Chapter 13

710 118 12
                                    

Abang menggendong Salsa tanpa mengatakan apapun, lebih dari itu Salsa faham abang marah padanya. Diletakkannya tubuh Salsa di atas ranjang, abang kemudian berdiri memandang ngangar wajah Salsa, dan berlalu tanpa sepatah katapun.

Melihat tingkah abang membuat Salsa gelisah, bagaimana tidak, kakaknya yang cerewet dan perhatian meninggalkannya begitu saja. Tak lama mama dan papa datang dengan membawa perlengkalan p3k, serta air hangat dan kompresan.

Mama duduk di samping Salsa dan mendekap Salsa erat. Sementara papa dengan sabar membuka kaus kaki Salsa. Papa mulai mengompres.

"Kamu kemana tadi?" Tanya papa. "Abang tuh sampek mondar mandir, telpon sana sini, dia juga sempet balim lagi kesekolah mastiin kamu masih disana atau enggak."

Salsa terdiam, menatap pintu kamarnya yang tertutup, berharap abang masuk dengan senyumnya yang ceria.

"Aku marah sama abang tadi..." Jawab Salsa pelan. "Aku omelin abang karena abang terus jelek-jelekin Kak Gerry." tambah Salsa penuh penyesalan.

Mama melepas pelukannya dan menatap Salsa.

"Abang sangat khawatir sama Adek." Jawab mama segera. Salsa mengangguk pelan.

"Sekarang abang marah sama adek mah?" tanya Salsa. Mama tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Kasih abang waktu... Dia kalau marah gak lamakan... Asal kamu mau minta maaf aja." Jawab mama.

"Emang kenapa kamu sampe bela Gerry segitunya... Papa juga agak curiga sama dia... Mukanya ganteng kayak papa..." papa menerawang jauh membayangkan wajah Gerry yang memang ganteng. Salsa tertawa mendengar kerecehan papanya, mama memukul bahu papa yang masih berlutut membalut kaki Salsa.

" Kaki adek kenapa pa? "tanya mama. Yah meskipun kini papa lebih sibuk di dunia bisnisnya dulu beliau pernah kuliah kedokteran meskipun cuman 2 smester, jadi papa sedikit faham tentang dunia medis.

" Gak papa ko... Keseleo aja ini mah... Adek kan tulangnya kuat. Besok kita ke ortopedi ya." pinta papa. Salsa mengengguk. "denger sayang," pintanya. "Papa gak pernah larang kamu pacaran. Tapi papa mau adek pacaran sama orang yang menghargai kamu secara lahir dan batin layaknya papa dan abang." pinta papa.

Salsa terdiam, kembali teringat akan ekspresi terakhir abang ketika mengantarnya masuk kekamar. Salsa mengangguk pelan.

" ya udah ayok mama bantuin kamu bersih-bersih. " Mama mrngangkat tubuh Salsa dan memapahnya ke kamar mandi.

Sementara abang terdiam di balik pintu, menyimak dan mendengarkan percakapan Salsa dan orang tuanya. Menghela nafas, dan menyenderkan tubuhnya di pintu. Tak lama papa keluar, abang terperangah seolah menantikan kabar Salsa dari papa. Papa tersenyum dan menepak bahu abang.

"Adek gak papa ko." Seolah bisa mmebaca kekhawatiran di wajah abang, papa menjelaskan keadaan adiknya. "Papa tahu Salsa teramat berarti buat kamu, sedari kecil kalian gak pernah berantem, kalaupun brantem kamu selalu mengalah dan kalian kembali rukun. Papa tahu Salsa itu segalanya buat kamu... Buat kami juga, tapi seiring berjalannya waktu tubuh Salsa juga memiliki keinginan mengikuti caranya sendiri." jelas papa." Terimakasih telah menjadi abang yang baik. Papa bangga sama abang. " abang mengangguk, sementara papa berlalu. Abang kembali menatap pintu kamar Salsa, dan berlalu setelah ia bisa memastikan bahwa adik kesayangannya baik-baik saja.

Esoknya...

🌼🌼🌼

Abang sudah seperti semula, mengajak Salsa bercanda dan mengantarny sekolah. Sesekali Salsa mengintip ekspresi abang, takut ada kekesalan yang terpendam. Namun tak nampak, abang benar-benar melupakan kekesalanya pada Salsa, karena yang benar-benar membuatnya kesal sebetulnya adalah Gerry.

Abang, Ade Jatuh Cinta...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang