Dua Belas

389 96 9
                                    

Setelah Jaksa Choi menyebutkan tempat mereka untuk bertemu, jaksa Han bergegas pergi. Ia akan menunggu, tidak akan membiarkan jaksa Choi yang menunggunya. Padahal wajah jaksa Choi ramah, tetap saja jaksa Han gemetar.
"Annyong-hasmikha!" angguknya menyambut kemunculan asisten jaksa agung itu.
"Annyong, Jaksa Han. Oremanidha." sapa jaksa Choi.
"Ye."
"Anjho!"
"Gomasmidha."
"Bagaimana di kantor wilayah sekarang?"
"Seperti biasa, begitu sibuk, Geomsa-nim."
"Iya, pasti. Aku sengaja mengajakmu bertemu karena ada hal yang perlu aku konfirmasi padamu, Jaksa Han."

Pria dengan kaca mata itu menatap wajah jaksa Choi.
"Jaksa Jung datang padaku mempertanyakan kasus yang berkaitan dengan saksi kunci Lee. Bisakah kau cabut tugas yang kau berikan padanya? Dan berikan dia banyak kasus supaya sibuk, supaya dia tidak ada waktu untuk mengorek kasus yang sudah lama ditutup itu. Dia bahkan telah mengumpulkan beberapa nama yang siap ia caritahu." jelas Jaksa Choi diluar dugaan.
"Jaksa Jung Yong Hwa maksud Anda?" tanya jaksa Han.
"Nde. Dia sekarang penasaran dengan saksi kunci Lee."
"Jaksa Jung Yong Hwa, Geomsa-nim?" ulang jaksa Han tidak percaya.
"Kau meremehkan dia, Jaksa Han. Dia memang malas tapi tidak bodoh. Jika dia bodoh, tidak akan bisa lulus dari fakultas hukum dan ujian advokasi dengan keengganannya belajar tentang hukum. Jika dia berhasil mengorek masalah ini, bukan hanya aku atau jaksa kepala wilayah dan kau yang akan tergusur, tapi jaksa agung sendiri bisa jatuh. Apa kau tidak memikirkan hal itu?" tatap asisten jaksa agung itu.
"Sebentar, Geomsa-nim. Aku tidak paham, apa yang jaksa Jung lakukan? Aku hanya menyuruhnya membawa Tn Lee dari kantor polisi." kernyit jaksa Han bingung.
"Ketika dia bertanya padamu siapa saksi kunci Lee, kau malah menyuruhnya mencari tahu sendiri. Itu tindakan bodoh, Jaksa Han. Yong Hwa menterjemahkan sendiri tugasmu itu dengan mencaritahu latar belakang dan jaksa siapa yang berkaitan kasusnya dengan saksi mata Lee. Sampai ia membuka file arsif dan bertanya padaku. Dia sekarang sangat penasaran." jelas Jaksa Choi.
"Jaksa Jung Yong Hwa, Geomsa-nim?" lagi tanya jaksa kepala bidang pidana kejaksaan wilayah itu tetap tidak percaya.
"Kau tahu apa yang dia katakan padaku? Dia ingin bekerja sebagai jaksa kali ini dengan membongkar kembali kasus itu. Tugas yang kau berikan itu telah membangkitkan semangatnya sebagai seorang jaksa yang selama ini terkubur dengan baik. Dan bila dia semangat bekerja aku yakin dia akan jadi jaksa yang hebat sebagaimana ayahnya. Dia memiliki potensi itu didalam dirinya. Hanya selama ini terkubur, baru sekarang bangkit dengan rasa penasaran mendalam akan kasus dengan saksi kunci Lee Kang Hwi, Han Geomsa." jelas Jaksa Choi gemas.

Jaksa Han terdiam bisu. sungguh tidak menduga seujung rambut pun. Jaksa muda itu tidak tampak istimewa seperti gosip yang didengarnya. Tapi jika telah mengumpulkan sejumlah nama yang berkaitan dengan kasus saksi kunci Lee yang sudah terkubur lama dalam waktu cepat, nampaknya benar dia tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Bagusnya kau punya bakat membangkitkan semangat kerja dia yang ayahnya sendiri pun tidak mampu, Jaksa Han. Sebelum terlanjur, segera kau alihkan perhatiannya kepada pekerjaan lain di divisimu." lanjut jaksa Choi.
"Nde, aguesmidha Geomsa-nim. Mohon maaf atas kecerobohanku." angguk jaksa kepala pidana kejaksaan wilayah merasa sangat teledor.
"Keperluanku bertemu denganmu hanya untuk menyampaikan hal ini. Segera beri Yong Hwa tugas lain. Jangan biarkan konsentrasinya kepada kasus saksi kunci Lee lagi. Jelas, Jaksa Han?"
"Nde, aguesmidha!" angguk jaksa Han sekali lagi.
"Silakan pesan makanannya, aku yang akan bayar. Namun aku tidak bisa menemanimu menikmatinya, sebab aku harus pergi." perintah Jaksa Choi seraya berdiri, Jaksa Han turut berdiri mengantar asisten jaksa agung itu pergi. Sebelum berlalu dia menghampiri tempat pembayaran untuk mengijinkan tagihan ke nomor rekeningnya atas makanan yang dipesan jaksa Han.
Sementara jaksa Han masih membungkuk padanya. Bukan karena berterima kasih sudah ditraktir makan, namun karena kaget dan menyesali tindakannya terhadap Yong Hwa.
🎑

Pagi itu Shin Hye menghampiri Lee Kang Hwi di ruang tahanan sebelum duduk di kursinya. Ia hanya menatapnya tanpa suara, benaknya sedang berpikir.
"Selamat pagi, Detektif." sapa saksi kunci kejaksaan itu.
"Pagi." balasnya kemudian berlalu lagi meninggalkannya.
"Detektif... Anda perlu terhadapku?" teriak Kang Hwi, Shin Hye tidak menjawab. Lurus langkahnya menuju mejanya.

Smartphone-nya berbunyi, nada notifikasi masuk. Ia mengambilnya. Sebuah pesan dari Immo.

Jangan pulang terlambat! Hari ini peringatan kepergian ayahmu.

Shin Hye membalas pendek.

Nde.

Setelah menjawab pesan Immo, benaknya kembali memikirkan Lee Kang Hwi. Apa harus menelepon Yong Hwa saja untuk menyerahkan lelaki itu? Atau bagaimana sebaiknya?

Shin Hye ragu untuk menyerahkan saksi kunci kepada Yong Hwa, sebab Yong Hwa malah memintanya untuk melakukan interogasi terhadapnya. Entah apa yang Yong Hwa curigai, tapi Shin Hye sekarang benar-benar ragu untuk melepaskan Lee Kang Hwi. Yong Hwa pernah mengatakan mencurigai ada kasus besar dibalik Lee Kang Hwi. Ah, kenapa dirinya jadi turut pusing? Jika memang mencurigai sesuatu, itu masalah mereka di kejaksaan wilayah, tidak ada urusan dengannya. Shin Hye lalu mengambil smartphone-nya. Ia menekan nomor kontak Yong Hwa.

"Geomsa-nim, aku akan menyerahkan Tn Lee kepadamu. Apa kau akan menjemputnya kesini?" tanya Shin Hye kala sambungan teleponnya disahuti.
"Menyerahkan dia padaku?" Yong Hwa tampak heran.
"Iya. Aku sudah tidak memerlukan lagi informasi tentangnya."
"Apa dia sudah mengakui sesuatu padamu, Park Hyeongsa?"
"Aniyo. Aku sudah mengetahui dari orang lain?"
"Nugu?"
"Tidak bisa kukatakan dari siapa, tapi sekarang aku sudah tahu alasannya apa. Jadi Tn Lee aku serahkan padamu."
"Makan siang nanti apa kita bisa bertemu, Park Hyeongsa?" tanya Yong Hwa.
"Untuk?"
"Aku merasa langkahku sedang dijegal. Setelah atasanku pun baru saja mengatakan mencabut tugas yang diberikannya padaku, kau dengan mudah menyerahkan dia padaku."
"Kau ini terlalu penuh curiga. Geurae, kita bertemu saat makan siang, supaya kau tidak mencurigaiku sekongkol dengan atasanmu."
"Ye."

Shin Hye menutup telepon seraya mengernyitkan kening. Apa maksudnya merasa dijegal? Orang tidak kompeten ini memang aneh, tapi tidak masalah mengikuti permintaannya untuk bicara sambil makan siang. Sekaligus ingin mendengar dengan lebih jelas bualannya tersebut.

Saat bertemu Yong Hwa di kedai kimchi, Shin Hye memilih makan siangnya kimchi rebus yang kedainya itu jauh di dalam gang. Tapi Yong Hwa nampaknya tidak masalah makan di tempat seperti itu, meski ia jadi kesulitan memarkir mobil mewahnya. 
"Kukira kau tidak akan suka makan di tempat sempit ini." senyum Shin Hye saat menunggunya di mulut gang.
"Aku bisa makan dimana saja, tidak masalah." tukasnya.
"Bagus. Kita masih harus berjalan ke dalam gang."
"Nde." 

Sebuah kedai sederhana, tapi pasti makanannya enak. Makanya semua kursi penuh. Mereka hampir tidak kebagian duduk, tapi Shin Hye nampaknya langganan tetap. Sebab pemilik kedai itu langsung mempersilakan mereka di meja kosong.
"Apa di kedai dalam gang ini juga harus reservasi?" tanya Yong Hwa takjub.
"Aniyo, tapi ini tempat makan siangku setiap hari, makanya tempatku tidak ditempati pengunjung lain. Kecuali bila aku sedang dinas luar." jelas Shin Hye.
"Aigo..."
"Kemana detektif Kwon?" tanya ajhussi pemilik yang mengantarkan makanan untuk mereka, padahal Shin Hye belum memesan.
"Sedang tanggung, Ajhussi. Nanti sore dia baru akan makan siang." senyum Shin Hye.
"Tanpa memesan dia sudah tahu makanan pesananmu?" bisik Yong Hwa lagi-lagi heran.
"Makanan yang disediakan disini hanya satu macam ini saja, jadi tidak perlu lagi memesan. Sebab yang datang kesini sudah pasti menginginkan kimchi rebus." 

Tapi makanan itu benar enak, Yong Hwa sampai lupa akan menyampaikan apa saking menikmati makanan rumahan itu.
"Kau akan bicara apa padaku tadi?" tanya Shin Hye mengingatkan.

TBC

Justice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang