Menerima kenyataan itu kadang pahit. Akan tetapi mengetahui kenyataan yang sesungguhnya itu lebih baik dari pada terus bermimpi dalam kesemuan abadi.
Jangan pernah berhenti berharap, karena sering kali apa yang kita harapkan di masa lampau baru akan dikabulkan di masa kini, meski harus melalui jalan yang berliku dan melelahkan.
*****
Aku suka memandang bintang, bintang yang tak pernah berhenti bersinar, meski sinarnya tak pernah mampu mengalahkan pekatnya malam. Dia kecil, sinarnya pun hanya setitik di antara luasnya langit. Tapi titik itu mampu menghiasi gelap, hingga malam tampak begitu menakjubkan.
Aku bisa berjam-jam menengadah ke langit di teras rumah. Tak peduli orang yang lalu lalang. Membalas tegur sapanya dan kembali berkencan dengan sang bintang.
Sering kali sendiri itu jauh lebih menenangkan.
Sudah dua bulan sejak perbincanganku dengan Pak Sam, aku belajar banyak hal. Bagaimana memahami diri sendiri, memahami rasa aneh yang sering mengusik ketenanganku. Mencari jawab atas tanya yang tak pernah mampu aku jawab.
Pertanyaan yang mungkin tak kan pernah aku sampaikan, sampai kapanpun.
Biarlah waktu yang akan menentukan akan dibawa kemana rasa ini.
Aku cukup tahu diri, di mana aku berada, dan di mana posisiku seharusnya.Dua bulan ini aku berusaha lepas dari bayang-bayang Pak Sam. Tak boleh lagi bergantung padanya.
Menyibukkan diri dengan les gitar di hari minggu, berlatih setiap malam, sambil memandang bintang.Bang Rey, kakakku, yang mengenalkan alat musik petik ini. Setiap senja menuju malam, kami sering bersenandung di teras rumah. Kadang dia yang main gitar dan aku kebagian bernyanyi. Ya ... meski suara pas pasan, nadanya kemana dan suaraku kemana.
Ada dua gitar miliknya, sesekali kami main gitar bersama. Kakak semata wayangku ini selalu membantu setiap kali aku kesulitan menghafal grip-grip pada nada. Aku paling kesulitan pada grip F, tangan mungilku seperti tak cukup panjang menggapai dawai paling atas. Dia pasti akan tertawa dan meledekku. Aku dendam pada ledekannya. "Awas kalo aku sudah pandai ya!" pekikku suatu sore. Bunda hanya tersenyum melihat kelakuan kami.Bahagia rasanya saat akhirnya aku mampu mengiringi sebuah lagu secara utuh. Meski masih hitungan minggu, tapi progres sudah menunjukkan kemajuan. 'Gak boleh menyerah!' Belajar memang butuh tekat, pantang menyerah dan terus mencoba.
Sempat berfikir untuk menyudahi, tapi rasa penasaran memusnahkan semua rasa putus asa itu. Masak iya kalah sama sebuah gitar.
Ngomong-ngomong tentang Bang Rey. Dia itu suka lagu-lagu slow rock. Koleksi kasetnya cukup banyak. Sebut saja beberapa penyanyi favoritnya seperti Mel Sandi, Mayang Sari, Nike Ardila, Andi liani, dan beberapa penyanyi lokal indonesia. Dia paling ngefans sama Nike Ardila. Ada berpuluh kaset dengan pita coklat di dalamnya yang di susun berderet di salah satu sudut kamar. Dia bahkan rela libur jajan seminggu demi membeli kaset incarannya. Beberapa poster mojang bandung dengan berbagai ukuran menghiasi dinding kamar bercat biru muda.
Sedikit banyak hal ini menginfluence aku.
Bagaimana tidak, jika setiap pagi Bang Rey akan memutar musik keras-keras dari dalam kamarnya. Tentu saja otomatis seisi rumah akan mendengar pula. Secara tak sadar lagu-lagu itu masuk ke dalam alam bawah sadarku, kemudian aku mampu hafal dengan sendirinyaHati-hati kupetik dawai gitarku, perlahan, mendayu penuh perasaan.
Sebuah lagu 'Kau Bukan Untukku' akan kunyanyikan.
Entah mengapa lagu ini begitu membekas dalam. Kalian jangan baper ya, ini hanya sebuah lagu.KAU BUKAN UNTUKKU
By Nike Ardila
Kau yang slama ini
Tak lagi mampu ku dekati
Walau tlah kucoba ...
Agar dirimu dapat mengerti
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra Cinta Aninda--TelahTerbit
Teen FictionJodoh itu rahasia sang pencipta. kita tak bisa menentukan dengan siapa akhirnya kita akan bersanding. begitu kira-kira yang aku alami, tak pernah terbayangkan bila suatu ketika aku akan bersanding dengan orang yang tak mungkin memilihku mendampingin...