BAB 3

23.5K 1.1K 23
                                    

Pagi itu jalanan Jakarta macet, seperti biasanya. Dia menekan tombol klakson berkali-kali, namun pengendara lain enggan memberi nya jalan. Lagian kalau di pikir siapa dirinya sampai orang lain mau repot-repot memberi jalan?

Dia, Raja Manggara.

Mengehela nafas berkali-kali demi mengurangi gemetar yang ia rasakan. Seharusnya Ia biasa saja, karena ia memang langganan terlambat dan pembersih wc gratis menggantikan Mang Anan.

Ini hari senin, beberapa hari yang lalu Raja pernah berjanji pada Anna akan menjemput perempuan itu di rumah nya menggunakan kendaraan mobil padahal Raja sendiri enggan membawa kendaraan itu, menurut nya kendaraan roda dua lebih nyaman. Tapi demi Anna, ia rela melakukan apapun dan karena kesiangan Raja jadi batal menjemput Anna, sudah pasti kekasih nya itu akan marah.

Dan yang kedua adalah karena kebodohan nya. Malam tadi, Ratu memberi nya pesan agar ia ikut berangkat sekolah bersama. Tanpa beban, Raja mengiyakan, sejenak lupa janji nya pada Anna.

Oh tidak, nasib nya mungkin akan buruk.

Raja menyandarkan punggung nya ke kursi kemudi, memejamkan mata. Dalam hati ia berdoa agar jalan kembali lancar.

Baru saja beberapa saat memejamkan mata, Raja di kejutkan dengan bunyi klakson yang berada di belakang mobil nya.

Ia spontan membelalakan mata. Tengok kanan kiri dan tersenyum setelah mengetahui apa yang baru saja terjadi.

"Trimakasih ya Allah, engkau mengabulkan doa Baim," gumam Raja.

Ia sesegera mungkin tancap gas, membelah jalanan jakarta yang mulai legang.

°°°°

"Edgar Januar!"

Setelah beberapa kali merengek meminta di lepaskan dan hanya di jawab diam oleh Edgar. Akhirnya Shea memberanikan diri menyebut nama lengkap ketua kelas itu dengan lantang. Mengundang tatapan para siswa yang tengah lalu lalang di koridor.

Namun itu tidak membuat Edgar berhenti, malah cekalan nya semakin mengencang.

Shea memberontak. Namun, tetap saja tenaga Edgar lebih besar untuk menyeret nya ke lapangan upacara.

"Tunggu!" Dengan sekali tarikan, tangannya terlepas dari cekalan Edgar.

Shea memegang pergelangan tangannya yang sedikit memerah, lalu monoleh ke arah Edgar yang menetap Shea tanpa ekspresi. Benar-benar datar.

"Mau lo apasih!" Shea sedikit membentak.

Ia menatap Edgar dengan kesal yang sangat kentara.

Edgar menghela nafas lelah, menghadapi Shea harus penuh dengan kesabaran. Revon bilang, "Shea itu keras banget, bro. Lo harus sabar ngadepin tuh bocah,".

Edgar melangkah mendekat, mengikis jarak antara dirinya dan Shea. Meneliti wajah Shea dengan mata tajam nya.
Shea manis, ia akui. Matanya lebar, hidung nya tidak mancung seperti dirinya, namun mungil, menambah kesan manis pada dirinya, bibirnya kecil dengan warna ping cerah. Namun, di sekitar pelipis dan pinggiran bibir nya terdapat luka lebam.
Edgar memajukan wajahnya lebih dekat, mencoba memastikan.

Shea menarik wajahnya ke belakang, berusaha menjauh dari Edgar yang semakin mendekat ke arah nya.

Tangan Edgar bergerak menghapus betadin yang menempel pada dagu Shea. Namun, Shea segera menepis tangan Edgar dengan cekatan.

"Mau ngapain lo!"

Edgar menarik kembali tangannya, lantas berdecak sebal. "Di dagu kamu ada sesuatu."

Shea segera mengambil kaca kecil di saku rok nya, lalu menganga mendapati noda merah di dagu nya.

"Kamu harus ke lapangan," Edgar kembali membuka suara. Menarik kembali tangan Shea secara paksa.

Shea terkejut, lalu menarik tangannya kembali. "Lo gila nya!! Liat nih rambut gue,"

"Itu urusan kamu, saya hanya menjalankan tugas," Edgar mengacung kan teks upacara lalu mengulurkan  pada Shea.

Shea menaikkan alisnya.

"Gue?"

"Iyalah, ayo cepat sudah terlambat,"

Edgar kembali menarik Shea, dan untuk saat ini dia diam menuruti perintah Edgar. Ia pasrah jika harus kena hukuman hormat pada bendara sampai istirahat atau yang lebih parah membersihkan wc sekolah-- percayalah, itu hukuman yang paling siswa sekolah hindari.

Di perjalanan menuju lapangan upacara, mereka kembali menjadi pusat perhatian. Dan Shea mencoba masa bodo dengan tatapan mencibir itu.

Tidak butuh waktu lama, lapangan upacara sudah ramai dengan siswa yang akan memulai upacara pertama ini, mereka masih berbincang dan bergurau dengan teman sebaya, Shea memutar bola matanya jengah.

Shea menoleh ke arah Edgar, lalu mendengus kasar karena dia malah diam di tempat.

"Weh! Malah diem."

"Yaudah ayo, saya ngga mau tau, kamu harus berhasil jadi pembaca teks undang - undang,"

Shea mencibir kan bibirnya kesal, lalu mengikuti langkah Edgar yang sudah di tengah lapangan.

°°°°

Ratu bukan tipekal orang pendendam lebih dari satu hari. Ia cepat memaafkan, dan mungkin karena itulah Raja jadi semena mena padanya. Sudah keberapa kali Ratu tidak bisa menghitung, mungkin ke 10 atau ke 100, ia lupa, yang pasti Raja sudah membuat kesalahan dan kekecewaan berulang - ulang. Dan masih saja ia memaafkan.

Huf.

Ratu melangkah lebih cepat. Ia sesat menoleh ke lapangan, dan shit, ternyata sudah ramai. Kaki yang awalnya melangkah kini mulai berlari kecil. Sesaat setelah memasuki kelas, ia duduk, lalu minum, menetralkan nafas dan detak jantung nya yang tidak beraturan. Namun tetap saja, lelah nya belum hilang.

Akhirnya Ratu menenggelam kan kepalanya di lipatan tangan, mencoba meredam emosi yang sedang bergejolak di hati nya. Kelas terlihat sepi, mungkin semua siswa sudah berkumpul di lapangan upacara. Pikir Ratu.

"Killa?" Suara itu kembali membuat mood nya semakin buruk.

Ratu mendongak, mendapati Raja dengan cengiran sok manis yang malah membuat Ratu semakin gedek dibuatnya. Mencoba tidak perduli, Ratu memutuskan untuk pergi ke lapangan, sebelum itu ia harus mencari topi berlogo SMA GARUDA yang tersimpan di tas hitam nya. Mengobrak abrik, berharap menemukan barang yang sedang ia cari.

"Maaf, Tu. Tadi, gue kesiangan, gue kira juga lo udah berangkat." Raja berusaha membujuk Ratu.

Setelah menemukan topi, Ratu segera memakai nya dan melenggang pergi. Menghiraukan panggilan Raja yang sudah berkali-kali menyebutkan namanya.

"Nasib punya istri dua gini amat," Raja mengacak rambutnya.

                                   💦💦💦

VOTE AND COMMENT 😂😁

REMAJA(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang