Semburat cahaya matahari pagi mulai menyinari bumi. Cahayanya bagaikan suatu kebahagiaan yang disambut oleh sautan suara dari ayam dan burung burung. Begitu pula dengan dedaunan dan rumput menari bersama dengan gerakan angin sepoi-sepoi bagaikan menyambut hari baru yang cerah.
Tika berjalan menuju kelasnya. Hari ini dia datang lebih cepat dari siswa lain. Itu memang kebiasaannya dari dulu. Pantang dirinya untuk terlambat.
Tika anaknya sangat patuh pada peraturan. Tapi sayang, ada satu yang Tika tidak bisa patuhi. Aturan jilbab di sekolah barunya.
Yah sekarang dia memakai seragam barunya yang sudah dia setrika tadi malam. Kemarin sepulang sekolah ditemani Hana, Farah, dan Najwa mereka pergi membeli seragam sekolah di koprasi sekolah. Tika sangat menyukai seragam barunya. Warnanya cantik, kotak abu abu biru. Tapi sayangnya dia tidak suka ketika melihat jilbab segitiga tipis terselip.
"Maaf, Mbak. Aku nggak mau beli yang ini." Tika menyodorkan jilbab itu.
"Maaf neng, tapi peraturan di sekolah ini mengharuskan mbak untuk pakai jilbab itu, kalau tidak eneng dapat hukuman dari OSIS." Jelas mbak penjaga koperasi itu.
Tika masih memikirkan percakapan kemarin. Dia tidak bisa dan tidak akan mau menggunakan jilbab itu. Dia tidak ingin berdosa. Dia sudah berjanji pada dirinya dan Allah mau beristiqamah. Lagian jika dia menggunakan jilbab itu dadanya tidak tertutup sempurna. Dia sangat tidak menyukainya.
Biarlah dia mendapatkan hukuman karena melanggar aturan ini. Daripada nanti di akhirat kelak dia mendapatkan hukuman dari Allah Swt. yang seribu kali lipat bahkan lebih dari itu. Karena Tika sadar hidup itu hanya sementara. Satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Jadi bayangkan jika umur kita semisal enam puluh tahun. Maka Allah cuma menilai kita hidup hanya 1,5 jam. Bayangkan 1,5 jam! Apa yang sudah kita lakukan saat ini? Apa kita sudah mengumpulkan pahala yang banyak? Tika selalu merenungkan kata kata itu. Di umurnya yang 16 tahun saat ini dia merasa bahwa amalnya masih sangat sedikit. Dia membayangkan jikalau di akhirat kelak di hari hizab amalnya ditimbang dengan dosanya maka dengan satu kali timbang amalnya akan terbang ke atas bagaikan kapas karena saking sedikitnya amalnya dibanding dosanya yang beribu kali lipat banyak.
Tika berjalan sambil beristigfar tak disangka air matanya terjatuh mengingat dosanya yang begitu banyak. Ia terhenti sejenak dan memejamkan matanya.
Maafkan hambamu yang penuh dosa ini Ya Rabb ....
Setelah merasa hatinya tenang, Tika hendak melanjutkan jalannya tapi ketika dia membuka mata. Dia melihat laki-laki itu. Laki laki yang kemarin dilihatnya berciuman. Laki laki itu berjalan mendekat ke arahnya.
Tika sungguh takut. Dia menggigit bibirnya dan menunduk. Pasti orang itu akan memarahinya karena sudah membatalkan aktivitas 'itunya' kemarin.
Langkah kakinya semakin mendekat dan tiba tiba terhenti. Tika menatap sepatu dihadapannya.
Ya Rabb tolonglah hambamu ...
Cowok itu terkekeh, "Lo napa? Takut sama gue? Tenang gue bukan hantu penunggu sekolah. Tuh kaki gue nginjak tanah kok gak melayang." dia menunjuk kakinya yang terbalut sepatu.
Melihat gadis didepannya tetap diam, Rafa melanjutkan, "Gue Rafa. Anak kelas IPA 2 kita satu kelas. Lo anak baru 'kan? Kemarin gue nggak dateng. Dadang sama Dodi ngasih tahu gue tentang lo."
Tika masih bergeming. Dia terus menunduk. Kaki dihadapannya melangkah maju. Disaat itu juga Tika melangkah mundur.
"Lo kok aneh banget? Apa lo sakit mata? Sariawan? Orang ngomong kok nggak dilihat dan dibales." Tangannya memegang dagu Tika hendak mendongakkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
SpiritualSemua berawal ketika Atikah pindah dari pesantren ke sekolah biasa karena suatu alasan Uminya. Di sana dia bertemu dengannya. Sosok yang Atikah pertama kali lihat ketika masuk ke sekolah barunya. Bagi Atikah cowok tersebut adalah ladang dosanya. Cow...