Chapter 21

730 122 33
                                    

Bandung....

Abang terus mengganggu Salsa, memeluknya dan sesekali menjahilinya dengan menggigit telinganya, abang terlalu gemas pada adiknya yang kadang pemarah dan pengadu pada mama dan papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abang terus mengganggu Salsa, memeluknya dan sesekali menjahilinya dengan menggigit telinganya, abang terlalu gemas pada adiknya yang kadang pemarah dan pengadu pada mama dan papa. Seharian itu Salsa berhasil melupakan Gerry karena abangnya, karena abang selalu di sisinya, membuat Salsa tertawa dengan kekonyolan dan kerecehan abang, dengan tingkah pecicilan abang dan dengan pelukan hangat abang. Layaknya seorang kakak dan adik, setelah tertawa-tawa sesekali mereka berdebat, namun berakhir dengan tawa, yah Salsa dan Randy memang tidak pernah bertengkar lama mereka saling membutuhkan satu sama lain, sehingga ketika salah satu dari mereka tampak kesal, yang satunya lagi bertugas membuat sodaranya tertawa.

Malam itu, mereka mengadakan pesta barbeque di atap vila, dengan pemandangan yang indah di malam hari, bintang-bintang yang gemerlap, udara malam yang segar, pemandangan kota yang jauh di ujung sana, semilir angin sejuk yang sesekali menerpa wajah mereka membuat tubuh mereka merinding kedinginan. Disana mereka hanya berempat, membakar jagung, sosis, ikan bersama dan menikmatinya dengan tawa, meski hanya berempat suasana itu masih terasa hangat.

Tidak ada yang membuka sosial media ketika itu, karena aturan baku di saat berkumpul dengan keluarga adalah secara intens mereka harus mengobrol tanpa memegang gadjet. Sehingga ketika itu mereka betul-betul menikmatinya.

Jakarta...

Tanpa mengatakan apapun, Gerry yang sudah rapi keluar dari kamarnya. Ia menghampiri mama yang sedang di dapur dan memeluknya dari belakang.

"Maafin Gerry ya mah..." bisiknya. Mama berbalik menatap anaknya dan mengelus wajahnya.

"Maafin mama sama Ina juga. Ayo makan." kata mama. Gerry menggeleng.

"Aku mau makan di luar sama Ali." jawab Gerry. Ali adalah sepepu sekaligus teman segengnya yang Nadia termasuk di dalamnya.

"Sama Nadia juga?" tanya mama. Gerry menggeleng.

"enggak... Cuman Ali, aku sama Hendry." Hendry adalah pacar Kania yang juga satu geng dengannya. Mama mengangguk.

"Oke... Makan yang bener ya." jawab mama. Gerry mengangguk pelan. Ia pun segera mencium tangan mama dan berlalu, menyusuri anak tangga yang terhubung dengan garasi. Membuka pintu mobil dan menyalakan mesinnya. Melaju pelan keluar dari garasi dan keluar dari gerbang.

Ia marah, karena semakin ia melupakan Salsa, semakin ia merindukannya, segala cara telah ia lakukan, main ps semalaman dengan teman-temannya, nobgkrong sana-sini, mencoba bernyanyi lagi dengan mereka, bercanda tawa, namun lagi-lagi Salsa membayangi fikirannya. Entah harus bagaimana, entah ia kembali memohon pada Salsa atau membiarkan prasaan rindu itu terus mengganggunya.

Tibalah Gerry di sebuah cafe yang biasa mereka datangi. Ali melambai di tempat duduk biasa. Hendry yang menyender malas di kursi panjang tersenyum dan mengangkat tangannya sambil menghisap sisha, Gerry yang masih murung duduk di antara mereka dan mengangkat kakinya di meja. Temapat itu sudah mereka datangi sejak awal masuk kuliah, dan mereka selalu duduk di tempat yang sama. Di sudut dengan kursi memanjang yang sandarannya empuk seperti kasur, dan meja panjang dengan penuh makanan timur tengah favorit Gerry.

Abang, Ade Jatuh Cinta...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang