Chapter 12

768 113 7
                                    

Randy sedari tadi mondar-mandir di dalam rumah, di ikuti mamah papa yang juga kebingungan menanti anak gadisnya jam 7 malam belum pulang juga.

"Bang telpon Gerry aja deh siapa tau Salsa sama dia..." pinta mama.

"nggak jangan!!!, aku lagi nyari cara dulu mah..."

Namun mama berlalu, ia tak kuasa lagi menahan rasa khawatirny dan mengambil poneslnya. Segera ia menekan nomor Gerry dan menelpon. Berulang-ulang hingga akhirnya Gerry mengangkatnya.

"Maaf tante lama..."

Seru Gerry di balik telpon.

"Iya ga papa nak Ger... Salsa sama kamu ga ya?" Tanya mama.

"Salsa?" Ulangnya "tadi aku cari dia ke sekolah, tapi udah gak ada... Aku buru-buru sampe hp aku ketinggalan... Aku baru ngambil hp di rumah temen... Aku fikir Salsa udah pulang sama Randy soalnya dia gak ada hubungin aku." Jelasnya.

"Oh gitu ya, Salsa belum pulang Ger... Tante gak tau harus cari kemana. Tante udah telponin Kania temennya tapi dia bilang gak tau. Tante khawatir banget... Mana hpnya gak aktif. Abang bilang tadi Salsa sempet nangis terus keluar dari mobil." Jelas mama sambil sesekali menyeka air matanya, tentu saja ia tak bisa mengontrol rasa sedih dan khawatirnya. Fikiran buruk merasuki fikirannya.

" astagfirullahaladzim!!! " jawab Gerry." ya udah tante aku cari Slasa dulu ya... Aku nanti pasti kabarin kalau udah ketemu."

Tanpa menunggu lama Gerry mematikan telponnya. Mama menghela nafas sedikit lega rasanya mendengar Gerry akan mencari Salsa.

Gerry bergegas memasuki mobilnya setelah ia mendapatkan kembali hpnya daei tangan Nadia. Namun sejenak ia berdikir dan kembali keluar dari mobil, berlari menghampiri Nadia yang masih di ambang pintu, melihat Gerry kembali lagi menghamlirinya ia tersenyum.

"kenapa masih kangen ya???" ledeknya. Gerry tak menggubris.

"Tadi Salsa nelpon ga ya?" Tanya ia. Nadia langsung menyembunyikan senyum yang sedari tadi ia kembangkan dan menggeleng, ia kembali tersenyum ketika alis Gerry mengerut tanda ia tak yakin dengan jawaban Nadia.

"Aku pasti bilangkan?"

Gerry terdiam, lalu mengangguk pelan. Ia segera berlari tanpa mengucap perpisahan pada Nadia yang mulai tersenyum kecut dan kembali masuk.

Gerry segera memasuki mobilnya dan memeriksa kembali telponnya, ia kembali melihat histori telponnya yang sudah dengan sengaja di hapus semua.

"Gue gak pernah hapus histori telpon gue." Gumamnya, merasa yakin jika Salsa sempat menelpon dan Nadia mengangkatnya, sempat merasa tak enak dan menyalahkan diri jika memang yang terjadi saat itu adalah karena dirinya, Salsa menangis karena ia kecewa pada Gerry dan segala fikiran buruk tentangnya. Gerry terus menyisir jalan sekitar sekolah, pelan-pelan menyusuri setiap jalan hingga ia menuju arah rumah Salsa.

Entah mengapa rasanya ia ingin mencari Salsa tanpa mobil. Gerry turun dan berlari menyusuri setiap jalan. Dan langkah Gerry terhenti di sebuah halte bus, halte yang menjadi saksi bisu penantian Salsa beberapa minggu yang lalu. Gadis polos itu tengah tertunduk lesu sedirian dengan seram sekolah berlengan pendek.

Gerry berlari segera dan membuka jaketnya, segera ia sematkan di pundak Salsa. Salsa menengadah perlahan, air mata yang terus berlinangan itu terasa berkilap tersorot lampu di halte. Ia segera menghapus air matanya.

"Kenapa belum pulang?" tanya Gerry lembut. Salsa kembali menangis. Gerry jongkok di delan Salsa, menengadah menatap Salsa yang jauh lebih tinggi darinya karena ia duduk di bangku halte. "Kamu kenapa?" bisiknya. Salsa terus menangis. Terlaly gengsi mengakui jika ia cemburu dan marah ketika Nadia mengangkat telponnya. Ingin sekali ia mengumpat dan memaki.

Abang, Ade Jatuh Cinta...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang