Dua

677 149 11
                                    

"Ayo kita pergi, Tn Kang!" sekali lagi ajak Yong Hwa.
Tapi lelaki itu menatap Shin Hye meminta Shin Hye tetap menahannya.
"Biar dia yang menentukan pergi dengan Anda atau tidak, Tn Jaksa." putus Shin Hye melihat tatapan pria itu.
"Anindweyo." gelengnya.
"Wheo? Kenapa kau tidak mau pergi denganku?" tatap Yong Hwa kepada lelaki itu.
"Aku tidak punya urusan dengan Anda, Tn Jaksa." tepisnya.
"Geurae! Kau tidak bisa membawanya pergi jika begitu. Silakan tinggalkan tempat ini, Tn Jaksa!" senyum Shin Hye sambil menunjuk pintu.

Yong Hwa menatap Shin Hye dari atas sampai bawah.
"Kau, apa seorang polisi?" tanyanya tidak mau pergi.
"Apa dimatamu aku seperti petugas kantor pos?" tatap Shin Hye marah.
"Ani. Kau seperti seorang model. Kau polisi tercantik yang pernah aku lihat." senyum Yong Hwa nakal.
"Apa kau belum pernah ditendang sepatu heels wanita?" geram Shin Hye kesal.
"Kau ini sangat pemarah. Aku tawarkan date padamu akhir pekan ini bila sekarang kau mengijinkan aku membawa Tn Kang. Otte? Jadwal dating-ku cukup padat asal kau tahu."
"Aigoo.... Apa kau tidak punya cermin di rumahmu?" pekik Shin Hye.
"Aku juga jago main piano. Aku ini pria romantis."
"Yakk... Naga! Naga-ragu!!!" teriak Shin Hye sambil membuka pintu lalu mendorong tubuh jaksa baru itu keluar.

Semua mata di luar ruang interogasi yang tengah sibuk bekerja menatap mereka. Lalu, boom! Shin Hye membanting daun pintu dengan sangat keras.
Yong Hwa mengurai senyum gugup kepada semua orang.
"Polisi wanita pemarah. Aku akan pergi saja. Terima kasih atas keramahan Anda semua." bungkuknya. Kemudian ia bergegas pergi.

Di ruang interogasi, Shin Hye mengatur napasnya yang memburu.
"Aku memang tidak mau pergi dengannya. Terima kasih Hyeongsa-nim tidak membiarkan aku ikut dengannya." pria pembuat gaduh itu membungkuk pada Shin Hye.
"Oleh sebab itu aku mengharap kau jujur padaku, dan jelaskan juga kenapa jaksa baru itu sampai mencarimu?" balas Shin Hye.
Dia membisu.

Pembuat gaduh itu tetap tidak mau mengatakan kenapa jaksa kota sampai mencarinya.
"Aku sungguh tidak tahu apa yang diinginkan beliau sebab kami tidak pernah bertemu sebelumnya." tepisnya.
"Setidaknya kau bisa mengira kenapa dia mengikutimu?" gemas Shin Hye.
Dia menggeleng.
"Kau sungguh ingin aku memasang alat deteksi kebohongan padamu?" ancam Shin Hye.
"Nde. Lakukan saja, Hyeongsa-nim. Sebab aku benar-benar tidak tahu."
Shin Hye memejamkan mata dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Orang ini apa bodoh, mengidap kelainan jiwa atau dungu? Shin Hye sungguh tidak bisa menerka.

Ingin ditahan secara sukarela dengan alasan yang sangat iseng, supaya makan gratis dan tidak usah bekerja. Tidak membuat kejahatan, tapi ada jaksa yang mengejar-ngejarnya? Jika terus mengorek kejujurannya, Shin Hye bisa gila karena kesal. Sebab dengan polosnya dia berkeras mengelak keinginannya ditahan lantaran menghindari kejaran seseorang.

Shin Hye meninggalkannya ke ruang sebelah di balik kaca dua arah ruang interogasi. Ia akan memperhatikan orang aneh itu diam-diam. Yu Ri yang melihat dari mejanya, mengikutinya ke ruang kontrol interogasi. Sambil tangannya membawa 2 kaleng minuman dingin.
Sepeninggalnya, dia hanya duduk. Duduk dengan tenang. Sekian lama berselang tampak telunjuknya menggaruk atas meja seperti melepaskan sesuatu yang melekat. Shin Hye terus memperhatikannya. Pintu terbuka, Yu Ri memasuki ruangan. Shin Hye menoleh sekilas.
"Nugu?" tanyanya seraya mengasongkan soft drink. Shin Hye menerimanya.
"Orang aneh. Dia meminta ditahan dengan sukarela." tukasnya sambil menarik pengait pada atas kaleng untuk membukanya. Tidak sampai lepas, asal bisa mengalirkan minuman untuk ia teguk. Dan ia meneguknya sedikit.
Yu Ri turut memperhatikan si pembuat gaduh itu. Sambil pula meneguk minumannya.
"Menurut Sung Min tadi ada jaksa yang mencarinya?"
"Eoh."
"Kau mengusir jaksa itu? Wheo?"
Shin Hye tidak segera menjawab. Ia meneguk lagi minumannya.

"Orang itu menolak ikut dengannya." tukasnya. "Aku sekarang jadi ingin menyelidiki dia, Yu Ri-ah. Kenapa dia sangat ingin kita tahan dan kenapa jaksa wilayah mencari-carinya?"
"Kau tidak bertanya kenapa dia begitu ingin ditahan?" tatap Yu Ri.
"Dia hanya mengatakan supaya bisa makan tanpa bekerja. Aku rasa otaknya sudah dicuci... Jawabannya sangat konsisten membuatku kesal."
"Geuraeyo-ga?" Yu Ri tidak terlalu percaya. Iya-kah tampangnya seperti yang sudah dicuci otak?
"Dicuci otak atau dia begitu bloon." imbuh Shin Hye. "Saat menjawab pertanyaanku wajahnya datar yang sedatar-datarnya, membuatku bingung, dia bicara jujur, bloon, polos atau sudah dicuci otak...? Dan ketika kugertak akan dipasang alat test kebohongan, dia malah menantangku."
"Isanghane." gumam Yu Ri. "Lalu apa rencanamu sekarang?" tanyanya.
"Aku akan menahannya."
"Tuduhannya?" toleh Yu Ri.
"Membuat gaduh di kantor polisi."
Yu Ri menatap lagi ke ruang interogasi. "Cepat bereskan dia apa pun rencanamu. Kita harus pergi ke Cheongdam-Dong sekarang." ajaknya menandaskan minumannya.
"Untuk?"
"Ada pembunuhan waitress di klub."
"Oke." angguk Shin Hye menandaskan pula minumannya.
📎

Shin Hye dengan Yu Ri tiba di TKP tidak lama setelah itu. Klub sudah dipasangi garis polisi. Tapi Shin Hye dan Yu Ri sambil mengacungkan tanda pengenalnya dapat menerobos memasuki garis polisi. Di dalam sepi, selain seorang perempuan berseragam kemeja putih dan rok hitam berbaring kaku. Dialah waitress itu. Sang korban. Shin Hye merogoh handscoon dari saku coat-nya. Setelah memakai hanscoon ia berani menyentuh mayat wanita itu. Hanya untuk melihat luka pada tubuhnya yang menyebabkan kematiannya.
Sementara itu Yu Ri pun siap dengan kamera di tangannya. Ia menjepret daerah-daerah yang terluka.
"Tidak ada luka terbuka, tapi tulang kepala belakangnya remuk." ucap sebuah suara menyeruak dari tangga lantai 2 klub itu.
Shin Hye dan Yu Ri sama-sama menoleh ke sumber suara.
"Eoh, dr Lee. Annyong-haseyo." bungkuk Shin Hye kepada dokter porensik itu.
"Annyong, Hyeongsa-nim." dia pun membungkuk kepada Shin Hye dan Yu Ri.
"Kapan kematiannya, dokter?" tanya Yu Ri.
"Sekitar 10 jam yang lalu. Sepertinya kepalanya mendapat pukulan benda tumpul berulang-ulang."
"Benar, tubuhnya cukup bersih tidak ada bekas luka apa pun."
"Ditemukan sperma pada roknya." lanjut dokter forensik.
"Apa dia diperkosa atau mereka melakukannya sama-sama suka?" tatap Shin Hye.
"Tidak ada tanda pemerkosaan."
"Oke."

Shin Hye dan Yu Ri kemudian meninggalkan korban untuk mendengar laporan polisi setempat yang telah lebih dulu melakukan pemeriksaan. Dokter forensik dan timnya segera membawa mayat ke RS untuk menunggu keluarganya lalu dilakukan autopsi bila diijinkan keluarga. Sedang bila keluarga tidak mengijinkan berarti menyerahkannya kepada keluarga.

Keterangan sementara dari polisi patroli, korban bekerja di klub itu. Sekitar tengah malam seorang pria bertampang chaebol berusia 40 tahunan datang, pria itu meminta dirinya yang melayaninya. Setelah meneguk beberapa gelas minuman, si chaebol mabuk. Dia kemudian menuju toilet. Lewat layar CCTV tidak lama setelah itu korban terlihat mengangkat handphone, lalu meninggalkan bar menuju toilet. Lama berselang korban menuju lagi bar. Waktu menunjukan pukul 2:35 dini hari. Saat korban kembali ke bar seorang pria lain tengah menunggunya, korban seperti mengenalinya. Dia terlihat meladeni pria itu tapi mereka seperti bertengkar. Si pria terlihat membanting gelas. Wajah keduanya tegang. Pria itu lantas meninggalkan bar menuju lantai 2, korban mengikuti. Entah apa yang terjadi selanjutnya...? Tiba-tiba pukul 3:54 terlihat sesosok tubuh melayang dari lantai atas jatuh di lantai kosong. Tubuh itu tidak bangun lagi. Tubuh waitress wanita itu.

Shin Hye membekap mulutnya melihat rekaman itu dari CCTV.
"Apa sudah diketahui kedua pria yang bersamanya sepanjang malam itu, Gyeongchal-nim?" tanya Shin Hye.
"Pria terakhir adalah kekasihnya menurut pemilik klub, Hyeongsa-nim."
"Pria sebelumnya?"
"Hanya tamu klub."
"Oke. Aku minta identitas mereka berdua dan segera kirimkan padaku, Gyeongchal-nim!"
"Nde, aguesmidha."
Setelah itu Shin Hye dan Yu Ri meninggalkan TKP. Keduanya saling diam saat meninggalkan klub. Shin Hye yang duduk di belakang kemudi, hanya serius menatap jalan. Begitu pula Yu Ri mengunci mulut. Keduanya shock dengan kejadian tersebut.

TBC

Bagaimana koment readers dgn ff ini...?

Say something, please!

Justice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang