Prolog

49.1K 1.3K 30
                                    

Sejak perceraian Mom dan Dad, aku tinggal bersama Mom di kota. Namun, aku tak pernah menyangka, Mom mengizinkanku tinggal bersama Dad karena aku ingin kuliah di kota Fork City, kota dengan sejuta pepohonan yang menyejukkan.

Bagaimana mengatakannya ya? Aku tidak tahu bagaimana sifat Dad. Mom bersikeras melarangku berhubungan dengannya. Jadi aku jarang bertemu dengannya dan biasanya bertemu di hari natal atau saat ulang tahunku. Untunglah Mom lebih melarang aku menyewa kamar sehingga akhirnya tangan kecilnya langsung menekan nomor Dad. 'Gina akan tinggal di rumahmu. Jika selama kuliah dia kenapa-kenapa, akan kugali sendiri kuburanmu, Daws.'

Ya namaku Gina dan nama Ayah kandungku adalah Dawson. Actually, kami sudah tidak bertemu selama 2 tahun.

"Sebagian barang-barangmu akan Mom kirim lewat mobil, Gina. Mau berangkat sekarang?" tanya Mom.

Jempolku langsung terangkat. "Tentu saja, Mom. Karen sudah menunggu."

Karen? Ah ya, dia sahabatku. Dia juga ikut kuliah di universitas yang ada di kota Fork.

"Oke." Kami berdua berjalan menuju mobil. Karen menungguku sambil tersenyum lebar.

Mom memelukku dan Karen bergantian. Aw. Mom mencubit pinggangku sambil menangis. "Ayolah, Mom. Don't be a drama."

"Mom masih berat melepasmu sayang. Kamu hati-hati ya? Kalau Ayah kamu jahat, lapor saja sama Mom oke?"

"Siap, Mom!"

"Maaf Mom tidak bisa mengantarmu. Mom ada urusan penting pekerjaan." Aku mengangguk.

Kami berdua pun pergi. Aku dan Karen duduk di kursi belakang. "1 ... 2 ... 3 ...," kata Karen kemudian menyikut pinggangku.

Aku tahu apa maksudnya. Dalam satu kali embusan napas kami berdua berteriak, "AYAM KAMPUS, KAMI DATANG!"

Lalu kami berdua pun tertawa. Perjalanan menuju kota Fork diisi dengan candaan ringan khas Karen. Dia wanita cantik, obviously. Namun kata Karen, aku lebih cantik karena mata hijau zamrudku terlihat mendamaikan. Entahlah.

"Kudengar sudah dua tahun kamu tidak bertemu Ayah kandungmu?" tanya Karen.

"Ya dua tahun," jawabku singkat.

"Ayahmu dosen di universitas yang akan kita masuki 'kan?" tanyanya lagi.

"Ya. Dosen di kelas antropologi."

Selama dua jam kami melaju, akhirnya sampai juga di rumah Dad. Kuketuk pintu berwarna brown di depanku sembari berseru, "Dad!? Dad!? Ini aku ... Gina."

Karen menatapku dengan alis terangkat. "Mungkin dia sedang tidak ada."

"Mungkin." Aku membuka pintu dan ternyata terbuka. "Kita masuk saja." Rumah ini hampir 80 % terbuat dari kayu. Di setiap dindingnya, tertempel lukisan-lukisan bergaya romantisme. Aku sedikit tertegun. Rasanya aku telah masuk ke ruang studio.

"Rumah Ayahmu bagus sekali, Gina. Klasik modern?"

"Ya, bahkan aku saja kaget Ayah memiliki rumah seantik ini."

Aku mendengar suara benda berbenturan. Letaknya ada di pekarangan belakang rumah. Kutarik Karen untuk mengecek. Sesampainya di sana, aku tertegun tatkala melihat seorang pria sedang melakukan pull up. Lengan laki-laki itu kekar sekali. Dadanya bidang, perutnya six pack dan bahunya lebar. Aku meneguk ludah sebanyak tiga kali. Dia indah sekali dalam keadaan shirtless, tidak berbaju.

"Dia Ayahmu?"

"Dad?" kataku pelan. Pria itu langsung menghentikan olah raga yang sedang dia lakukan kemudian memandang kami berdua secara bergantian.

"Gina?" lirihnya.

"Ya, Dad. Aku Gina."

Tanpa kuduga Ayah langsung berlari kemudian memelukku, membuat napasku sesak entah kenapa. Bau keringatnya begitu mendamaikan hatiku. Rasanya aku sangat menyukai bau keringatnya. Tidak bau, tapi terkesan jantan. Selama seperkian detik aku mematung saking bingungnya bagaimana aku harus bereaksi.

Sejak kapan Dad mempunyai tubuh yang sangat bagus? Ew! Keringatnya membasahi bajuku! Tapi ... kenapa jantungku malah berdebar-debar? "Kemari, Gina. Kamu pasti Karen ya?" tanya Ayah.

"Ya, aku Karen. Sahabat Gina."

"Saya sudah membuatkan puding kesukaan kamu, sayang. Ayo anggap saja rumah sendiri."

Kami berdua masih membatu. Karen melakukan kontak mata denganku cukup lama lalu dia berkata, "Dang it! Ayah kamu very hot, Gina! Kamu lihat wajah tampan dan tubuh sempurnanya!? Darn! Aku tidak akan pernah memercayai ini!"

Tak hanya Karen ... sepertinya aku juga tak mampu memercayai pria yang beberapa detik yang lalu berbicara denganku adalah Dad.

20 vote part berikutnya update. Wkwk gak ding.

DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang