Different 14

462 52 2
                                    

"Demi apa pun, kalau bukan karena kalian, gue nggak bakalan rela datang secepat ini ke sekolah. Padahal sedikit lagi gue bakalan kawin sama selena gomes, tapi kalian dengan teganya malah bangunin gue, ah nggak asik banget 'kan, kapan lagi coba gue mimpi kayak gitu." Protes Dadang kepada Rafa dan Dodi karena tadi sebelum sholat subuh, Rafa dan Dodi datang ke rumahnya dan membangunkannya untuk pergi ke mesjid untuk sholat subuh.

"Yee jangan salahin gue dong! Tuh salahin Rafa. Gue juga jadi korban tahu, lagian mending elu udah tidur terus dibangunin, eh gue malah belum tidur sama sekali terus dengan santainya dia dateng dan ngajak-ngajak ke masjid." Dodi mengelak, tangannya menggosok matanya yang terasa berat.

"Lu nggak tidur sama sekali? Lu emang kerjain apa? Nonton aneh-aneh yah lu?" Duga Dadang ke Dodi.

"Eh cumi, gue nggak lakuin itu yah, gue itu cuma main PS. Jangan sembarangan ngomong lu!"

"Oh cuma main PS, bilang dong dari tadi."

"Maaf yah bro, gue bangunin kalian pagi-pagi. Gue cuma mau kita berubah, gue nggak mau kalian pertahanin kebiasaan buruk kalian. Toh kita udah lama nggak sholat wajib, jadi gue bangunin kalian nggak sia-sia. Gue mau kita nggak seperti dulu. Kalau dipikir-pikir, bener yang guru-guru katain sama kita. Kelakuan kita itu ngelebihin anak-anak." Ucap Rafa tanpa memandang sahabatnya, tatapannya memandang ke arah matahari yang baru saja muncul dari tempat persembunyiannya.

"Lu serius, Raf? Apa lu sakit yah? Kok hari ini lu beda banget dari Rafa yang gue kenal." Dadang memegang dahi Rafa, memastikan apakah sahabatnya memang seperti yang dia katakan.

Rafa menatap serius ke arah sahabatnya itu, "Gue serius, Dang. Gue emang mau kita semua berubah dan lebih ... dekat sama Allah. Dari dulu kita udah keterlaluan. Lagian apa salahnya coba berubah? Nggak ada juga yang dapat dampak buruknya 'kan? Toh Allah juga suka orang yang mau berubah."

"Lu mau berubah karena Tika yah?" Tebak Dadang yang masih tidak dapat menangkap keseriusan Rafa.

"Sama sekali nggak. Ini nggak ada sangkut pautnya sama Tika. Tika cuma nyadarin gue, dia yang selalu ceramahin gue kalau gue lagi buat salah. Dan gue sadar kalau selama ini gue emang salah dan bego jadi orang."

"Iya sih gue juga pengen berubah, tapi gue pikir susah, Raf. Susah banget hilangin kebiasaan buruk gue ini. Terus apa kata orang kalau ngelihat kita berubah, kita pasti bakalan direndahin, apalagi berubah yang lo maksud itu bisa dibilang lebih 'alim'" Ucap Dodi.

"Gini yah, hidup itu pilihan. Jadi tergantung lo mau pilih jalan yang bener atau nggak. Kalau kita sungguh-sungguh mau berubah, Allah pasti bakalan mudahin kita buat hilangin semua kebiasaan buruk kita. Dan satu lagi, kita hidup yah untuk diri kita, jadi jangan dengerin semua omongan orang yang bakalan ngerendahin kita. Lagian hidup itu cuma sekali, kemarin gue denger ceramah dari ustad Adi Hidayat kalau hidup ini buat ngumpulin amal sebanyak-banyaknya supaya nanti di akhirat kelak kita bisa dapat tiket buat bisa masuk ke surga. Jadi intinya kita hidup bukan buat main-main. Masih ada akhirat yang nungguin kita, dunia cuma tempat persinggahan yang kita nggak tahu kapan kita akan berangkat lagi." Jelas Rafa sungguh-sungguh.

"Yaudah deh gue juga bakalan berubah. Tapi bantu gue yah, soalnya gue susah kalau nggak ada yang bantuin." Ucap Dadang.

"Jelaslah kita bakalan bantuin lo. Lagian kita 'kan sama-sama mau berubah. Jadi lo tenang aja." Rafa berucap lalu merangkul Dadang kemudian diikuti oleh Dodi.

Tak lama, satu persatu siswa siswi mulai berdatangan. Tak sedikit siswa memandang aneh ke arah Rafa, Dadang, dan Dodi. Mereka baru pertama kali melihat trio pembuat onar itu datang secepat ini bahkan menjadi orang pertama datang ke sekolah.

Rafa, Dadang, dan Dodi membalas tatapan heran mereka dengan senyum manis mereka, bahkan mereka menyapanya dengan ucapan salam.

"Assalamu'alaikum Raska." Salam mereka ke laki-laki yang menjabat sebagai ketua kelas mereka.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang