Different 8

946 78 12
                                    

Rafa mengerjapkan matanya yang terasa berat. Dia berusaha membuat tubuhnya terbangun. Ketika nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, tiba-tiba terasa kepalanya berdenyut dahsyat. Dia mengerang sambil memegang kepalanya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Ohya, dia kemarin mabuk lalu berjalan keluar dan setelahnya dia lupa segalanya. Dia memandang sekitarnya, tempat yang asing tak pernah dia lihat sebelumnya. Tiba-tiba matanya berhenti pada sosok bidadari yang sedang terlelap cantik di hadapannya.

Rafa tersenyum. Dia tak tahu mengapa dia bisa berada di sini bersama seseorang yang dia sayangi. Denyutan di kepalanya sudah tak terasa lagi karena melihat Tika. Matanya mengunci pada sosok Tika. Seakan ada perekat yang sangat kuat yang tidak dapat membuat matanya melirik yang lain. Lagian momen ini adalah momen yang langka bagi Rafa. Baru pertama kali dia melihat Tika se-intens ini.

Tak lama, ia melihat Tika menggeliat, sepertinya Tika ingin bangun. Mata Tika mengerjap terbuka, lalu memperbaiki posisinya untuk duduk, kemudian beralih menatap Rafa.

Keningnya mengernyit, "Kamu kok di sini?" Tanya Tika dengan suara serak, khas orang bangun tidur.

Rafa menaikkan dua alisnya, lalu terkekeh geli, "Gue harusnya nanya ke lo. Kenapa gue bisa di sini sama lo?"

Tika terdiam sejenak, lalu menepuk keningnya keras. Astaga, dia lupa tentang kejadian kemarin. Padahal kejadian kemarin adalah suatu kejadian yang membuatnya untuk pertama kali memegang seseorang yang bukan muhrimnya. Dia beristighfar dalam hati.

"Aku minta maaf, Raf. Kemarin aku nyentuh kamu tanpa seizin kamu. Aku bener-bener nyesel, aku terpaksa ngelakuin itu karena keadaan kamu kemarin sangat menghawatirkan. Aku takut kamu kenapa-napa jadi aku terpaksa ngepapah kamu ke rumah nenek aku, di sini." Tika menunduk menggosok hidungnya yang tidak gatal.

Di seberang sana, Rafa kembali terkekeh sambil mengacak rambutnya sendiri gemas. Melihat tingkah Tika dihadapannya membuatnya ingin sekali mencubit pipi gadis tersebut. Tapi itu hanya bisa menjadi khayalannya belaka.

"Santai aja kali, gue nggak marah kok. Tapi kalau lo mau nyentuh gue lagi, gue malah bakalan seneng banget." Rafa mengucapkannya sambil tertawa jahil.

Tika sontak menatap Rafa kaget.

"Gue becanda, Tika." Rafa langsung berucap. Dia takut Tika marah dengan ucapannya. Dia tahu dengan sifat Tika yang sangat cepat baper jika berhubungan dengan sentuh menyentuh.

"Apaan sih, Raf." Tika lalu bangkit mengambil air mineral di dispenser masih berada di ruangan itu.

Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Suara azan subuh tiba-tiba terdengar menggema di ruangan bernuansa putih itu. Suara azan itu berasal dari mesjid di samping rumah nenek Tika.

Tika sejenak masuk ke dalam mengambil sesuatu lalu kembali menghampiri Rafa. Dia mengajak Rafa untuk sholat bersama di mesjid. Tanpa menolak, Rafa bangkit dan berjalan bersama menuju mesjid tersebut.

Sekitar dua puluh menit, sholat subuh mereka selesai. Sebenarnya Rafa sudah lupa bacaan sholat. Bahkan jumlah rakaat masing-masing sholat dia tidak tahu. Tadi dia hanya membaca bismillah terus di setiap gerakan sholat. Ada rasa menyesal yang dia rasakan karena sama sekali tidak tahu bacaan sholat.

"Tik, gue bisa minta tolong nggak?" Rafa berucap sambil melirik ke arah spion yang menampilkan wajah Tika. Saat ini mereka di perjalanan menuju rumah Rafa dengan mengendarai motor Tika. Tika tahu berboncengan dengan lawan jenis yang belum muhrim itu tidak baik. Tapi dia terpaksa karena keadaan sedang genting. Lagian Tika duduk dengan penghalang tas antara dirinya dan Rafa.

"Boleh kok. Emang apa?"

"Lo bisa ajarin gue bacaan sholat nggak? Gue udah lupa semuanya. Udah lama banget gue nggak ngelaksanain sholat." katanya jujur. Hanya Tika satu-satunya orang yang bisa menolongnya sekarang.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang