#1 : Hari Pertama

44.2K 1K 46
                                    

Gina? Aku bingung kenapa Mom menamaiku dengan nama Gina. Arti dari nama itu sendiri aku tidak tahu. Yang jelas, aku tidak menyukainya. Bukan karena jelek atau kampungan, tapi akan lebih keren jika namaku Sarah.

Sekarang aku sedang sarapan pagi bersama Ayah. Hanya berdua karena Karen bersikeras menolak tinggal di rumah ini. Ternyata di sini dia pun punya saudara. Sial sekali, dia telah membohongiku. Namun kesampingkan itu, yang lebih penting, aku bingung kenapa sekarang aku merasa gugup.

Ah aku tahu! Pasti karena aku sudah lama tidak bertemu dengan Dad. I mean, dia nampak berpendidikan sekali. Aku takut dengan sifatku yang hiperaktif dan senang bermain membuatnya kecewa. "Kacamata yang bagus," kataku jujur. Dad berhenti mengunyah kemudian tersenyum simpul. Hmmmm senyum yang sangat indah.

Dad nampak tampan sekali hari ini. Kameja biru nepy, dasi biru bergaris dan kacamatanya menunjukkan kedewasaan yang sangat matang. "Terima kasih," sahutnya. Ah, dan suara baritonnya membuat bulu kudukku merinding. Dalam artian bagus tentu saja.

"Kamu serius mau mengambil jurusan antropologi?" tanyanya. Memang benar. Bukan karena dosen yang mengajarnya Dad, tapi aku memang menyukai mempelajari manusia.

"Serius, Dad."

"Oke tapi Dad tidak akan segan-segan sama kamu. Kalau kamu lelet menangkap pelajaran atau berulah di kelas, Dad akan langsung menghukummu mengerti?"

Senyum lebarku tersungging. Sejenak, entah perasaanku saja atau bukan, aku melihat Dad tertegun melihatku. Dia berdeham satu kali kemudian menyelesaikan makannya dengan cepat.

"Mau berangkat bareng Dad?" tanyanya, lagi.

Aku menggeleng. "Lebih asik naik sepeda. Lagian buat apa Mom susah payah mengirim itu sepeda jika pada akhirnya aku naik besi berjalan itu?" Dad tertawa keras. Dia mengacak-ngacak rambutku kemudian lari setelah aku mencak-mencak karena rambutku jadi kusut.

"Dad tanggung jawab!"

Dia menjulurkan lidahnya di depan pintu lalu dia pun menghilang dari pandanganku. Tak masalah. Ini waktunya ... sekolah! Bukan untuk belajar. For me ... belajar nomor dua. Tujuan pertama adalah mencari keseruan, kesenangan dan petualangan yang bisa kutemukan di sana. Bahkan aku berencana menjadi bad girl. Karen sudah menyetujui rencanaku dengan komitmen kami tidak boleh nge-bully nerd atau orang lain. Kecuali ... ya ada kecualinya. Kecuali jika orang itu mencari masalah dengan kami.

Bisa dipastikan dia akan masuk rumah sakit. Karen itu, dia petarung yang sangat hebat karena orang tuanya mantan pegulat. Bahkan di perutnya aku mulai melihat two pack. Wait ... two pack? Ah aku jadi ingat perut Dad. Dia mempunyai six pack yang sangat ... keren. Seperti model saja tubuhnya.

Kakiku mengayuh pedal sepeda pelan. Suasana pagi di kota Fork begitu sepi. Kabut datang dari gunung, beberapa pengendara terlihat menepi padahal seharusnya ini menjadi hari yang padat.

Seorang pria berpakaian tebal mencegatku. "Mau ke mana cantik?" Aku memutar bola mata. Tipe-tipe pria brengsek! Dia pikir aku takut?

"Let me go," kataku ketus.

"Tertarik pergi ke hutan?" Alisnya naik turun memuakkan.

Saat tengannya yang kotor itu hendak menyentuh bahuku, langsung kutendang selangkangannya lalu melesat pergi. "Shit! What the heck! SAKIT ARGH!"

"Hahahaha rasakan, mother fucker!"

Sungguh, rasanya aku akan menyukai tempat ini. Bukan karena di sini ada pria yang setiap paginya bisa kutendang, tapi suasananya sungguh beda. Sejuk, tenang, damai. Kenapa aku menyadarinya sekarang?

DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang