Different 12

591 51 8
                                    

"Rafa!"

Panggilan itu menghentikan langkah kaki Rafa. Rafa tidak berbalik, dia sudah tahu pemilik suara itu. Orang yang sangat dia cintai, orang yang membuatnya selalu damai, orang yang selalu menghiburnya ketika dia sedih. Tapi kenyataan pahit tak bisa dia elakkan. Apa yang dia lihat kemarin membuatnya benar-benar marah. Semua kekaguman yang selalu dia pikirkan tentang orang ini seketika roboh ketika melihat semua itu.

Terdengar langkah kaki mendekatinya, lalu berhenti lima langkah darinya, Rafa bisa memperkirakan lewat pendengarannya yang tajam.

"Rafa, kamu udah lihat foto itu 'kan?" Tanya Tika. Rafa hanya diam, tak mengucapkan satu kata pun.

"Aku mohon, Raf, bantu aku! Cuma kamu yang bisa jelasin semua yang ada di foto itu. Semua orang udah nggak percaya sama aku. Termasuk sahabat aku, Farah dan Najwa. Mereka musuhin aku karena itu." Tika berhenti sejenak karena terisak, lagi-lagi dia menangis, sungguh dia tidak sanggup difitnah seperti ini, "Tolong bantu aku, Raf!"

Rafa berbalik menghadap Tika yang penuh air mata. Bukannya iba terhadap Tika, Rafa malah tersenyum sinis lalu berkata, "Lo emang nggak bisa dipercaya, Tik. Foto itu emang nggak bener, tapi gue pikir udah bagus dipajang kayak gitu, biar semua orang tahu kalau emang lo munafik, dan nggak baik."

"M-maksud kamu apa, Raf?" Tika mengernyit. Nada bicara Rafa yang seperti menghinanya membuatnya bingung, tidak biasanya Rafa seperti itu.

"Emang foto itu udah gambarin sifat lo yang sebenarnya. Gue yang awalnya selalu percaya sama lo, selalu kagum sama kesolehan lo, Ternyata semua kata-kata mutiara yang lo ucapin ke gue semuanya dusta! Dan paling buat gue sakit hati, pas gue sentuh lo, lo seperti jijik sama gue, lo beralasan nggak mau disentuh karena kita belum muhrim. Tapi apa yang lo lakuin di belakang? Munafik!"

"Aku bener-bener nggak ngerti, Raf. Aku nggak tahu kamu ngomong apa."

"Gue lihat lo, Tik. Gue lihat lo jalan sama Yusuf, gue lihat lo dengan mesra tidur di atas bahu dia, bahkan Yusuf nyentuh lo sangat intim. Itu zina, Tik, zina! Padahal lo selalu nasehatin gue tentang zina, tapi apa yang lo lakuin itu udah buat gue nggak percaya sama lo. Semua kepercayaan gue udah pudar, udah nggak ada yang tersisa. Semua yang gue lihat kemarin di angkot udah mendeskripsikan semuanya. Mulai dari sekarang, gue nggak bakal gangguin hidup lo, gue nggak bakal selalu datengin lo, karena gue nggak mau deket sama pembohong dan munafik seperti lo!" Yah, dia melihatnya kemarin. Ketika dia berniat ingin ke rumah Dodi, tak sengaja dia melihat Yusuf dan Tika di dalam angkot duduk paling belakang. Di sana, dia melihat apa yang Tika lakukan, tidur di bahu Yusuf dengan mesra. Saat itu juga dada Rafa terasa sesak, tangannya terkepal kuat. Rasa kecewa menjalar di kepalanya terhadap gadis itu.

"Rafa semua itu-"

"Alah, gue nggak butuh alasan lu lagi." Setelah berucap seperti itu Rafa pergi begitu saja.

Tika berusaha mengejarnya, mencoba untuk menjelaskan fakta sebenarnya, tapi perkataannya tak digubris oleh Rafa, dia tetap berjalan hingga Tika berhenti karena Rafa memasuki toilet pria.

Tika bersandar di tembok dan menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya. Terdengar suara isakan dari kedua mulutnya. Ya, dia menangis. Menangis mengingat apa yang terjadi pada dirinya hari ini.

"Tika."

Panggilan itu menghentikan tangisnya. Sontak Tika memeluk gadis di hadapannya, gadis yang satu-satunya mempercayai dirinya.

Di pelukannya Tika mengeluarkan seluruh tangisnya. Dia ingin marah, mengamuk, dan memukuli semua orang yang mengatainya sembarangan, tapi dia tahu itu salah. Dia tahu jika ini ujian, tapi sungguh, Tika lelah dengan semua ini.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang