Dia lelaki paling berarti dalam hidupku setelah ayah.
14 tahun dia menemaniku dalam susah dan senang, dalam perjuangan yang memang tak mudah.Lelaki yang membuatku sempat berfikir bahwa Tuhan memilih waktu yang salah saat menciptakanku di dunia.
Mengapa aku tidak lahir lebih awal?
Mengapa usia kami terpaut begitu jauh, hingga mustahil jika suatu ketika kami bisa bersama.Kalian tahu bagaimana perjuangan kami untuk bersama? Hal yang tampak sederhana itu ternyata bukan hal yang mudah. Butuh waktu dan berdebatan panjang dalam hati ini saat harus mengakui bahwa kami saling jatuh cinta.
Pada akhirnya kami mengerti bukan kebersamaan dalam jangka panjang yang menjadi pondasi sebuah hubungan, tapi perjuangan dan pengorbanan kita hingga bisa bersama, itulah yang membuat kita tetap bertahan menghadapi segala halang rintangan.
*****
Saat itu aku masih sangat muda, lebih tepatnya masih terlalu ingusan untuk mengerti tentang rasa cinta.
Aku hanya mengenalnya sebagai seorang pemuda yang baru pulang dari kuliah di kota. Kata orang, dia baru jadi sarjana.
Pada jaman itu, predikat sarjana adalah hal yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang dengan keluarga yang sadar pendidikan dan memiliki cukup biaya yang akan mengirim anaknya ke kota dan belajar di sana.Pemuda itu bukan lahir di keluarga kaya raya, hanya keluarga sederhana dengan jumlah anak yang tidak sedikit. Akan tetapi berkat kemajuan pola pikir ayahnya yang seorang guru sekaligus orang yang di segani di desa, membuat dia cukup beruntung, karena punya kesempatan mencecap pendidikan sampai perguruan tinggi.
Mulanya aku tak pernah tahu akan kebaradaannya. Sampai pada suatu ketika kudengar banyak cerita tentangnya dari kakak sepupuku. Mbak Rani namanya, seorang gadis yang mengaku cinta mati padanya.
Aku yang memang super polos, hanya termangu mendengar cerita menggambarkan sosok yang begitu sempurna."Seperti apa coba Mbak orangnya. Segitunya kamu memujanya."
Aku mehempaskan tubuhku, tengkurap si samping Mbak Rani.
"Dia itu ganteng Nin, baik, perhatian, pinter, berpendidikan lagi."
Aih! Segitu sempurnanyakah dia. Hingga kakak sepupuku ini harus bercerita sambil menutupi mukanya yang memerah.
"Tapi katamu banyak cewek di sekelilingnya Mbak. Aku sih ogah!"
Aku membalikkan tubuh sambil memainkan jemari yang saling bertautan. Kulirik sekilas ekspresi gadis di sampingku.
"Kamu tahu apa anak kecil!"
Mbak Rani memencet hidungku, gemas.**
Suatu sore aku berkesempatan bertemu dengannya. Bertemu dengan orang yang selalu disebut oleh Mbak Rani hampir di setiap kesempatan.
Saat melihatnya aku langsung teringat semua ceritanya.
Reflek otakku bekerja, mencoba mencari hal apa yang menarik dari pemuda itu. Tapi tetap saja, aku yang masih abg dengan kapasitas otak dan daya nalar yang masih sedengkul belum cukup mampu menjabarkan segala yang dikisahkan kakakku.Entah ini awal dari sebuah takdir kehidupan, atau hanya suatu kebetulan. karena sejak saat itu, aku bertemu dengannya setiap hari. Dia membantu ayahnya mengisi kajian di madrasah diniyah.
Tak ada yang istimewa dari pertemuan kami. Aku menghormatinya sebagai seorang guru, dan dia mungkin juga menganggapku sebatas seorang gadis kecil, muridnya.
Sungguh! Semua berjalan biasa saja.
Aku akui sebagai laki-laki dia sempurna. Tak salah jika Mbak Rani begitu memujanya. Lelaki itu mempunyai aura yang berbeda dari kebanyakan pemuda seusianya. Dia ramah, mudah tersenyum tapi tak banyak bicara. Perhatian pafa setiap orang di madrasah. Bahkan pada hal-hal kecil yang mungkin adalah receh bagi orang lain. Seperti yang sering dilakukannya sebelum pelajaran dimulai, berbincang dengan beberapa anak-anak kecil yang sedang bermain kelereng, kadang sesekali dia ikut turun bermain di halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra Cinta Aninda--TelahTerbit
Teen FictionJodoh itu rahasia sang pencipta. kita tak bisa menentukan dengan siapa akhirnya kita akan bersanding. begitu kira-kira yang aku alami, tak pernah terbayangkan bila suatu ketika aku akan bersanding dengan orang yang tak mungkin memilihku mendampingin...