Different 11

935 77 5
                                    

Kepala Tika terjatuh di atas bahu Yusuf. Tubuhnya sudah tidak sadarkan diri.

Refleks Yusuf kaget dengan pergerakan itu, dia sedikit menjauh lalu melihat apa yang terjadi dengan Tika. Yusuf berusaha menyadarkan Tika dengan menepuk bahu Tika menggunakan ponselnya. Mereka menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di dalam angkot itu.

Melihat Tika bergeming, Yusuf mulai panik dan mulai sadar jika Tika pingsan. Yusuf menatap penumpang yang masih memperhatikan mereka lalu berkata, "Dia pingsan!" ucapan Yusuf membuat para menumpang panik dan mulai menyuruh agar supir bergegas ke rumah sakit, tetapi Yusuf menolak, dia mengintruksikan agar supirnya kembali saja ke rumah Tika. Orang tua Tika pasti lebih tahu dengan kondisi Tika.

Di perjalanan Yusuf sangat panik. Dia baru pertama kali mendapati orang yang pingsan secara langsung di hadapannya. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Salah satu penumpang, wanita paruh baya mulai memberikan Tika aroma terapi di perut, leher, dan hidungnya. Berharap usahanya dapat menyadarkan Tika, tapi kondisi Tika sama saja. Tidak ada perubahan.

Angkot merah ini mulai melesat dengan kencang.

Tak lama kemudian, tibalah mereka di rumah Tika. Yusuf mulai menggendong Tika masuk ke dalam rumah. Umi Tika yang saat itu sedang menyiram tanaman di halaman depan, kaget melihat anaknya digendong tak sadarkan diri.

Umi Tika berlari mendekat, sembari membukakan pintu agar Yusuf dapat mudah masuk ke dalam rumahnya. Tika dibaringkan di atas sofa yang berada di ruang tamu.

Umi Tika langsung berlari masuk mengambil sesuatu. Lalu tak lama kembali dengan selimut dan suatu inhaler di genggamannya. Umi Tika memasukkan inhaler itu ke dalam mulut Tika dengan tangan bergetar. Setelah itu dia memperbaiki posisi tidur Tika dan menutupi badan Tika dengan selimut lembut yang tadi dia bawa.

Umi Tika kemudian duduk di samping Yusuf sambil bernapas lega. Dia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya berusaha menghilangkan rasa paniknya.

"Tika memang selalu begitu. Dia punya penyakit asma sejak kecil. Dia nggak bisa ada di tempat yang penuh debu dan pengap, jikalau itu terjadi, asmanya bisa kambuh. Pernah saat dia kecil, saat asmanya kambuh, saya terlambat kasih penanganan ke dia, dan hal itu hampir membuat dia meninggal." jelas Umi Tika kepada Yusuf.

Yusuf hanya dapat menatap iba kepada orang tua di sampingnya, sesekali dirinya melirik ke arah Tika yang sedang terkulai lemas di atas sofa, "Tante yang sabar. Penyakit Tika itu pasti ada hikmahnya, karena Allah sudah menuliskan alur cerita kehidupan seseorang dengan rapi dan baik. Dan mungkin saja penyakit Tika itu suatu ujian untuk keluarga tante dari Allah. Karena Allah tidak akan menaikkan derajat seorang hambanya di matanya sebelum memberikannya ujian. Semakin tinggi ujian yang diberikan, maka akan semakin tinggi juga derajatnya di mata Allah Swt."

Umi Tika menoleh ke Yusuf dan tersenyum kecil, "Makasih, nak, kamu sudah ngingatin tante."

"Iya tante, itu udah kewajiban kita sesama muslim." Yusuf tersenyum tulus. Melihatnya, Umi Tika terdiam sejenak. Tatapannya sepenuhnya ke arah Yusuf. Senyum itu mengingatkannya pada seseorang. Sungguh, orang yang ada di hadapannya saat ini sangat mirip dengan seseorang yang sangat dia rindukan. Mata Umi Tika berkaca-kaca. Matanya terus memandang Yusuf intens, pikirannya bergulir ke masa lalu. Masa yang membuatnya hampir gila. Kejadian itu tidak bisa dia lupakan sama sekali, masih sangat segar di ingatannya tentang dia. Dia yang sangat Umi Tika sayangi, cintai, dan rindukan. Wajah dia bagaikan versi dewasa dari orang itu. Apa mungkin Yusuf adalah dia? Tapi bagaimana mungkin?

"Tante?" Panggilan Yusuf membuyarkan lamunan Umi Tika.

Umi Tika memejamkan matanya, berusaha mengontrol perasaannya. Sungguh, ingatannya tadi membuat perasaannya tak terkendali, "Maafin tante, nak." hanya kata itu yang dapat dia ucapkan.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang