#29

8.7K 408 11
                                    

Sejak kapan terakhir kali aku menulis memo di ponselku? Mungkin ketika aku kemping di rumah Johan dulu. Sejujurnya aku lupa apa yang kutulis dan aku tidak tertarik membacanya ulang sekarang, tapi kurasa aku akan menulis memo baru.

Inginnya marah. Marah pada siapa? Pada hujan yang tiba-tiba murka lalu membasahi kota sampai banjir? Tapi bagaimana caranya? Marah pun, kami tetap terjebak di rumah Rick. Badai akan datang, kata juru bicara berita yang tadi kami lihat di TV. Padahal pertikaian sedang panas-panasnya!

Maksudku, Daws tiba-tiba datang memperkeruh suasana. Dia memaksaku masuk ke dalam mobil, padahal dia adalah dosen! Dia tidak boleh bersikap seperti itu karena ... ya, JJ jadi kalap. Dia memandangku marah tapi untungnya Kate langsung menggusur JJ masuk ke dalam rumah.

Johan? Dia ditangani oleh orang tepat. Aku percaya Karen akan mengurus dia bagai mama kucing yang menyusui bayi kucing yang baru lahir. Meski kasar tapi tepat sasaran.

Nah masalahnya adalah Rick! Dia tahu Daws adalah orang yang kusuka. Dia tahu Daws adalah orang yang selama ini kupuja. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, tapi kenapa dia berkata padaku terimakasih karena aku mau jadi pacarnya? Hasilnya? Tatapan Daws melunak lalu dia pun tak banyak bicara. Atau lebih tepatnya, dia tidak bicara lagi! Kutanya alasannya kenapa, katanya untuk melihat bagaimana reaksi Daws jika mengetahui aku pacaran dengan orang lain.

"Lalu menurutmu bagaimana reaksinya?" Sejenak kuhentikan aktivitas menulis catatanku. Rick mengangkat bahu. "Dia kadang jadi pria yang sulit ditebak."

"Betul. Reaksi datar yang dia tunjukkan tadi membuatku bingung. Akan lebih mudah jika dia marah, senang atau sedih. Tapi yang dia tunjukan tadi adalah gurat wajah tak berekspresi," sahut Rick.

"Aku khawatir. Dia pergi menembus badai. Aku ingin mengejarnya, tolong Rick."

"Mana mungkin kubiarkan kamu pergi, Gina. Terlalu berbahaya."

Kuhepa napas panjang. "Kapan badai ini akan berakhir?"

"Entah."

Kami berdua sedang ada di dalam mobil. Dawson tadi diam sebentar di sini lalu pergi setelah Rick mengatakan aku adalah pacarnya. Di saat yang bersamaan ketika Dawson pergi, badai turun. Kami berdua ada di dalam mobil karena aku sempat ingin mengejar Dawson namun keburu ditahan Rick. Kalau begini caranya aku tak tenang. Wilayah serta badai yang sedang terjadi menghalau sinyal di ponselku sehingga aku tak bisa meneleponnya.

Kulanjutkan menulis memo di ponselku. Memo terpanjang yang pernah kutulis selama ini. Meskipun begitu, aku masih tetap tak tenang.

"Sebegitu khawatirnya kamu sama dia, Gina?" tanya Rick. Dia memasang sabuk pengaman lalu menyalakan mobil.

"Aku takut dia kenapa-kenapa. Jika dia kecelakaan semisal menabrak pohon, siapa yang akan membantunya? Fork adalah kota dengan jumlah penduduk sedikit. Akses rumahmu menuju kota cukup jauh. Sudah pasti tidak akan ada banyak kendaraan di jalan."

"Pasang sabuk pengamannya. Aku akan mengantarmu." Mataku berbinar. Kutatap Rick penuh terima kasih.

"Akan kubeli semua album musikmu."

"Itu tidak perlu. Cukup jadilah pacar bohongan yang baik nanti malam."

"Well, aku akan menjadi pacar terbaik yang pernah kau jumpai."

Rick mengendarai mobil cukup pelan. Harusnya aku diam dan melihat saja, tapi aku tak bisa untuk tidak mengganggunya dengan kalimat, "Rick, lebih cepat sedikit ya. Rick aku tidak takut kecepatan kok. Rick kalau ada mobil warna putih hampiri dia. Rick—"

"Stop talking, Gina! Kau membuatku sulit berkonsentrasi!"

"Ma-maaf."

Daripada kamu menggangguku hingga akhirnya kita kecelakaan, mending kamu telepon Dawsonmu. Siapa tahi sinyalnya kembali."

Rick benar. Ternyara dia sangat membantu. Kalau dipikir kembali, semenjak aku kenal dengannya, Rick selalu membantuku. Bahkan saat pelarianku dulu dari rumah atau soal saran mengenai perasaanku. Untuk itulah kukatakan, "Terima kasih, Rick. Aku terbantu."

"Sama-sama. Jadi kita pergi ke rumahmu?"

"Yup. Aku yakin Dawson ada di rumahnya sekarang."

Rick terdiam. Gempita petir saling bersahutan diiringi hujan deras yang menghujami daratan.

Suasana cukup mencekam. Mendung memang menggelanyuti kota Fork sejak pagi tadi. Tapi aku tidak menyangka badai akan terjadi. Angin pun mengamuk. Dahan pepohonan sampai dibuat bergoyang karenanya. Selama aku berpikir, rasa takut tiba-tiba menyelimuti. Pantasnya aku memaksakan kehendak pada orang lain? Ditambah apa yang kupaksakan membahayakan nyawa.

"Rick, kita kembali saja," kataku akhirnya.

"Kamu takut?"

"No! Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Lalu? Kenapa tiba-tiba padahal sudah sejauh ini."

"Aku hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa. Aku salah karena telah melibatkanmu. Bagaimanapun juga, Dawson pergi karena aku tidak mau pulang dengannya." Tujuan Dawson kemari memang mengajakku pulang. Tapi karena kesalahpahaman antara Rick dan Johan belum selesai, aku harus tetap di sini. Ada banyak hal yang perlu aku lakukan.

"Don't worry. Kamu bisa mengandalkanku."

"Rick, kembali. Aku memohon. Bagaimana jika pohon itu tum—AWAS!" Aku melihat pohon tumbang ke arah kanan. Rick sontak membanting stir kanan. Di saat genting seperti ini, Dawson malah meneleponku. Entah aku sempat mengangkatnya atau tidak, yang jelas, aku merasa mobil terbentur sesuatu dan itu sangat keras.

'Halo? Halo? Gina? Aku ada di rumah Rick, aku tidak jadi pulang karena badainya cukup besar. Kamu di mana? Halo! Jawab, Gina! Hei! Kamu ke mana!? Gina! Karen! Karen! Di mana Gina!? Pergi? Sama siapa? Rick? Sial! Kalian semua tunggu di sini, aku akan menyusul mereka.'

Tbc

DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang