Matahari bersinar sangat cerah pagi ini, suasana bumi sangat bersahabat dan nyaman untuk dinikmati semua orang. Sungguh salah satu nikmat Allah yang tidak bisa dielakkan oleh siapa pun. Tapi kenyamanan pagi ini tidak bisa dirasakan oleh salah satu siswi ini. Dengan kepala ditundukkan, dia berusaha berjalan cepat menuju kelasnya. Riuh suara ejekan, celaan, dan tertawaan memenuhi telinganya. Napasnya menggebu-gebu, derap langkahnya dia percepat berharap tak ada lagi yang bisa dia dengar.
"Ceilah si Hana sok pake jilbab lagi, paling entar dia buka juga."
"Hahaha, nggak serasi tau nggak, lo make kerudung gituan. Lo serasinya make anting hitam dan tato!"
"Astaga Hana mulai hijrah. Hijrah kw lu!"
"Buset dah! Itu Hana yah? Kok aneh dia make jilbab?"
Dia berusaha menulikan ucapan-ucapan itu. Sebenarnya dia ingin sekali menyumpali mulut-mulut mereka dengan kaos kakinya sekarang. Jujur, hatinya perih mendengar apa yang dikatakan teman-temannya kepadanya. Tapi dia sadar, ini adalah ujian dari Allah. Dia harus sabar, dia harus tegar, karena dia sendiri yang memilih jalan ini. Allah pasti akan selalu berada di jalannya.
"BERHENTI KALIAN!" Gertakan itu seketika menyunyikan koridor sekolah, riuh suara murid-murid tak ada lagi terdengar, "Apa maksud lo semua ngatain itu ke dia? Kalian jangan seenaknya mencela dia. Dia berubah bukan tanpa alasan. Seharusnya kalian bantu dan nyemangatin dia, bukan malah ngehina kayak gini. Buat lo pade yang masih ngaitin sama kehidupan masa lalunya, plis stop pikirin itu! Itu cuma kehidupan kelam yang nggak sepantasnya lo ungkit lagi. Semua orang itu pasti pernah berbuat salah, nggak ada manusia sempurna di dunia ini. Dan sekarang dia pengen ngerubah dirinya jadi lebih baik." ucapnya dengan tegas. Dia menatap serius ke semua orang yang ada di depannya.
"Wah wah wah, sok jadi pahlawan kesiangan lu, Raf. Kesambet apaan lu ngebela dia?" salah satu siswa tak jauh dari Rafa berucap sambil bertepuk tangan menghina.
"Gue bukan ngebela dia, tapi gue ngebela yang bener. Dia nggak salah mau berubah. Emang pangkat lu apa ngatain dia? Lu cuma siswa biasa di sini. Kita semua sama di sini. Jadi nggak usah lo sok suci, sok nggak pernah buat salah. Karena semua orang di sini nggak ada yang sempurna." Jujur, apa yang Rafa lakukan saat ini memang tulus. Entahlah, dia juga sebenarnya heran dengan dirinya sendiri, baru pertama kali dia membela orang yang benar. Apalagi orang yang dia bela termasuk musuh bebuyutannya, Hana.
Siswa itu meludah kecil lalu tersenyum miring, "Cih, kebenaran maksud lo? Kebenaran tayi? Lo aja dari dulu nggak pernah lakuin yang bener. Belagu banget lu!" ucapnya dengan nada penuh sarkatis.
Emosi Rafa naik saat mendengarnya. Dia tidak suka jika harga dirinya dijelek-jelekan seperti itu. Dia tidak tinggal diam, dengan gesit dia langsung melayangkan tinjuan keras di hidung siswa itu membuat siswa itu mengerang kesakitan karena merasakan ngilu yang luar biasa di tulang hidungnya.
"Maksud lo apa lakuin ini, HAH!" siswa itu berteriak kencang di depan wajah Rafa. Dia tidak terima dipukuli seperti itu.
"Lo udah ngehina gue, dan gue nggak suka lo ngomong gitu b*****t."
"Apa yang gue ucapin itu bener. Lo itu emang pembuat onar, nggak tahu diri, sampah sekolah." dia mengusap singkat hidungnya, lalu melanjutkan ucapannya, "orang tua lo pasti nyesel lo ada di dunia ini, pastinya dia nggak pernah anggap lu ada. Emang ada orang tua mau anak sampah kayak lu? NGGAK ADA!"
Emosi Rafa tambah naik, apa maksud dia mengungkit orang tuanya? Padahal dia paling benci jika mendengar semua yang berkaitan dengan keluarganya. Emosinya tak tertahankan hingga kemudian tanpa belas kasih dia melayangkan tinju keduanya di perut siswa itu berkali kali, hingga membuat siswa itu tersungkur dan pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
SpiritualSemua berawal ketika Atikah pindah dari pesantren ke sekolah biasa karena suatu alasan Uminya. Di sana dia bertemu dengannya. Sosok yang Atikah pertama kali lihat ketika masuk ke sekolah barunya. Bagi Atikah cowok tersebut adalah ladang dosanya. Cow...