih manis. Adelia, ia tak pernah...