BAB 53

6.5K 312 24
                                    

Sepeninggalan Ratu yang dijemput oleh pangeran(kata Intan), Shea berdiri, lantas mengarahkan kakinya menuju tempat yang jauh dari keramaian. Intan tidak henti - hentinya merengek agar Ia bisa bersama Shea meski tidak tentu arah, tapi dengan tegas Shea menentang. Shea butuh ketenangan dan udara segar untuk menghilangkan pusing yang tiba-tiba menyerang nya. Sekarang, ia tidak akan tergantung oleh obat - obatan. Mungkin pikirannya akan tenang bila angin malam membelai tubuhnya.

Lapangan perkemahan belum sepi, beberapa siswa masih duduk disana. Shea melewati beberapa gerombolan laki-laki yang menggoda nya sambil bersiul menggoda. Ia menoleh lantas memperlihatkan kepalan tangannya dengan wajah sinis, hal itu kontan membuat kumpulan laki-laki itu lebih gencar menggoda.

Percuma saja, meladeni lelaki seperti mereka tidak akan selesai, salah satunya cara adalah mengabaikan. Akhirnya Shea melangkah lebih cepat, mengabaikan tatapan mata siswa lain yang menetap nya dengan aneh.

Beberapa menit kemudian, ia duduk di kursi panjang. Ia kembali mengerat kan jaket, menggosok tangannya agar dingin tidak membungkus tubuh rapuh nya.

Menit berlalu ia lewati dengan diam menatap hamparan pepohonan yang bergoyang indah mengikuti irama angin malam. Bukan hanya tanaman itu, tapi juga rambutnya ikut menari, seakan tidak ingin mengalah dengan keasrian tanaman hijau di depannya.

"Ngga dingin?"

Suara itu mengagetkan Shea. Ia menoleh ke samping nya dan mendapati Edgar yang tengah menatap nya dengan mata sayu.

"Dikit. Tapi gue betah disini. Jadi, jangan paksa gue buat balik ke tenda sekarang. Ngerti?" Shea memperingati Edgar.

Edgar terkekeh, "Nanti kamu masuk angin loh."

"Gue ngga selemah itu buat lawan angin malem." Shea tetap kekeh.

Shea kira Edgar akan kesal dan meninggalkan nya karena tidak patuh. Tapi lelaki itu malah duduk di samping Shea, lalu memberikan syal dengan warna biru mengitari leher Shea.

"Biar hangat."

"Makasih." senyum nya mengembang.

Keheningan menyelimuti mereka. Mata mereka mengarah pada tanaman di depannya, tapi pikiran mereka entah mengarah kemana.

"Bunda mau ketemu kamu lagi." Edgar teringat percakapan dengan Mela sebelum mengantar nya menuju sekolah untuk pergi berkemah.

Shea menoleh, "Tante Mela? Dia.. Ngga ilfil sama gue.. Gitu?"

"Kenapa harus ilfil?"

Pertanyaan Shea membuat Edgar heran. Pasalnya, kenapa Mela harus ilfil? Apakah saat Edgar tidak bersama mereka, Shea melakukan kesalahan?

"Yah siapa tau gitu. Tapi ngga ternyata. Syukur deh." ada perasaan lega di hati kecil nya.

Edgar menoleh, lalu menatap Shea cukup lama. Sungguh, Shea benar-benar cantik dari samping, rambut perempuan itu terbang mengikuti arah angin, senyum nya merekah indah. Edgar tidak lagi melihat wajah kesal, marah bahkan ujaran sinis yang sering perempuan itu lontarkan.

Bolehkah ia memeluk Shea sekarang?

Bolehkah ia mengakui perasaan nya sekarang?

Tapi ia takut Shea akan menolak dan malah menghindar setelah Shea bahwa Ia mempunyai perasaan lebih. Perasaan ingin melindungi, dan slalu berada di samping perempuan yang sekarang duduk di samping nya. Edgar tidak ingin melihat Shea menangis menahan sakit hatinya, karena saat itu, ia akan memeluk Shea dan menenangkan nya dengan selembut mungkin.

"Gar?" Shea melambai kan tangannya di depan wajah Edgar karena laki-laki itu menatap nya tanpa berkedib. Bukan apa-apa, Shea hanya takut Edgar tiba-tiba kesurupan, apalagi mereka hanya berdua.

REMAJA(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang