Laki laki bertubuh ideal dengan baju, dan rambut yang berantakan duduk di salah satu gazebo sekolahnya; di samping kantin. Gazebo tersebut sudah tak terurus. Tidak banyak siswa yang ingin duduk di sana. Debu di mana mana, bangku kayu yang patah. Kata nyaman tidak cocok untuk mendeskripsikan tempat itu, tapi itu tidak masalah baginya. Mata coklatnya memandang kosong ke depan. Dia mengingat masa buruknya. Hatinya sakit, perih, dan hina. Luka itu belum sembuh. Bahkan tidak bisa sembuh. Kejadian itu selalu terngiang di kepalanya.
Dia memejamkan matanya. Mengambil napas pelan lalu menghembuskannya; berusaha menenangkan dirinya. Tapi tidak ada gunanya. Hasilnya sama saja.
ٱلرَّحۡمَٰنُ
1. "(Tuhan) Yang Maha Pemurah,"
عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ2. "Yang telah mengajarkan al Quran."
خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ
3. "Dia menciptakan manusia."
عَلَّمَهُ ٱلۡبَيَانَ
4. "Mengajarnya pandai berbicara."
ٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٍ
5. "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan."
وَٱلنَّجۡمُ وَٱلشَّجَرُ يَسۡجُدَانِ
6. "Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada Nya."
وَٱلسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلۡمِيزَانَ
7. "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)."
أَلَّا تَطۡغَوۡاْ فِي ٱلۡمِيزَانِ
8. "Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu."
Suara itu. Entah mengapa tiba tiba hatinya merasa bergemuruh. Jika sebelumnya dia merasa kacau, dan tidak tenang, tapi seketika mendengar lantunan ayat suci itu, dia merasa hatinya sejuk, nyaman, dan rasanya dia ingin menangis.
Perasaan apa ini? Dia harus melihat siapa yang sudah membuatnya seperti ini. Dia melangkahkan kakinya dari gazebo tersebut menuju masjid. Gazebo itu memang diapit oleh dua bangunan. Kantin dan masjid.
Dia melangkah masuk ke mesjid pura-pura ingin sholat. Padahal, Rafa sama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya di masjid ini, palingan dia hanya duduk di terasnya duduk bercakap dengan Dadang, dan Dodi.
Tangannya menggeser sedikit hijab yang ada di hadapannya; pembatas sholat antara laki laki dan perempuan.
Matanya mengerjap. Di sana, gadis yang tengah duduk sendiri membaca Al-Qur'an adalah teman kelasnya. Tika.
Entah mengapa ketika mengetahui jika itu adalah Tika, bibir Rafa tertarik untuk tersenyum. Dia memutuskan untuk tetap pada posisinya untuk mendengarkan lantunan Tika. Sungguh, saat ini hatinya sangat tenang.
Awalnya dia acuh dengan Tika semenjak Tika sudah memergokinya ciuman dengan Jeny. Tapi, ketika Dadang, dan Dodi menceritakan tentang Tika, dia jadi penasaran. Dia sangat ingat ketika Dodi mengatakan jika Tika itu perempuan langka. Rafa bingung, dan tidak tahu maksud dari mereka. Kata Dodi, dia hanya melihat dari sikapnya di kelas. Dia tahu Dodi itu seperti punya kelebihan. Bisa mebaca gerak gerik orang. Mungkin dia berbakat jadi psikolog.
Ternyata Dodi bener.
Sebenarnya sedari tadi Dadang dan Dodi melihat gerak gerik Rafa. Dia mengikuti Rafa dari gazebo sampai sekarang. Mereka memperhatikan apa yang dia Rafa lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
SpiritualSemua berawal ketika Atikah pindah dari pesantren ke sekolah biasa karena suatu alasan Uminya. Di sana dia bertemu dengannya. Sosok yang Atikah pertama kali lihat ketika masuk ke sekolah barunya. Bagi Atikah cowok tersebut adalah ladang dosanya. Cow...