Dua Puluh Enam

323 81 9
                                    

"Kau ini bicara apa?" Jin Seok berusaha mengelak.
"Tolong Abeoji jangan berbelit-belit, sebab aku sudah tahu semua." tatap Yong Hwa mengintimidasi.
"Lalu kalau kau sudah tahu alasan Abeoji, apa kau akan membuat tuntutan? Kasusnya sendiri sudah kadaluarsa." ayahnya balas menatap Yong Hwa tajam.
"Jadi Abeoji tidak menyangkal pembunuhan itu?" Yong Hwa tak ayal kaget.
"Kau sudah tahu semua bukan? Kenapa harus bertanya lagi?" balasnya sinis.
"Aku padahal sangat berharap Abeoji akan menyangkal semua itu. Setidaknya Abeoji katakan, Abeoji tidak sengaja melakukannya atau katakan terpaksa Abeoji melakukannya." pekik Yong Hwa dengan mata yang mulai terasa perih.
"Kau pikir mudah untuk merebut posisi ini? Kau pikir ayahmu mendapatkan ini seperti hujan dari langit? Kepala butler dan suaminya yang kau sebutkan itu akan jadi batu sandungan jika tak kusingkirkan. Dan kau tidak akan pernah mendapat pasilitas sebagai anak seorang jaksa agung jika mereka tidak disingkirkan. Apa kau paham?"

"Jebal, Abeoji! Jangan pernah katakan aku bahagia dengan semua yang kudapat jika untuk meraihnya kau telah mengorbankan orang tidak berdosa!" teriak Yong Hwa semakin marah.
"Siapa sebenarnya dia? Kenapa tiba-tiba kau mengorek masalah itu?" tatap ayahnya tajam.
Yong Hwa tidak segera menjawab. Tangannya terlihat menghapus air matanya.
"Siapa pun dia seharusnya Abeoji tidak mengorbankan orang tidak berdosa untuk memenuhi ambisi Abeoji." peringatnya.
"Siapa yang sudah mempengaruhimu hingga kau sebegini berani padaku? Selama ini kau tidak pernah tahu apa tugasmu sebagai seorang jaksa, kenapa sekarang kau seakan paling paham?" ayahnya kesal tak terkira.
"Ya, selama ini aku memang tidak peduli. Dan aku tidak pernah menginginkan bekerja seperti Abeoji. Tapi karena Abeoji yang telah memaksaku untuk menjadi jaksa, maka sekarang aku akan melakukan tugasku sebagai seorang jaksa seperti yang Abeoji inginkan. Aku akan mengangkat lagi kasus ini. Dan akan berusaha dengan segenap kemampuanku untuk membuat kasus ini dibawa ke persidangan." tekad Yong Hwa.
"Kau pikir akan ada hakim yang mau meluluskan permohonanmu? Kau pikir akan ada hakim yang berani menantangku? Kasus ini sendiri sudah lama kadaluarsa. Menurutmu siapa yang mau menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak akan berhasil dan jelas-jelas menantangku?" ejek Jin Seok tersenyum sinis.
"Kuharap Abeoji jangan terlalu percaya diri. Aku akan mempertaruhkan pekerjaanku demi menyeret Abeoji ke persidangan sebagai tersangka. Tunggu saja!" ancam Yong Hwa kemudian meninggalkan ruang kerja ayahnya. Lelaki paruh baya itu hanya menatap buah hatinya berlalu.

Yang pertama terbersit di benak Jin Seok akan ancaman Yong Hwa, ada seseorang yang memanfaatkan anaknya untuk menguak lagi kasus itu demi menjatuhkannya. Namun tidak bisa ia ramalkan siapa. Yong Hwa sendiri ia kenali sebagai anak yang tidak mudah diintimidasi. Buktinya berapa lama ia harus meyakinkannya untuk merasa dirinya sebagai seorang jaksa.
"Dia jatuh cinta pada seorang detektif, Suseog-nim. Dan detektif itu rupanya putri kepala butler Seoul Hotel." jelas Dong Il.
"Mworagu...?" jaksa agung itu tak terkira kaget.
"Itu yang dia katakan padaku, Suseog-nim."
Ponsel Jaksa Agung Jin Seok jatuh dari tangannya.

Mendengar anaknya telah merasakan jatuh cinta pada lawan jenis adalah hal yang membuatnya terharu sebagai orang tua, tapi Yong Hwa jatuh cinta kepada putri pasangan yang telah ia perintahkan untuk dibunuh. Pasangan yang kala itu potensial menjegal karirnya untuk semakin naik. Jaksa Agung Jung Jin Seok terdiam bisu untuk beberapa jenak lamanya. Tiba-tiba teringat lagi obrolannya dengan jaksa kepala wilayah kala mereka bertemu dalam suatu rapat kerja.

"Putra Anda, Jung Yong Hwa Geomsa, telah bekerja dengan sangat baik akhir-akhir ini, Suseog-nim. Beberapa kasus penting telah diselesaikannya dalam waktu cepat."
"Benarkah? Syukurlah Jaksa Kepala Kang mampu menaklukannya." senyumnya gembira. "Dia kau tempatkan dimana, Jaksa Kepala Kang?"
"Divisi pidana, Suseog-nim. Bersama Jaksa Kepala Pidana Han."
"Begitu?" Lelaki paling berkuasa di lembaga kejaksaan negara itu menatap pria yang ditunjuk kepala wilayah. "Metode apa memang yang kau terapkan padanya, Jaksa Han?"
"Tidak ada, Suseog-nim. Saya rasa putra Anda mulai dewasa sekarang. Semangat kerjanya terlecut setelah bertemu dengan detektif cantik kepolisian Gangnam. Dialah yang menyemaikan semangat kerja Jung Geomsa hingga ke titik didihnya."
"Hahaha..." dirinya dan mereka tertawa terbahak bersama.
"Dan harus saya katakan, Jung Yong Hwa Geomsa jaksa muda yang luar biasa. Ketika dia memiliki keinginan untuk bekerja, kemampuannya diatas rata-rata, Suseog-nim. Jung Geomsa cepat dalam mengambil keputusan sekaligus cermat. Saya sungguh beruntung mendapatkannya." senyum pria itu sungguh-sungguh.

Spirit seorang gadis itulah yang telah membangunkan Yong Hwa dari tidur panjangnya sebagai seorang jaksa selama ini yang hanya bermimpi untuk menjadi seorang pianist. Tapi dari banyak gadis cantik yang bisa dikencaninya, mengapa anak itu justru jatuh hati kepada seorang gadis yang orang tuanya ia perintahkan untuk dilenyapkan. Sebab sepak terjangnya membahayakan posisinya. Jung Jin Seok memejamkan mata seraya membulatkan kepal.
📎

Immo tak urung shock mendengar informasi yang disampaikan Shin Hye. Kemudian keduanya bertangisan begitu sedih. Bahkan Immo tidak masuk kerja besoknya karena sakit. Yang membuat mereka teramat sedih, fakta bahwa mereka tidak bisa lagi mengajukan tuntutan terhadap pelaku atau yang memerintahkannya, karena kasus itu sudah kadaluarsa. Mereka sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa ketika mengetahui kebenarannya.

Sementara Yong Hwa menjadi gelisah khawatir Shin Hye nekad mendatangi pewaris JW Group untuk mencari dukungan guna mengajukan tuntutan terhadap ayahnya. Maka pagi itu ia terus membunyikan smartphone Shin Hye.
"Jebal, Shin Hye-ya. Angkat teleponnya!" harapnya.
Tapi puluhan kali ia melakukan panggilan dan mengirim pesan, sedikit pun tidak ada respons. Yong Hwa akhirnya batal membelokan setir ke kantornya, ia menancap gas ke kantor polisi Gangnam. Ia akan menunggu Shin Hye disana. Namun nampaknya Shin Hye tidak datang. Ia akhirnya memacu roda empatnya ke rumah gadis itu. Di rumahnya juga Shin Hye tidak ada. Rumah itu kosong. Yong Hwa akhirnya kembali ke kantor dengan tangan hampa.

Namun sore hari saat iseng tangannya melakukan lagi panggilan terhadap nomor kontak Shin Hye, gadis itu mengangkatnya meski tidak menyahutinya.
"Shin Hye-ya, taengitha. Aku tahu kau sangat marah padaku, tapi cukup kau dengarkan saja. Tolong jangan sekali-kali berpikir untuk menghubungi JW Group untuk masalah ini. Itu sangat berbahaya buatmu. Aku sendiri yang akan memohon kepada pengadilan supaya kasus itu dibuka lagi dan membuat tuntutan terhadap ayahku. Kau bisa mengandalkanku untuk itu." ucapnya.
Dari ujung telepon terdengar isak.
"Dengar, karena kasus ini sudah kadaluarsa, pasti tidak mudah meyakinkan hakim. Tapi tolong kau bersabar! Aku akan berusaha dengan segenap kemampuanku." janji Yong Hwa.
Masih tidak ada sahutan selain isakan seperti tadi.
"Mianheyo, Shin Hye-ya! Jeongmal mianheyo!" lanjut Yong Hwa, kemudian ia pun membisu. Tenggorokannya seperti tercekik. Sementara isak Shin Hye terdengar semakin keras.
Yong Hwa akhirnya menutup teleponnya. Dan setelah itu ia membeku di kursinya.

Shin Hye seperti sebelum-sebelumnya sulit menghentikan tangis setiap membicarakan sebab kematian ibunya. Hatinya hancur. Apa yang menjadi kecurigaan ayahnya ternyata benar adanya. Bagaimana hal itu tidak menghancurkan hatinya.
Namun ada hal yang sedikit membuatnya terhibur, kala Yong Hwa mengatakan akan membuka kasus itu kembali dan membuat tuntutan terhadap ayahnya sendiri. Tapi hanya sedikit saja. Sebab bagaimana pun jaksa agung itu ayahnya, dan kasus itu sendiri sudah kadaluarsa yang baru akan dimohonkan kepada hakim untuk dibuka kembali. Semua itu bisa saja ditolak, mengingat orang yang akan dituntut pun seorang jaksa agung.

Shin Hye terduduk dilantai di dalam kamarnya. Hari itu ia bersama Immo pergi ke rumah abu dimana ayah ibunya disemayamkan. Mereka hanya menangis disana dan berbicara dengan tempayan berisi abu jenazah ayah ibunya. Setelah itu mereka pulang, tiba di rumah mengurung diri di dalam kamar masing-masing.

TBC

Justice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang